Rabu, 31 Januari 2018

Pria di Kedai Teh part 2




Bumi diguyur hujan sejak subuh, hingga kini pukul 11 siang hujan  masih betah membasahi bumi.Manjanik yang baru tiba di kedai masuk lewat pintu belakang dan menggantung jas hujannya.Ruang loker menjadi tujuan Manjanik selanjutnya, untuk sekedar mandi dan berganti seragam setelah lelah berlatih jiujitsu , olahraga beladiri yang digelutinya sejak duduk di sekolah menengah.

Aroma teh chamomile menyeruak di dapur begitu Manjanik masuk. Segar terasa hingga ke otak.

“ Pesanan Mas Han?” Tanya Manjanik pada Han si peracik teh.

“ Iya, pesanan meja no 13, kamu antar ya” pinta Han begitu selesai menuang teh kedalam mug berwarna abu-abu.

Pesanan no 13?! Jangan-jangan… Manjanik menerka-nerka dan berharap pria itulah yang menjadi pemesannya.

Diantarkannnya pesanan teh menuju meja no 13 dengan perasaan yang berdebar-debar. Namun Manjanik harus menelan kecewa dilihatnya meja itu kosong hanya sebuah tas tersimpan di meja, menandakan meja ini berpemilik. Tapi si pemilik mungkin sedang ke toilet atau keluar entah kemana.

Diletakannya teh itu di meja lalu ditinggalkannya, kembali ke dapur.

“ Aduuh Janik kok baru datang sih!!” seru Moli begitu Manjanik menyimpan nampan di meja.

“ Inikan hari sabtu Moli, jadwalku berlatih “ jawab Manjanik singkat lalu duduk di kursi pantry.

“ Oh iya ya, Moli lupa, tapi kamu mau tahu nggak?” Tanya Moli dengan gaya sok misteriusnya.

“ Tahu apa?” jawab Manjanik datar.

“ iih, Janik datar amat sih responya, si Pria tampan sejagat itu dia, ah kasih tahu enggak ya …” Moli menggatung kalimatnya.
Mendengar kata pria tampan sejagat, Manjanik langsung antusias namun tak dikentarakannya, jaga gengsi rupanya.

“ Ada apa dengan pria tampan sejagat itu?” Tanya Manjanik masih dengan nada datar untuk menyembunyikan rasa penasarannya.

“Aaah, kamu masih saja datar, okelah Moli menyerah , Moli sudah tidak sanggup menahannya sendirian” ucap Moli berlebihan sambil memeluk kedua tangannya, Manjanik hanya tersenyum melihat tingkah Moli, namun senyumnya seketika hilang ketika Moli melanjutkan percakapan.

“ Kayaknya si pria tampan sejagat itu ada sesuatu sama ibu kamu Janik “ ujar Moli dengan mimik serius.

“ Hubungan apa maksud kamu?” Manjanik jadi penasaran

“ Ya entahlah, tapi sejak pria sejagat itu ketemu ibu kamu tadi pagi, dia terlihat kaget dan aduh gimana ya jelasinnya, terpesona dan ah! Pandangannya ke ibu bos itu beda banget pokoknya” papar Moli.
Manjanik tertegun sesaat,

Moli meskipun dia berlebihan dalam hal penuturan tapi dia orang yang jujur. Mengatakan apapun yang dilihatnya sebenar-benarnya.

Jika memang si pria tampan sejagat itu menyukai ibu, apakah aku  akan patah hati? tanya Manjanik dalam hati.
Tapi tunggu dulu, masih terlalu cepat untuk patah hati, lagi pula selama ini aku hanya terpesona saja belum lebih dari itu. Tuturnya kemudian.

“ Halloooo, kok malah bengong sih Janik?”  suara Moli membawa Manjanik kealam sadarnya.

“ Kenapa? Patah hati juga ya kayak Moli?” selidik Moli sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Manjanik

“ Moli, jangan bilang siapa-siapa ya “ ucap Janik dengans serius, Moli pun mulai memasang wajah serius dan penasaran.

“ Janik patah hati…tapi bohong!!” seru Manjanik membuat Moli terkaget.

“ Iiih, Janik nakal! Moli kaget tahu!” teriak Moli karena Manjanik langsung berlalu meninggalkannya menuju meja kasir.

