Dia benar-benar seperti jaelangkung, datang tak diundang
pulang tak diantar masuk ke dalam kehidupanku. Benar- benar hanya sesuka hati,
ibarat angin yang tak bisa diduga kehadirannya. Kadang dia berlari
sekencang-kencangnya ketika bertemu tanpa sengaja. Kadang datang begitu saja
tanpa diminta tanpa alasan yang jelas lalu pergi kemudian. Aneh bin ajaib
Entah apa yang membuatnya bersikap seperti itu padaku.
Seorang gadis yang hanya terpaut usia satu tahun lebih tua bersikap seolah-olah
diri ini pria tampan yang ia taksir. Memperhatikan dari jauh hingga malu berat
saat kuajak bicara pertama kali. Terlihat dari muka yang langsung memerah
sambil menutup sebagian wajah dengan kedua tangan. Saking malunya belum habis
bibir ini berkata-kata sudah ditinggal kabur seribu langkah. Sungguh membuat
kepala ini geleng-geleng.
Panggil saja gadis itu dengan nama Rose, karena memang itu
namanya. Mawar berduri yang butuh waktu tujuh bulan untuk berhenti
kabur-kaburan mendadak saat bertemu atau bercakap-cakap. Belakangan, entah kapan
persisnya yang membuat kami dekat satu sama lain. Dalam ingatan hanya kejadian
suatu malam di kos-kosan ketika ia tiba-tiba menangis sesenggukan saat
kukunjungi. Begitu pintu cokelat penuh sticker itu terbuka, nasi goreng dalam
keresek hitam yang kubawa jatuh seketika. Ia menghambur memeluk lalu menangis
dengan rambut masainya.
Benarlah, apa yang tak terlihat saat siang terang benderang,
semua akan terbongkar digelapnya malam. Terkadang gelap malam lebih jujur
mengungkap kebenaran yang terhalang cahaya terang yang menyilaukan. Siapa yang
akan menyangka Rose yang aneh dan ajaib ternyata tak hanya sampai disitu. Ada
banyak tabir yang ia simpan dalam hati, gelap, sangat gelap, tebal dan
menyesakan. Air mata yang tak pernah sekalipun kulihat, malam itu menetes di
wajah yang selalu malu dan tersenyum manis, bahkan deras bagai banjir.
Tak hanya itu, telinga ini pun hampir tak percaya mendengar
apa yang terlontar dari bibirnya yang bergetar karena isakan tangis. Sungguh
jauh dari bayangan selama ini, benar-benar menohok hati dan membuat pilu.
Bagaimana cara ia menjalani hidup dengan membawa beban sebesar itu, rindu yang
setinggi gunung, dan sesal yang sedalam laut. Gadis aneh bin ajaib bernama Rose
itu telah berhasil mengaduk-aduk perasaanku. Menampar batin ini.
***
“Saya mau ke Tasikmalaya.” Ungkap Rose setelah menghilang
selama dua minggu sejak kejadian malam itu.
Sore ini, langit masih sangat terang dengan angin yang cukup
kencang membawa kesegaran di taman kampus yang nyaris sunyi senyap. Hanya ada beberapa
gelintir mahasiswa dan mahasiswi yang duduk di beberapa sudut taman dan
semuanya saling berjauhan.Kerudung Rose berwarna hijau dan panjang
bergerak-gerak. Begitupun gamis hijau kotak-kotak kesukaannya turut
berkibar-kibar. Angin cukup lama bertiup sore ini. Rose berdiri tepat di
depanku yang terduduk di bangku hitam terbuat dari besi yang karatnya mulai
menggerogoti bagian kaki. Kami dirimbuni pohon bunga bougenville yang
berwarna-warni. Merah, putih, ungu, oranye, dan merah muda.
Air mancur yang kolamya penuh lumut dan tak ber-ikan turut
menjadi saksi percakapan kami sore ini.
“Tasikmalaya? Kamu pernah ke sana sebelumnya?”
Rose menggeleng mantap, membuatku menghela napas panjang.
“Terus kamu mau ngubekin
kota Tasik sendirian? Memangnya kamu punya alamat jelasnya?
“Ya alamatnya memang burem
sih, tapi saya tetap mau ke sana.” Tandas Rose pasti.
Raut wajahnya mengguratkan keyakinan tanpa tanding. Bahkan
sinar senja yang cukup menyilaukan menambah aura keyakinannya, tak terpatahkan.
“Kapan kamu berangkat?” tanyaku pasrah.
“Hari senin.”
“Hmm, sepertinya
kamu lupa kalau itu waktu ujian akhir semester.”
“Ah, iya ya? Aduh kok saya bisa lupa, yah mesti nunggu seminggu sampai sepuluh hari dong. Gimana kalau keburu
enggak ketemu?”
