Rabu, 11 April 2018

Tangis di Halte Bis (Tantangan 3 kata rumah,kopi, kenangan)

sumber gambar : Dreamstime.com

Brengsek!” seru si abang berbaju merah dengan celana jeans belelnya kemudian meludah. Iiish jorok gumam si gadis berbaju kuning selutut , ketiaknya yang habis dicukur terlihat jelas dari jarak dekat ketika membenahi posisi tas kw-nya. Mundur niat menjauh dari si abang yang mulai bersumpah serapah mengeluarkan nama-nama satwa yang ada di kebun binatang. Namun apa daya si gadis yang rambutnya keriting sosis sepunggung menabrak sesosok besar pria tambun yang nampak seringai hidung belang ketika tubuh bagian belakang si gadis mengenainya. IIIsh mata keranjang, ia terpaksa maju lagi namun menjaga jarak aman dari si abang yang kini memandangi ponselnya yang belayar 5,5 inc dengan wajah merah padam. Terlihat sebuah foto wanita berwajah cantik dengan rambut sebahu berwarna hitam legam tak berponi. Matanya kecil namun bulu matanya lentik, alisnya melengkung sempurna membingkai wajahnya dengan indah, bibir penuhnya menambah keseksian wajahnya, mempesona.

“Ah Jalur 9 sudah datang!” seru anak kecil bertopi kereta Thomas yang popular. Sebagian besar orang-orang mulai menyiapkan diri dan mulai menerobos masuk ketika pintu bus berwarna kuning hijau dibuka, menyisakan si abang dan si gadis. Kini halte bus bercat merah kusam dan tempat duduknya hanya tembok abu-abu mengkilat lengang seketika. Tempat duduk yang semula penuh, hanya diisi si gadis yang mulai mengikat ponytail rambut keriting sosisnya dengan karet rambut berwarna kuning belang biru. Si abang yang masih khusuk dengan ponselnya sambil berdiri di ujung kanan, tiba-tiba duduk kemudian meraung menangis sejadi-jadinya. Yaelah kenapa tuh abang-abang, badan aja keker, kumis tipis, brewokan, kok nangis di halte, alay bingit sih cela si gadis. Posisi tubuh kekar si abang yang menangis mulai dibungkukkan hingga terduduk sejajar lututnya yang tertekuk. Suara tangisnya merendah hingga  terdengar lirih memunculkan aura iba, meski hadir dari sosok segarang naga.

Mulai merasa iba, si gadis yang bersama dengannya di halte yang jarang dilalui kendaraan itu menggeser duduknya menjadi tinggal dua tapak tangan saja. Tangan putih halus dan wangi melati dengan takut-takut hendak memegang punggung yang masih berguncang. “Ini semua salah para tetangga itu!” seru si abang penuh emosi tiba-tiba sambil menegakan badannya, membuat si gadis terperanjat loncat ke belakang sambil mendekap tas ke dada dengan kedua tangannya.

“Te…tetangganya kenapa Bang?” tanya si gadis sedikit takut-takut.

“Kalau saja tetangga saya itu menasehati tidak diam saja, pasti tak akan jadi runyam masalahnya, kalau saja mereka peduli pada saya, kalau saja moral dan etika mereka gunakan, atau bahkan dalil agama mereka pakai, tapi apa boleh buat, mereka hanya bungkam! Diam! dengan dalih tak mau ikut campur urusan dapur orang lain! Sial!”  suara bas milik si abang terdengar menggebu meluapkan amarah sambil kadang isak teselip di antaranya. Tangannya mengepal diatas pahanya yang besar.

Aduh ni abang pasti abis ribut sama tetangganya,hmmm , kayaknya sih berat, sampe nangis-nangis kayak bayi kelaperan, alamak, tapi kasian juga sih, hmmm…

“Yang sabar ya Bang.” Si gadis mencoba berempati.

“Sabar?! Saya sudah cukup sabar Nona, saya kerja mati-matian demi apa yang menjadi mimpi kami, untuk rumah kami yang bahkan cat nya masih basah dengan warna abu tua kesukaan Luna. Tapi apa yang saya dapat Nona. Ini pasti salah Para Polisi yang terlalu sibuk mengejar buron yang kadang fiktif, padahal penjahat yang sebenarnya berkeliaran di depan mata. Jarak kantor polisi dengan rumah kami hanya terpisah sebuah jalan raya besar, dan jalan kecil sepanjang 700 meter.Parah Nona!” kali ini mata basahnya terlihat bercampur nanar memunculkan aura garang di wajahnya yang masai lalu menggeleng lemah, namun tangannya masih terkepal dengan kuat terlihat dari urat-uratnya yang makin tegang.

