sumber gambar : wikipedia
Melihatmu dalam
film sangat aku sukai. Apalagi saat aksi heroik dengan tuan tampan berambut blonde. Namun rasa suka ini hanya
sebatas itu. Jadi maaf saja jika wujudmu dalam film hadir dalam realitas
hidupku , suka ini akan berubah jadi benci, sebenci-bencinya, sangat.
Siapa sangka suka
ini berganti juga jadi benci, kedatanganmu ke rumah di sore hari yang mendung
menambah gelap suasana hatiku. Bapak dengan senang dan bangga membawa dan
memberimu tempat bernaung tepat di halaman depan rumah. Itu sangat membuat
jengkel, mengingat aku harus melewati polisi berbulu setiap masuk dan keluar
rumah. Mendidih otak ini.
Wajah masam ini
tidak mampu membuat bapak atau penghuni rumah yang lain protes untuk mengusir
penghuni baru yang kubenci. Itu semua pasti karena bulu cokelat putihnya yang
lebat serupa salah satu actor film ternama di jenisnya, Hachiko. Nama itu pun
resmi menjadi panggilanmu atas alasan yang sama.
Entah karena diberi
nama serupa atau memang anjing sejenismu punya
kebiasaan yang sama dalam film?. Hampir setiap pagi aku mandi keringat saat
pergi sekolah, menghindar, menjauh, dan mengatasi rasa takut digigit taring
tajam dari mulut yang senang berliur. Kemeja putihku menjadi cepat bau dan rok biru
padanannya selalu kusut. Pundak ini sering terasa pegal karena berlari sambil
menggendong tas ransel biru yang penuh dengan buku.Tapi berbanding terbalik
denganmu yang menganggap itu adalah cara untuk bersenang-senang. Tanpa bosan
terus mengekor di pagi hari bahkan saat hujan turun. Cih! Dasar anjing! Bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Dua bulan sudah aku
dalam penderitaan, hati ini sudah teramat lelah menahan amarah, rasa takut, dan
kejengkelan yang semakin besar setiap harinya. Hati ini panas, amarah pun semakin memuncak hingga menyesakan dada.
Terkadang obat lambung meluncur di tenggorokan karena asam lambung yang naik
sebab emosi. Saat itu terpikir perkataan teman yang mulai tak nyaman dengan
emosi burukku.” Karena ada anjing, rumahmu jadi tak dikunjungi malaikat,
makanya setannya banyak, bikin kamu marah, dongkol, dan mengomel tak jelas”.
Mungkin dia ada benarnya. Tak tahan lagi, harus kuadukan semua penderitaan ini.
Hak tenang dan aman sudah terenggut sejak kedatanganmu. Bisa gila kalau jadi
berkepanjangan. Pilihan jatuh pada ibu sebagai tempat mengadu.
Reaksi ibu ternyata
jauh dari harapan, sabar lebih lama adalah permintaannya padaku. Itu artinya
penderitaan masih belum bisa usai buatku. Putus asa dan kecewa membuat tangisan
ini tumpah di bantal. Di kamar berdinding kuning dan berpintu biru, kutumpahkan
semua kekesalan, rasa kecewa, dan kesedihan menjadi satu dalam sebuah tangisan
panjang yang entah berapa lama.
Subuh menjelang,
mata ini lengket seperti diberi lem karet, kutatap wajah di cermin, sungguh
mengerikan, mirip nenek sihir dalam film Snow White. Kamar mandi menjadi tujuan
selanjutnya, mandi lalu berwudlu dan shalat. Mengingat ini hari minggu,
kuputuskan untuk jalan-jalan ke alun-alun kota sekedar olahraga kecil untuk
mengurangi rasa sedih dan kecewa. Celana panjang berbahan kaos berwarna hijau tua berpadu kaos lengan
pendek hitam menjadi pilihan, tak lupa kaos kaki putih dan sepatu
olahraga berwarna senada melengkapi. Rambut sebahu yang telah tersisir rapi
berikut poni yang menutupi dahi terlihat sempurna. Terakhir tas gemblok kecil
tempat menyimpan dompet kugendong dibelakang. Siap berangkat.