Di meja kasir ibunya masih sibuk memberi nota dan uang kembalian kepada pelanggan. Manjanik memilih duduk di bangku samping dekat meja yang tersimpan menu di atasnya. Perlahan Manjanik mulai memperhatikan ibunya. Wajah ibunya yang masih sangat cantik dan terlihat muda mendadak membuatnya iri. Tubuhnya yang bugar dan sehat di usia matangnya bahkan membuat Manjanik menjerit.

Yah wajar saja jika si pria tampan sejagat itu terpesona oleh ibu. Usia mereka mungkin di level yang sama, usia matang. Tentu pria matang lebih tertarik pada wanita yang matang pula. Tapi kenapa aku menjadi repot soal ini? Apa aku benar-benar jatuh cinta pada pria tampan sejagat itu?. Ho ho ho, jangan bodoh Janik, namanya pun kau tak tahu. Gerutu Manjanik dalam hati.

Tapi apa salah jika jatuh cinta pada pria matang? Tapi bagaimana jika ibu memang punya hubungan dengan pria tampan itu dibelakangku?Tanya pun menggantung dalam hati Manjanik.
Bersambung.
#onedayonepost
#odopbatch5

Selasa, 30 Januari 2018

Sabtu Malam Nono



Sabtu malam Nono sendirian di rumah. Ibu dan bapak pergi ke pertemuan di balai desa. Mang Jaja sang
 asisten rumah tangga ijin kencan bersama istrinya yang datang menjenguk dari kampung. Maklum saja
Mang Jaja baru sebulan jadi pengantin baru.

Tinggalah Nono yang kesepian, luntang-lantung tak ada kerjaan. Mau nonton TV tapi kabelnya putus,
Mau main game online tapi tak ada kuota, main catur tak ada lawannya. Akhirnya Nono pergi ke balkon.
Dibawanya minuman bersoda dan satu cup mie instan.

Malam itu kebetulan rembulan bersinar terang, jadi teman Nono yang asyik menyeruput mie instan.

“ Oh rembulan temanilah daku yang kesepian ini! “ teriak Nono melankolis, lalu diteguknya minuman
cola miliknya “ Euuuu!” ia pun bersendawa.

“ Ish! Joroknya !”

“ Hehehe maaf, Nono tak sengaja, jangan marah ya Bul “ Rayu Nono

“ Oke, marah itu bikin kriput, aku tak mau kriputku tambah banyak “

“ Tenang Bul, kalau dari tempat Nono sekarang lihat kamu, kamu flawless kok “

 Halah gombal!, jangan mau kemakan rayuan gombalnya Nono, dia kebanyakan makan iklan sama baca Dilan “ sela sebuah suara.

“ Kamu jangan cemburu gitu dong Intan, kalau aku tak kemakan iklan, kamu tak jadi kubeli dan kumakan
lho” rayu Nono sambil melihat Mie Instan dan menyeruputnya lagi hingga habis.

“ Hihihi, apa yang kamu lakukan pada intan itu jahat! “ ujar si Cola

“ Lho..lho…Kok kamu malah ikutan mojokin aku sih Lala Cola?” balas Nono

“ Habis yang kamu rayu cuma si Bul  saja, aku sama intan kauperlakukan habis manis sepah dibuang,
huh!” jawab si Cola ketus

“ Waduh… jangan ketus Lala Colaku, ketus itu berat, padahal kamu kan ringan di perut dan
tenggorokan” gombal Nono lalu diteguknya lagi minuman cola itu sampai habis.

“ Nah, Nono kan pecinta wanita namun bukan buaya, jadi Nono akan antarkan Lala Cola dan Intan ke
bank sampah besok setelah Nono cuci , baik kan Nono?” ucap Nono percaya diri.

“ Oke Bul, makasih banyak ya, sudah menemani sabtu malamnya Nono yang biru, berhubung Nono
sudah kenyang, Nono mau tidur dulu kita ketemu di mimpi ya Bul “ pamit Nono.

Rembulan pun tersenyum melihat tingkah Nono yang mencoba mengusir rasa sepinya.

“ Bul kok krim anti aging tak dipakai sih?! kan jadinya masih keriput ketemu Nono-nya” protes Nono

“ Bul bukan korban iklan kayak Nono, lagian Bul tak mau bohong “

“ Kamu benar Bul, jujur itu hak kamu, tapi kita usai disini ya, bye Bul “.