Tadi tetangga, sekarang polisi, emang masalahnya apa sih? Jangan-jangan abang ini buron lagi,iih, siapa Luna? Korbannya, ya ampun ngeriiii. Pikiran si gadis membuatnya menjauh sepanjang lengan dari si abang yang marahnya masih naik turun.

“ Ah tidak, ini semua salah Negaraku tercinta, dia berkhianat!”  suara bas si abang kembali menggelegar.

Si gadis terkesiap, apalagi sekarang? Negara pakai dibawa-bawa.aduuh makin enggak jelas nih abang. OMG apa dia crazy?iyuhhh, takutttt, gimana nih?tapi kasian juga dia mungkin stress kali.

“Ne…Negaranya kenapa lagi Bang?” suara si gadis masih pelan namun jelas, takut akan menyinggung si Abang, tangannya makin erat memegang tas KW nya yang berwarna silver

“ Negara ini, ah Negara ini sudah kecolongan Nona, kecolongan banyak! Negara ini banyak kecolongan para wanita dari pengasuhannya. Wanita pertiwi yang santun dan memiliki harga diri, menjunjung tinggi kehormatan dan jati diri, kini banyak yang mengoyaknya. Saya tidak tahu Nona, para wanita itu yang lalai atau sebalikya. Membingungkan Nona! Kasian Luna,kasihan saya! Kasihan kasihan kasihan.” Si abang kembali meratapi dirinya dan terisak.

“Memangnya ada apa dengan Luna…Bang?” si gadis yang penasaran tak bisa menahan lidahnya.

Si abang menyeka air matanya kemudian tangannya mengotak-atik ponselnya, dan memberikannya pada gadis itu dengan sebelah tangannya. Si gadis menerimanya dengan rasa penasaran yang memuncak, bibir padatnya dimonyongkannya ke depan dan melihat sebuah foto.

Foto wanita dan seorang pria berpose mesra, bertatapan dengan intens, sambil berangkulan. Mata mereka jelas menyiratkan hasrat membara penuh gairah. Mulut si gadis yang monyong kini digigitnya. Ia teringat akan kenangan yang dulu manis mendadak menjadi pahit sekarang sepahit kopi hitam tanpa gula yang selalu ia sajikan setiap pagi hasil racikan ibunya.

“Huaaaaaaaaa….!” Berganti gadis baju kuning itu kini menangis histeris, membuat si abang terkaget-kaget.

“Mengapa sekarang Nona yang menangis? Itu kan foto istri saya dengan selingkuhannya di kamar rumah kami.” Terang si abang sambil menenangkan gadis yang memasuki usia seperempat abad.

“Le…lelaki yang di foto itu, bapak saya Bang!” teriak dan  isak gadis itu semakin menjadi
“Alamak! Negara ini tak hanya kecolongan para wanita, pria pun sudah jadi makhluk lemah melankolia yang menanggalkan kegagahannya dan harga dirinya yang setia, bahkan perannya sebagai nahkoda hanya demi nafsu dunia,..”

“Kasihan kasihan kasihan oh kasihan.” Raung si abang dan si gadis bersamaan.

“Ibu lihat ada orang gila!” tunjuk seorang bocah dari jarak lima meter, si ibu langsung memegang tangan bocah itu.

“Ayo kita naik becak saja tak usah naik bus, jaman sekarang memang sudah banyak orang yang tak waras.” Mereka berlalu meninggalkan dua orang yang meratapi sakit hati mereka.

END.

#tantanganrumah,kopi,kenangan
#kelas fiksi
#onedayonepost
#odopbatch5

13 komentar:

  1. Hoooo~~~ :o
    Kudu baca bolak-balik biar ngerti nih XD
    /Itu mah kamunya yang telmi/

    BalasHapus
    Balasan
    1. 😊, ceritanya kurang mudah di cerna ya mba?😁

      Hapus
  2. Panjang kali bunda... but good 👍👍👍

    BalasHapus
  3. Huah... bunda, baca ini kok saya jadi terkenang trio aji dengan percakapan menggelitik mereka.
    The best, tak diragukan lagi, mastah 😇😍👍

    BalasHapus
  4. Keren bun 😍
    Bikin fiksi tentang Nabhan dong bun 😂

    BalasHapus