Suasana subuh
begini, semua anggota keluarga masih betah di kamar masing-masing. Dua orang
kakak laki-laki dan tentunya ibu dan bapak belum nampak ada yang keluar kamar. Hendak
pamit tapi khawatir mengangu, aku lebih memilih menulis memo yang tertempel di
kulkas. Lagi pula ibu sudah mengerti betul aktivitas jalan-jalan ke alun-alun
kota setiap minggu rutin dalam agendaku. Selesai menulis memo, kaki ini menuju
pintu utama rumah. Akses utama keluar masuk rumah, karena tak ada pintu
lainnya. Pintu tinggi berwarna biru laut siap dibuka ketika kuncinya sudah terbuka. Namun terbukanya pintu justru membawa mimpi buruk terjadi. Begitu pintu baru sedikit dibuka, seonggok
kepala penuh bulu menerobos masuk, sontak membuat kaget dan kaki ini refleks berlari.
Kejar-kejaran bak polisi dan penjahat pun terjadi. Berlari mengelilingi meja makan jati dengan enam kursi
berwarna coklat tua. Ingin menjerit namun malah tangis tanpa suara yang keluar
sambil terus melaju, memacu lari dengan lebih cepat.
Napas ini mulai
tersengal, keringat bercucuran dimana-mana. Tetesan keringat dan air mata
hampir sama banyaknya. Kujatuhkan kursi makan untuk menghadang laju larinya,
hingga menimbulkan bunyi gaduh beradu dengan gaduhnya gonggongan. Tapi karena
itu tanganku ditarik kakak lelakiku masuk ke kamarnya yang berada di depan
ruang makan. Si tuan berbulu itu masih hendak mengejar, namun wajahnya terjepit
di pintu yang ditahan kakak.
Tuan berbulu itu
mengonggong namun tersekat, mulutnya masih terjepit pintu. Kondisi kakak
lelakiku yang baru saja bangun, membuatnya membutuhkan sedikit waktu untuk
mengumpulkan nyawa agar sadar seutuhnya. Aku duduk di ranjang kayu miliknya dan
menangis sesenggukan, gemetaran, dan syok. Tak lama polisi berbulu itu
digelandang menuju posnya. Bapak dan ibu langsung ramai di meja makan. Kakak laki-laki
tertuaku membawakan segelas air putih, yang hanya kuteguk sedikit saja. Ibu menghampiri
dan memeluk menenangkan, tangisan ini kembali pecah.
Setelah tenang aku
kembali ke kamar, sambil mengingat lagi kejadian tadi, bukan Hachiko yang beraksi
kejar-kejaran di ruang makan bersamaku. Bulu anjing itu berwarna emas, sepertinya
ukurannya pun lebih besar dari Hachiko. Benar saja, anjing itu anjing baru yang
di bawa bapak semalam, begitu kata ibu ketika mengantar sarapan ke kamar. Belum
usai ketakutan dan rasa lelah terhadap keberadaan Hachiko, anjing blonde baru itu sudah mau menerkamku
diawal perjumpaan. Ujian macam apa ini? Mengapa penderitaan ini bukannya
berkurang bahkan justru bertambah. Rasa takut dan putus asa kembali menggelayut
di wajah yang sudah kusut sejak subuh. Sambil menyantap makanan, air mata ini
tak terbendung terus mengalir. Apa harus ada insiden dulu baru semua orang
mengerti aku menderita? Kalau memang iya, menyesal diri ini tak biarkan si
anjing baru itu menggigit tangan atau kaki subuh tadi. Berlama-lama di bawah
rasa takut dan tekanan membuat kepala ini hampir gila.
Hari senin pagi,
pikiranku yang gamang sejak kemarin masih dengan kondisi yang sama. Hari ini akan
ada aksi nekat yang bisa membuat semua tahu bahwa keberadaan anjing-anjing itu
membawa penderitaan buatku. Seragam putih biru telah rapi menempel di badan pun
sepatu di kaki dan tas ransel yang penuh buku bergelayutan di punggung. Biasanya aku
sudah ancang-ancang untuk berlari menghindari kejaran si Hachiko yang rantainya
selalu dilepas setiap pukul setengah tujuh di hari kerja, berbarengan dengan
kegiatan olahraga pagi bapak. Sialnya si Hachiko selalu memilih sarapan
daripada ikut bapak berolahraga. Kuintip keberadaan si Hachiko dari jendela
terlebih dahulu, ya ia masih sarapan. Si anjing baru yang berbulu blonde masih meringkuk dan terantai. Baiklah
satu anjing dulu cukup, aku pun sudah pasrah untuk hal terburuk yang akan
menimpa.
