sumber gambar : Dreamstime.com
“Brengsek!” seru si abang berbaju merah dengan
celana jeans belelnya kemudian
meludah. Iiish jorok gumam si gadis
berbaju kuning selutut , ketiaknya yang habis dicukur terlihat jelas dari jarak
dekat ketika membenahi posisi tas kw-nya. Mundur niat menjauh dari si abang
yang mulai bersumpah serapah mengeluarkan nama-nama satwa yang ada di kebun
binatang. Namun apa daya si gadis yang rambutnya keriting sosis sepunggung
menabrak sesosok besar pria tambun yang nampak seringai hidung belang ketika
tubuh bagian belakang si gadis mengenainya. IIIsh
mata keranjang, ia terpaksa maju lagi namun menjaga jarak aman dari si abang
yang kini memandangi ponselnya yang belayar 5,5 inc dengan wajah merah padam.
Terlihat sebuah foto wanita berwajah cantik dengan rambut sebahu berwarna hitam
legam tak berponi. Matanya kecil namun bulu matanya lentik, alisnya melengkung
sempurna membingkai wajahnya dengan indah, bibir penuhnya menambah keseksian
wajahnya, mempesona.
“Ah Jalur 9 sudah datang!” seru anak kecil bertopi kereta Thomas yang
popular. Sebagian besar orang-orang mulai menyiapkan diri dan mulai menerobos
masuk ketika pintu bus berwarna kuning hijau dibuka, menyisakan si abang dan si
gadis. Kini halte bus bercat merah kusam dan tempat duduknya hanya tembok
abu-abu mengkilat lengang seketika. Tempat duduk yang semula penuh, hanya diisi
si gadis yang mulai mengikat ponytail rambut keriting sosisnya dengan karet
rambut berwarna kuning belang biru. Si abang yang masih khusuk dengan ponselnya
sambil berdiri di ujung kanan, tiba-tiba duduk kemudian meraung menangis
sejadi-jadinya. Yaelah kenapa tuh
abang-abang, badan aja keker, kumis tipis, brewokan, kok nangis di halte, alay
bingit sih cela si gadis. Posisi
tubuh kekar si abang yang menangis mulai dibungkukkan hingga terduduk sejajar
lututnya yang tertekuk. Suara tangisnya merendah hingga terdengar lirih memunculkan aura iba, meski
hadir dari sosok segarang naga.
Mulai merasa iba, si gadis yang bersama dengannya di halte yang jarang dilalui
kendaraan itu menggeser duduknya menjadi tinggal dua tapak tangan saja. Tangan putih
halus dan wangi melati dengan takut-takut hendak memegang punggung yang masih
berguncang. “Ini semua salah para tetangga itu!” seru si abang penuh emosi
tiba-tiba sambil menegakan badannya, membuat si gadis terperanjat loncat ke
belakang sambil mendekap tas ke dada dengan kedua tangannya.
“Te…tetangganya kenapa Bang?” tanya si gadis sedikit takut-takut.
“Kalau saja tetangga saya itu menasehati tidak diam saja, pasti tak akan
jadi runyam masalahnya, kalau saja mereka peduli pada saya, kalau saja moral
dan etika mereka gunakan, atau bahkan dalil agama mereka pakai, tapi apa boleh
buat, mereka hanya bungkam! Diam! dengan dalih tak mau ikut campur urusan dapur
orang lain! Sial!” suara bas milik si
abang terdengar menggebu meluapkan amarah sambil kadang isak teselip di
antaranya. Tangannya mengepal diatas pahanya yang besar.
Aduh ni abang pasti abis ribut sama
tetangganya,hmmm , kayaknya sih berat, sampe nangis-nangis kayak bayi
kelaperan, alamak, tapi kasian juga sih, hmmm…
“Yang sabar ya Bang.” Si gadis mencoba berempati.
“Sabar?! Saya sudah cukup sabar Nona, saya kerja mati-matian demi apa
yang menjadi mimpi kami, untuk rumah
kami yang bahkan cat nya masih basah dengan warna abu tua kesukaan Luna. Tapi
apa yang saya dapat Nona. Ini pasti salah Para Polisi yang terlalu sibuk
mengejar buron yang kadang fiktif, padahal penjahat yang sebenarnya berkeliaran
di depan mata. Jarak kantor polisi dengan rumah
kami hanya terpisah sebuah jalan raya besar, dan jalan kecil sepanjang 700
meter.Parah Nona!” kali ini mata basahnya terlihat bercampur nanar memunculkan
aura garang di wajahnya yang masai lalu menggeleng lemah, namun tangannya masih
terkepal dengan kuat terlihat dari urat-uratnya yang makin tegang.