Wajah yang semula optimis dengan tekad besar berubah cemas
dan gusar. Meremas kedua tangan adalah tandanya. Setelah itu memilin ujung
kerudung, lalu duduk dan menghentak-hentakkan kedua kakinya ke tanah sambil
menahan tangis.
Aku menghela napas berat menyaksikannya, gadis ini benar-benar
aneh bin ajaib, banyak paradoks kutemukan dalam dirinya. Ketegaran dan
kekuatannya menjalani hidup sebatang kara patut diacungi jempol. Kegigihannya
dalam perjuangan menemukan pencariannya sudah di uji waktu yang tak sebentar.
Namun seketika ia bisa rapuh, luluh lantah hatinya jika lagi-lagi kesabaran
diuji dalam waktu yang genting. Seperti sekarang, ia terlihat seperti anak kecil
yang gagal dibelikan es krim.
“Kalau mau ikut saran aku sih,
kamu lebih baik jangan nekat kali ini, bagian akademik sudah mewanti-wanti
jangan sampai kamu bolos ujian lagi tanpa kabar, jangan sampai kena masalah.
Apa kamu mau kuliahmu gagal?” nada bicara sengaja kubuat sedikit mengancam,
agar dia sedikit perduli tentang pendidikannya.
Mata besar yang hampir berurai air mata itu,kini tampak
berkilat-kilat. Aku tahu arti kilatan mata itu, menatap penuh keyakinan. Saat itu
juga, aku tahu telah kalah telak!
“Kamu benar, seenggaknya saya datang terus absen, isi kolom
nama terus cabut deh.”
“Ya ampun Rose, kamu…” hampir meledak kepala ini mendengar
tuturnya yang seringan kapas.
Senyum tanpa merasa berdosa lagi-lagi terukir di wajahnya
yang polos.
“Kamu tahu, kuliah ke sini itu hanya sebuah sarana, saya
sudah menyadari kapasitas otak ini sudah enggak sanggup buat ngakses materi kuliah. Pindah dan kuliah
di sini hanya buat cari informasi dan tambah teman yang barangkali bisa mendekatkan
pada keberhasian usaha saya dalam pencarian ini. Jadi kuliah memang bukan
tujuan .”
Nada bicaranya benar-benar tanpa celah keraguan, sungguh terdengar
jujur. Lagi-lagi aku skakmat . Fokusnya dalam meraih tujuan sungguh membuat iri.
karena tak kumiliki.
“Apa boleh buat, percuma aku mengomel sampai berbusa
membujukmu untuk tetap ikut ujian, kamu pasti akan tetap pergi. Dasar kepala
batu!”
Ia terkekeh mendengar umpatanku.
“Tujuan pencarian saya itu lebih penting dari hidup saya
sendiri. Orang-orang yang kenal dekat sebelum kamu, bahkan bilang saya gila,
enggak waras, linglung, stress, dan kata-kata lainnya yang bermakna sama. Tapi saya
berterimakasih mereka melabeli saya dengan semua itu. Kata-kata itu tanda kasih
sayang mereka. Walaupun itu tak menghentikan pencarian ini.”
Aku tersenyum getir melihatnya bertutur.
“Orang-orang bilang saya bisa saja berhenti melakukan
pencarian ini, meneruskan hidup dan pasrah terhadap takdir. Tapi dada ini sesak
dan berontak ketika mendengar itu. Mungkin orang lain bisa melakukan itu, tapi
hati ini tidak bisa. Mereka bilang justru saya korban ketidakbijaksanaan orang
dewasa. Tapi saya sekarang bukan anak kecil lagi yang menjadi korban. Justru karena
sudah dewasa apakah harus ikut-ikutan menjadi tidak bijaksana? Kadang saya
berpikir jangan-jangan diwaktu kecil saya...”
Perkataannya menggantung, namun itu terasa seperti jerat
tali yang menggantung leherku. Saat sadar aku masih tergolong yang ikut-ikutan.
Adzan magrib memisahkan kami, agenda yang berbeda membuat
kami saling berpelukan, bersalaman, dan menebar salam. Semua sama seperti
biasanya saat perpisahan menghampiri, namun entah mengapa meninggalkan sedikit
rasa ganjil.
***
Hari senin saat ujian akhir semester aku masih celingukan
mencarinya, berharap ada yang membuatnya berubah pikiran, namun sayang hasilnya
nol besar. Sejak awal ujian akhir semester hingga hari terakhir, Rose tak
nampak.
