Jumat, 23 Maret 2018

Tikus dalam Perangkap

sumber gambar : www.rumah123.com



“Kau tahu, aku pagi buta ini sudah dimandikan untuk tugas mulia yaitu menjadi pembersih.” Cerita Sam sambil mengunyah makanan.

Tubuhnya yang kurus kering terkadang menggigil, dan ia hanya menggosok-gosokan tangan ke bagian tubuh yang dingin agar lebih hangat.

“Aku berterimakasih padamu yang sudah sudi menemaniku sarapan pagi ini.” Susu dalam gelas kini mulai diteguknya sedikit.

“Agar tidak bosan aku akan bercerita bagaimana rasanya dimandikan itu. Sensasinya seperti kau sedang berlibur di tanah bersaju dan terbenam di dalamnya, dingin sekali.” Uap masih keluar dari mulut Sam yang sesekali berhenti mengunyah.

“Aku yakin kau tidak akan menyukainya, apalagi setelahnya kau bertugas, sekalipun itu tugas mulia menjadi pembersih. Tak selamanya menjalani tugas mulia itu menyenangkan, botol-botol itu baunya sangat menyengat, ditambah kulit kacang yang bersatu dengan muntahan yang lengket tak kalah menyengat disbanding botol-botol berwarna itu. Kau pasti akan merasa mual.”

Mata Sam yang sedari awal terus memperhatikan apa yang ada di depannya sesekali menunduk tak tega. Ingin ia melakukan sesuatu tapi ia masih ragu.

“Kau tahu? Aku merasa kalau kita sama. Kau dan aku sama-sama terperangkap.” Lirih Sam.
Suara decitan dari balik jeruji membalas lirihnya, mata kecil kini menatap mengiba ke mata Sam.

“Aku tahu kau ingin bebas, tapi sudah terlambat, sebagian tubuhmu sudah lengket, dan kini tinggal menunggu waktu saja.”

Sam memberi si pemilik decitan itu sepotong kecil roti yang sudah disiapkan dan disambut baik oleh si penerima.

“Kau tahu, makan bisa jadi hal baik dan hal buruk. Hal baik untukmu karena kau mati tidak dalam keadaan lapar. Sedangkan makan buruk untukku karena aku diberi makan untuk menjadi ‘makanan’ bagi yang lain yang mengharuskanku hidup.” Air mata Sam mulai mengalir, bocah lelaki itu merasa gelap dan nanar.

“Aku mulai berpikir.” Sam mencoba menghapus air matanya, ia melihat sepotong roti yang diberikan pada si pemilik decitan sudah hampir habis dimakan.

“Apa karena aku menjebakmu dalam perangkap ini maka aku juga terjebak disini? Kalau memang begitu, seharusnya aku akan cepat mati setelah makan sepertimu. Tapi tidak bagiku, mengapa aku terjebak di sini dan masih hidup? mati lebih baik buatku. Aku ingin bertukar tempat denganmu.”

Suara Sam penuh emosi, ingin ia berteriak melampiaskan, tapi dirinya hanya sendiri disini.
Matanya yang basah mulai menyaksikan si pemilik suara berdecit mulai kesakitan dan mengerang, tubuhnya seperti terkena sengatan listrik, muntah, tersiksa, lalu tak lama sudah tak bernyawa.

“Sam! Cepat mandi, para paman akan segera datang, kau harus bersiap!” teriakan yang dibenci telinga Sam sehabis ia diberi makanan enak didengarnya.

“Ini saatnya aku masuk perangkap dengan sukarela sepertimu. Para paman itu akan datang dan memperlakukanku seperti boneka mainannya. Menjijikan dan menyiksa, aku didandani dengan pakaian yang bagus dan mahal agar tampak menyejukan mata. Tapi itu adalah racun mematikan seperti roti yang kau makan.” Getir Sam.

Ia bangkit dari duduknya, membersihkan dirinya dan berhias dengan pakaian yang bagus. Rambutnya yang tipis kini telah kelimis, tubuhnya telah wangi karena parfum impor yang diharuskan disemprot di bajunya.

Ia menanti di sebuah kamar luas yang bagus dan mewah, sejuk karena AC, dengan beragam makanan tersaji di meja.

Ia tinggal menunggu ‘sepotong roti’ yang akan membuatnya sesak, sakit, dan ia berharap kali ini akan langsung mati.

“Hallo Sam, paman sudah kangen denganmu.”