# onepostoneday
#odopbatch5

Senin, 29 Januari 2018

Ramli dan Layang-layang



Di suatu siang yang cerah dan berangin, Ramli asyik mengejar layang-layang yang putus terbawa angin. Pandangan Ramli terus menengadah memperhatikan laju layang-layang itu.

 Laju layang-layang itu terhenti pada sebuah pohon tinggi dan besar, daunnya cukup rimbun , dahannya terlihat kokoh dan kuat. 
Ramli tidak tahu pohon apa itu, yang jelas layang-layang itu tersangkut di dahan yang paling tinggi. Ramli memanjat pohon itu, hingga ke dahan tempat layang-layang itu tersangkut. 

Ramli kemudian duduk di dahan yang ternyata cukup besar dan kokoh . Diambilnya layang-layang itu, ternyata kertas bagian ujung kanan diagonalnya robek sedikit.

Alih- alih turun dan bermain layang-layang, Ramli memilih duduk sejenak di atas pohon itu sembari melihat pemandangan sekitar.

Terlihat sawah yang tinggal sedikit, pohon yang tak begitu banyak, sisanya tinggal bangunan-bangunan dari yang menjulang tinggi hingga yang di bawah badan jalan. 

Tampak berbeda di mata Ramli pemandangan itu, membuatnya merasa nyaman.

“ Hoi jadi turun tidak? “ sebuah suara mengusik kesyahduan Ramli menikmati alam sekitar.

“ Ah, kau ini mengganggu saja orang yang sedang asyik “ jawab Ramli

“ Alah, begitu saja marah, belum makan ya kau?!” suara itu kembali menggodanya

“ Ini bukan jam makanku, jadi wajar saja kalau aku sedikit lapar kan?” kali ini Ramli menyertakan senyuman getir di bibirnya yang tipis

“ Alamak, macam orang kantoran saja pakai jam makan “ suara itu kembali membuat Ramli kesal. Kali ini Ramli kesal betul,  dilihatnya layang-layang berwarna merah ungu itu dengan tatapan membunuh. 

Tapi , si layang-layang malah bermain mata membuat Ramli urung merobeknya.

“ Apa sih yang kau lihat ?”  Tanya si layang-layang.

“ Banyak yang kulihat, kau tengok saja sendiri “ jawab Ramli sedikit ketus

  Alah, aku sudah sering melihat pemandangan, bahkan dari tempat yang lebih tinggi dari ini, tak ada yang asyik, semua biasa saja “

“ Itu karena kamu tak punya rasa estetika, dasar kertas!” ejek Ramli

“ Bah! macam orang sekolah  saja punya rasa estetika “ umpat si layang-layang

“ Cih! Tak perlu sekolah untuk punya rasa estetika, aku ini tak bersekolah tapi bisa tahu mana yang indah mana yang tidak.”

“ Ah kau tak sekolah rupanya, mengapa?”

“ Jika aku sekolah, badanku akan penuh lebam dan berwarna warni sepertimu, tongkat dan sapu lidi akan menjerit-jerit karena terus dipakai menghantamku, dan si kaleng kue kosong itu akan terbang ke arahku meminta untuk digendong “ papar Ramli dengan tatapan kosong. 

Terlihat pelipis Ramli yang berwarna ungu berbaur biru, lengan dan kakinya bak layang-layang yang berwarna bahkan terlihat basah seperti baru diberi tinta.

“ Hmmm, kalau begitu kau ikut terbang saja bersamaku dan lihat pemandangan indah  sepuasmu” ajak si layang-layang

“ Ah itu baru benar, kali ini kau cukup waras, baiklah ayo kita terbang “

Ramli turun dari pohon membawa serta layang-layangnya. Tak jauh dari pohon itu terdaapat tanah lapang, Ramli segera membenahi si layang-layang dan memasangkan benang padanya. Diterbangkannnya si layang-layang dengan riang gembira, sebagai pengobat derita.

 Tak lupa Ia pun berdendang “  Layang-layang…. Layang-layang yang kusayang “.

#TantanganKe-2
#TantanganODOP
#onepostoneday
#odopbatch5


Minggu, 28 Januari 2018

Kipas Angin





Gani sibuk mengacak-acak kamar kosnya. Meja belajarnya berantakan, lemari pakaian isinya terhambur keluar, rak buku pun kosong karena bukunya tercecer semua di lantai.