Dua kakak
laki-lakiku masih asyik sarapan, jika nanti aksi nekat ini berjalan mulus, dua
kakak laki-lakiku akan langsung menolongku begitu tiba di jalan setapak saat akan pergi ke sekolah. Kubuka
pintu perlahan, lalu berjalan dengan tenang, ya berjalan tidak lagi berlari. Sambil
melirik kebelakang, benar saja si Hachiko mulai membuntuti sambil
mengibas-ngibaskan ekornya. Jalan setapak dari rumah menuju jalan raya terlihat
sepi, aku mulai ketakutan, si Hachiko makin mendekat. Tiba-tiba nyali besarku
mendadak hilang, berlari kencang menjadi pilihan akhir. Beruntung ada angkot 07
yang sedang berhenti karena penumpangnya turun begitu tiba di jalan raya. Tanpa
pikir panjang aku langsung naik, meninggalkan si Hachiko yang masih mengejar. Angkot
yang kutumpangi melaju tak lama setelah aku duduk di bangku belakang supir. Namun
tiba-tiba penumpang yang duduk di belakang ribut melihat ke arah jalan raya. Mereka
bilang ada anjing yang tertabrak, batin ini tersentak jangan-jangan anjing itu
si Hachiko? Ah sudahlah, bisa juga anjing lainnya.
Sepulang sekolah terlihat ada yang berbeda , halaman rumah yang biasanya dijaga makhluk berbulu, kini sepi
penjagaan. Aku masuk rumah dengan tenang. Selesai berganti baju menuju ruang
makan untuk makan siang. Kulihat ibu juga baru akan makan. Ia memanggil begitu
melihatku muncul untuk makan bersama.
“Bu, si Hachiko dan
temannya kemana? Main ya?” tanyaku penasaran sambil menyendok sayur lodeh .
“Si Hachiko mati
ketabrak mobil tadi pagi, udah dikubur sama bapak di gunung belakang. Kalau anjing
satunya, sudah dibawa teman bapak tadi siang, untuk hadiah ulang tahun anak
laki-laki teman bapak.” Papar ibu yang kemudian mulai menyendok bakwan jagung.
Pikiran ini
termenung, jadi anjing yang tertabrak pagi tadi benar si Hachiko. Apakah dia
mati karena kubenci?
Memang aku membenci area mulutnya yang selalu basah oleh air
liur yang menetes, najis jika mengenai tubuh atau pakaian, dan sangat repot
ketika membersihkannya dengan tanah. Wajah dan tubuhnya yang berbulu terlihat
menakutkan jika bukan di film. Ditambah aksinya
yang selalu membuntuti setiap pagi dan terkadang siang membuat stress, karena
yang tertanam di benak, ia akan menggigit dan mengoyak salah satu bagian tubuh
ini. Gongongannya yang berisik membuat konsentrasi belajar terganggu karena
lokasi kamarku dekat ruang tamu bagian depan rumah, paling dekat dengan
kamarmu.Akibatnya nilai ulangan harianku jeblok selama ia di rumah ini.
Begitu besar
kebencianku padamu tapi tak pernah sekalipun terlintas dalam benak ini,
berharap kematianmu. Aku hanya berharap kamu pergi dari rumah ini. Tinggal di
rumah dimana semua penghuninya menyukaimu dan tak ada yang menderita karena itu.
Rumah yang penghuninya menginginkan keberadaan dan mengerti bahasa tubuh dan
gonggonganmu. Hanya ingin kau pergi bukan kau mati. Rasa benci ini tak akan
mampu membawamu mati, jika mampu seharusnya sejak awal kematian datang
menjumpaimu. Hati ini hanya mampu membencimu saja, karena mendatangkan kematian
bukan kemampuanku. Semoga kamu senang di sana Hachiko.
#tantangan fiksi
hewan peliharaan.
#kelas fiksi
#odop batch 5
Bagus ceritanya mengalir😍
BalasHapusAh... kebawa perasaan nih... suka gitu juga saya bun kalo sama anjing... takut, enggak suka, tp... sedih juga kalo tau mati ketabrak gitu 😢
BalasHapusT_T
BalasHapus