Tak berakhir di situ, sebulan tak nampak batang hidungnya,
pun di kos-kosan. Hingga enam bulan lamanya, sampai sebuah pesan singkat mampir
di gawaiku,
‘Ibu kos sudah bilang
semua barang saya dititip di tempatmu, maaf merepotkan sementara waktu, bila
senggang nanti pasti diambil. Sementara waktu saya belum bisa dihubungi, saya baru
saja kecopetan, HP dan dompet raib, yang diingat hanya nomor cantik kamu. Posisi
saya sekarang di Padang, kalau kondisi sudah stabil nanti dihubungi lagi. Ini pakai
HP orang lain yang baik hati.’
Apa? Di Padang? Informasi darimana lagi yang ia dapatkan
sampai tubuh kecilnya itu menyebrangi Pulau Jawa. Telah habis pikirku,
bagaimana cara menemukan seseorang hanya berbekal selembar foto usang yang
diambil saat sosok dalam foto itu berumur 28 tahun. Setelah tiga belas tahun
berlalu apa masih bisa dikenali? Apakah sosok itu juga masih mengenalinya? Aku tak
pernah bisa menjawab pasti.
Tapi kecopetan adalah bonus tragedi yang harus dilaluinya,
dan ia masih bisa bertahan di kota asing, bahkan mendapatkan bantuan. Mungkin itu
buah kebaikan hati dan kesabarannya.
Lega bercampur menyesal karena tak bisa di sampingnya saat
sulit. Berbeda dengannya yang selalu hadir tepat saat aku membutuhkannya. Rose selalu peduli pada rasa sakit dan
penderitaan orang lain sekalipun saat ia sendiri dalam keadaan sempit. Rose semoga doaku didengar Allah, agar kamu
selalu dalam perlindungan dan pertolonganNya.Amin
***
Setahun, dua tahun, hingga enam musim berlalu, aku sudah tak
bersama dengan barang-barangnya lagi. Barang-barang yang jumlahnya sedikit itu
sudah di ambil si pemilik dalam waktu satu hari saja, datang pagi petang
menghilang. Seolah kami tak pernah berpisah lama, tapi itu memang ciri khasnya,
seperti jaelangkung.
Jika saja hari ini aku tak mengecek email yang masuk, kupikir hari itu adalah hari terakhir kami bersua.
Rasa penasaran yang sudah membukit membuatku segera membaca email itu.
Assalamua’laikum wr.wb.
Hai! Apa kabar? Semoga sehat
ya kamu sekeluarga. Kamu mungkin kaget menerima email dari orang yang suka
menghilang seperti saya.hehehe. Tapi saya tak tahan ingin berbagi kebahagiaan
ini dengan kamu.
Beberapa waktu yang
lalu saya mengalami kecelakaan yang hampir membuat nyawa menghilang. Bahkan dokter
bilang bahwa saya selamat dari masa kritis yang menurut medis, sudah hampir
bisa dipastikan nyawa ini lolos menuju dunia lain. Ini keajaiban kata dokter
yang menangani saya.
Bukan hal lolos dari
maut yang saya sebut kabar bahagia. Tapi ini soal keajaiban yang dokter itu
katakan. Kamu tahu? keajaiban seperti itu, saya percaya pasti berasal dari
sebuah doa. Bukan sembarang doa, tapi doa yang tak terhalang oleh sesuatu
apapun, langsung sampai kepada Allah. Ya! doa dari pemilik telapak surga!
Hal ini membuat
keyakinan saya bertambah kuat bahwa pemilik telapak surga yang saya cari masih
hidup, masih ada!
Semoga dengan
selamatnya saya dari kecelakaan maut ini, lebih mendekatkan kepada keberhasilan
pencarian yang selama ini saya lakukan. Kata orang tragedi yang buruk justru
membuat cerita mendekati akhirnya. Semoga semua cerita saya berakhir
manis.Amin.
Jika kita bertemu di
sela-sela pencarian, jangan tertawa melihat penampilan saya yang menggelitik. Separuh
gigi dalam mulut saya hancur, terutama di bagian depan, tolong jangan dulu dibayangkan dan tertawa
sendiri. Tundalah agar saya bisa balas menertawai kamu yang semakin gemuk, hehehe.
Sampai jumpa, semoga
kamu disayang Allah, jangan lupa doakan saya
Wassalamu’alaikum.
Rose in somewhere.
Lagi dan lagi aku kalah darinya, skakmat! Air mata ini sudah
tak bisa lagi dibendung, bahkan menimbulkan banjir bandang. Perih, sedih, sesak,
dan entah apa lagi yang dirasa, sungguh membuat dada ini remuk redam.
Hanya doa-doa yang terucap dalam hati karena bibir ini
terisak. Ya Allah happy ending-kanlah
akhir ceritanya. Amin.
Rose in somewhere
semoga kamu selalu disayang Allah. Amin.
END.
#tantangan orang yang mengispirasi
#kelas fiksi
#odop batch 5
Aamiin.
BalasHapusSemoga bisa bertemu ibu..
BalasHapusAminn
BalasHapus