Maafkan aku karena telah menjebakmu dan membuatmu mati perlahan. Tapi kumohon kali ini bawalah aku mati bersamamu, karena aku sudah tak tahan terus memakan ‘sepotonng roti.

Jerit Sam dalam hati sambil membayangkan seekor tikus yang mati dalam perangkapnya tadi pagi.

#onedayonepost
#odopbatch5
#menjelang lulus.


Tangan-Tangan Kecil

sumber gambar ; pixabay/google



Tangan-tangan kecil berebut bantuan

Sambil menjerit dan berteriak dalam kebisuan

Luka dan derita yang tak semestinya digenggam

Malah bergelayut di dalam dada dan jiwa

Pada siapa mereka harus menuntut?

Perlindungan dan kasih sayang

Atau  sekedar rasa belas kasihan

Atas derita yang tak seharusnya

Haruskah ia ke pengadilan sendiri

Mengadu dan menuntut keadilan

Rasa aman dan gembira yang semestinya diterima

Hanya bisa menjadi mimpi dalam buaian

Haruskah mereka menanti hingga hari peradilan

Dimana tuntutan mereka akan  tertuju pada siapa saja

Yang telah mengabaikan hak-hak mereka

Dan berlaku aniaya pada mereka

Siapa-siapa itu tak kan bisa lari darinya

#onedayonepost
#odopbatch5
#menjelanglulus
#stopkekerasanpadaanak

Kamis, 22 Maret 2018

Rumah Kita

sumber gambar : google/vectorstock



Barang siapa dari kita yang merasa nyaman dan bahagia ketika berada di rumah, maka ia adalah orang yang berbahagia dan beruntung. Rumah baginya bukan hanya sekedar tempat singgah atau berlindung dari panas matahari dan deras air hujan.

Rumah yang  jadikannya tempat berbagi kasih sayang, mencurahkan keluhan dan masalah, tempat berbagi persoalan dan penyelesaian. Semangat dan harapan ditumbuhkan di sana. Hingga terkumpul setumpuk asa yang menggunung membentuk ikatan kasih tanpa sengaja karena susah dan senang diewati bersama.

Sedih, sesak dan berat rasanya untuk melangkah, ketika harus meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempat tumbuh dan berkembang, melalui banyak tantangan dan melampauinya. Namun itulah nyatanya, terkadang sang penghuni rumah harus rela meninggalkan rumah mereka demi masa depan yang menanti untuk dicapai.

Berpisah dengan anggota keluarga lainnya yang namanya telah terpatri dalam hati. Maka tangis di pelupuk mata tak tertahan lagi. Biarlah ia mengalir kali ini, namun jangan siakan alirannya dengan saling melupakan dan menghilang dari prasasti persaudaraan.

Berpisah dari rumah yang satu, selalu akan ditemui rumah yang lainnya demi mewujudkan mimpi yang telah lama dirindu nyatanya. Keluarga baru yang bisa jadi lebih besar dari rumah yang kita tinggalkan. Persaudaraan baru yang pasti akan menambah semangat menjalani lika-liku dalam menuntaskan mimpi untuk diwujudkan

Maka, di rumah manapun kita berada. Selama persaudaaan itu masih ada, tantangan dilampaui bersama, semangat dan harapan dihidupkan di sana, masih berbagi suka dan duka, maka kita masih bisa menjadi yang beruntung dan berbahagia. Itulah rumah kita. Syukurilah karena dengan syukur menggandakan nikmat bagi kita.

#onedayonepost
#odopbatch5
#selfremovedarimars
#edisipindahrumahkebumi
#menjelanglulus





Waktu Tentang

sumber gambar:google


Waktu memang tak bisa diputar kembali.

Karena itulah ia berharga.

Karena itulah kenangan itu bermakna.

Karena itulah setiap jumpa disertai dengan pisah.

Namun bukan itu persoalannya

Ini hanya sebuah tentang

Tentang bagaimana membuat waktu itu berharga

Tentang bagaimana membuat kenangan yang bermakna

Tentang bagaimana membuat sebuah jumpa berakhir dengan perpisahan yang bahagia tanpa saling melupa
 
Maka ingatlah berharganya waktu 

Ingatlah kenangan yang bermakna itu

Buatlah kisah jumpa dan pisah yang menghangatkan kalbu

Yogyakarta, 22 Maret 2018

22.25

#onepostoneday
#odopbatch5
#menjelanglulus
#pindahandarimarskebumi


Selasa, 20 Maret 2018

Senang Sekali

sumber gambar: PSD/google

“Jadi kamu waras?”