Tadi tetangga, sekarang polisi, emang masalahnya apa
sih? Jangan-jangan abang ini buron lagi,iih, siapa Luna? Korbannya, ya ampun
ngeriiii. Pikiran si gadis
membuatnya menjauh sepanjang lengan dari si abang yang marahnya masih naik
turun.
“ Ah tidak, ini semua salah Negaraku tercinta, dia berkhianat!” suara bas si abang kembali menggelegar.
Si gadis terkesiap, apalagi
sekarang? Negara pakai dibawa-bawa.aduuh makin enggak jelas nih abang. OMG apa
dia crazy?iyuhhh, takutttt, gimana nih?tapi kasian juga dia mungkin stress kali.
“Ne…Negaranya kenapa lagi Bang?” suara si gadis masih pelan namun jelas,
takut akan menyinggung si Abang, tangannya makin erat memegang tas KW nya yang
berwarna silver
“ Negara ini, ah Negara ini sudah kecolongan Nona, kecolongan banyak!
Negara ini banyak kecolongan para wanita dari pengasuhannya. Wanita pertiwi
yang santun dan memiliki harga diri, menjunjung tinggi kehormatan dan jati
diri, kini banyak yang mengoyaknya. Saya tidak tahu Nona, para wanita itu yang
lalai atau sebalikya. Membingungkan Nona! Kasian Luna,kasihan saya! Kasihan
kasihan kasihan.” Si abang kembali meratapi dirinya dan terisak.
“Memangnya ada apa dengan Luna…Bang?” si gadis yang penasaran tak bisa
menahan lidahnya.
Si abang menyeka air matanya kemudian tangannya mengotak-atik ponselnya,
dan memberikannya pada gadis itu dengan sebelah tangannya. Si gadis menerimanya
dengan rasa penasaran yang memuncak, bibir padatnya dimonyongkannya ke depan
dan melihat sebuah foto.
Foto wanita dan seorang pria berpose mesra, bertatapan dengan intens,
sambil berangkulan. Mata mereka jelas menyiratkan hasrat membara penuh gairah.
Mulut si gadis yang monyong kini digigitnya. Ia teringat akan kenangan yang dulu manis mendadak
menjadi pahit sekarang sepahit kopi
hitam tanpa gula yang selalu ia sajikan setiap pagi hasil racikan ibunya.
“Huaaaaaaaaa….!” Berganti gadis baju kuning itu kini menangis histeris, membuat si abang
terkaget-kaget.
“Mengapa sekarang Nona yang menangis? Itu kan foto istri saya dengan
selingkuhannya di kamar rumah kami.” Terang si abang sambil menenangkan gadis
yang memasuki usia seperempat abad.
“Le…lelaki yang di foto itu, bapak saya Bang!” teriak dan isak gadis itu semakin menjadi
“Alamak! Negara ini tak hanya kecolongan para wanita, pria pun sudah
jadi makhluk lemah melankolia yang menanggalkan kegagahannya dan harga dirinya
yang setia, bahkan perannya sebagai nahkoda hanya demi nafsu dunia,..”
“Kasihan kasihan kasihan oh kasihan.” Raung si abang dan si gadis
bersamaan.
“Ibu lihat ada orang gila!” tunjuk seorang bocah dari jarak lima meter,
si ibu langsung memegang tangan bocah itu.
“Ayo kita naik becak saja tak usah naik bus, jaman sekarang memang sudah
banyak orang yang tak waras.” Mereka berlalu meninggalkan dua orang yang
meratapi sakit hati mereka.
END.
#tantanganrumah,kopi,kenangan
#kelas fiksi
#onedayonepost
#odopbatch5
Hoooo~~~ :o
BalasHapusKudu baca bolak-balik biar ngerti nih XD
/Itu mah kamunya yang telmi/
😊, ceritanya kurang mudah di cerna ya mba?😁
HapusPanjang kali bunda... but good 👍👍👍
BalasHapusMakasih mba😊
HapusHuah... bunda, baca ini kok saya jadi terkenang trio aji dengan percakapan menggelitik mereka.
BalasHapusThe best, tak diragukan lagi, mastah 😇😍👍
Reuni nyok 😁
HapusKeren bun 😍
BalasHapusBikin fiksi tentang Nabhan dong bun 😂
Hmm nabhan ya, susah hihihi😂
HapusHuwaa kerenn kakkk💕
BalasHapusMakasih mba amel
HapusHuwaa kerenn kakkk💕
BalasHapusWow banyak satirenya ya..
BalasHapusBeneran satire mba wid, wah 😍
Hapus