Hiruk pikuk pagi ini tak dipedulikannya ketika melontarkan pertanyaan itu. Nada bicara pun datar saja,

“Iya, orang-orang bilang aku begitu, menurutku mereka kurang rekreasi makanya berkata seperti itu.”  Wajahnya santai menjawab sambil sesekali melempar senyum.

“Ah…begitu rupanya, darimana kamu tahu mereka kurang rekreasi?”

“Coba saja kamu perhatikan mereka, setiap hari jarang sekali dari mereka yang tersenyum satu sama lain, mereka hanya tersenyum jika ada yang menyala. Wajah mereka lebih banyak yang muram, bahkan ketika makan atau minum, saat bersama keluarga pun. mereka masih pasang tampang muram.”

“Hmmm, benar juga apa yang kamu bilang, padahal mereka pakaiannya rapi dan berkendaran, harum dan sedap di pandang, kontras sekali denganmu.”

“Tapi meskipun tampilan luar begini, aku selalu tersenyum setiap hari karena sering rekreasi . Orang yang tak dikenal saja kusenyumi, saking bahagianya. Kau yang selalu diam dan hanya dilalui begitu saja oleh mereka pun, kuajak berbincang agar tidak kesepian, lihat betapa baiknya aku.” Senyumannya kini makin lebar, deretan gigi kuningnya mulai terlihat jelas.

“Iya kamu memang baik mengajakku berbincang tapi jangan membuatku bau dengan air senimu itu, pergilah ke semak-semak sana jika mau buang air.”

Hahahaha, aku salah mengenalimu karena tadi masih gelap, kukira kamu kakus warnamu yang hitam putih mengingatkanku kepadanya.”

“Baiklah aku akan maklum untuk kali ini, lain kali kamu jangan salah mengenali lagi ya.”

“Hehehe, iya, tapi sepertinya ini yang terakhir kali, aku harus pergi jemputanku sudah datang.”

Sebuah mobil hitam mewah melintas di hadapan dan sesaat berhenti tak jauh dari tempat mereka berada.

Lho kamu mau kemana?” teriaknya.

“Rekreasi dong, biar tetep waras, hahahaha, sampai jumpa.” Lambaian tangannya mengudara, sambil menuju mobil mewah itu.

“Hei! Mau apa kamu? Pergi sana!” sebuah hardikan yang keras diterimanya.

Hahahaha, kamu kurang rekreasi ya, pagi-pagi sudah marah-marah, hahahaha.

Security! Usir orang gila ini dari komplek kantor, menjijikan.”

Dua buah tangan memeganginya dan membawanya kembali pada tempat semula di seberang jalan.

“Lho kok kamu balik lagi?”

Ah! Inilah akibatnya kalau supir lupa kuberi ijin untuk liburan sama keluarganya. Ia lupa dengan majikannya, dan malah marah-marah. Rekreasi itu penting untuk kesehatan jiwa.” Sesalnya.

“Ya sudah kamu rekreasi di sini saja, mudahkan?”

Hmm, baiklah daripada tidak sama sekali, hahahaha.”

Segerombolan gadis melintasi mereka dengan takut-takut bahkan setengah berlari ketika menyebrangi jalan.

“Eh, itu bukannya Pak Waras ya?” tanya salah seorang gadis berbaju kuning ketika sampai diseberang jalan.

“Ah yang bener?! tapi kalau diperhatikan iya bener itu Pak Waras mantan kepala bagian keuangan.” Jawab gadis berbaju merah.

“Kasihan ya, anak juga istrinya dibunuh sama perampok, padahal waktu itu Pak Waras baru dapat cuti buat liburan bareng keluarganya. Dia sering lembur dan keluarganya sering ngeluh karena liburan keluarga mereka gagal terus. Padahal dia atasan yang baik, aku enggak pernah kena marah kalau kerjaanku salah. Enggak disangka hidupnya bakal begitu.”

Gadis-gadis itu pun pergi masuk ke dalam kantor. Yang tertinggal hanya deru-deru kendaraan yang memadati jalan dan suara tawa yang sesekali mengudara memberi warna jalanan yang penuh sesak.

#onedayonepost
#odopbatch5
#menjelanglulus