Kini giliran kardus-kardus kecil di kolong tempat tidurnya yang menjadi sasaran. Entah apa yang dicari Gani. 

Keringatnya sudah mulai bercucuran, kamar kos yang sempit dengan kipas angin yang sudah jadi bangkai, mulai terasa bagai oven pembuat roti. 

Gani sudah menelisik semua sudut kamarnya demi sesuatu yang dicarinya itu. Ia hampir menyerah, direbahkan tubuhnya yang kurus di kasur dan menarik napas. 

Diseka keringatnya yang menetes ke dagu, hingga matanya tertuju pada jaket biru lusuhnya yang tertimbun diantara tumpukan baju kotor.
  
Tanpa menunggu lama Gani langsung mengobrak-abrik pakaian kotor itu dan menarik keluar jaket biru lusuhnya.

“ Ahai! Akhirnya kutemukan juga kau ” seru Gani sambil memegang secarik kertas kecil yang menggulung. Segera Gani membuka gulungan kertas kecil itu, disana terulis Jl Teratai, Gg Bima no 59, sebuah alamat rupanya.  

“ Oh jadi gadis itu tinggal di Jalan Teratai, itu sih hanya 4 blok dari sini, dekat juga rupanya 
” gumam Gani sambil senyum-senyum sendiri

“ Ah, aku jadi tak sabar ingin segera berjumpa dengan gadis itu, kipas ini harus segera kukembalikan ” ujar Gani sambil menatap kardus bergambar kipas angin yang masih tersegel rapi.

Kemarin Gani membeli sebuah kipas angin kecil dari sebuah toko elektronik. Agaknya si pelayan toko keliru memberikan bungkusan kipas anginnya. 

Kemarin di toko itu hanya Gani dan seorang gadis yang berbelanja disana. Bahkan Gani sempat melirik gadis itu. 

Wajahnya cantik, senyumannya manis, rambutnya panjang tergerai dihiasi bandana berwarna coklat polkadot. 

Gadis itu mencuri perhatian Gani. Bisa jadi si pelayan toko keliru memberikan bungkusan kipas angin miliknya karena terbius pesona gadis itu. 

Tapi siapa namanya? Gani kembali meneliti gulungan kertas kecil itu, yang tak lain adalah sebuah nota pembelian.

“ Mirna, oalah namanya Mirna ” ucap Gani sambil kembali tersenyum. 

Kemudian Gani melihat jam dindingnya sudah menunjukan pukul tiga sore. Gani kemudian mandi, sholat, dan berdandan rapi. Setelah siap, Gani mulai menghidupkan sepeda motornya dan menuju rumah gadis itu. 

Disepanjang jalan Gani terus bernyanyi “ Kamu adalah perempuan paling cantik, di negeri ku Indonesia, kamulah yang no satu,,, ”

Tanpa terasa Gani sudah sampai di depan rumah gadis itu, Jalan Teratai, Gang Bima no 59. Rumahnya besar berwarna violet, warna yang pernah disukai Gani namun kini tidak lagi. 

Rumahnya terlihat sepi dari luar, Gani pun langsung memijit bel yang tersedia dipintu gerbang rumah itu.

 Tak berapa lama, keluarlah gadis cantik itu, hari ini ia memakai bandana berwarna hijau lumut. Gani langsung merapikan penampilannya, niatnya ingin memikat hati si gadis.

“ Maaf ini dengan rumah Mbak Mirna? ” Tanya Gani begitu gadis itu dihadapannya.

“ Iya benar, saya Mirna, anda siapa ya? ”

“ Saya Gani, sepertinya kipas angin kita tertukar “ jelas Gani sambil menunjukan bungkusan yang berisi kipas angin.

“ Oh begitu, tapi maaf kipas angin milik mas Gani sudah saya kembalikan ke toko, dan saya sudah mendapat kipas angin penggantinya “ tutur Mirna, membuat Gani sedikit malu dan kikuk.

 “ Oh sudah dikembalikan ya ?” Tanya Gani retoris, Mirna pun hanya mengangguk.

“ Baiklah kalau begitu, saya tukar ke tokonya saja, maaf sudah mengganggu Mbak Mirna “ pamit Gani, Mirna pun hanya mengangguk. 

Namun saat Gani hendak meninggalkan rumah Mirna sebuah suara memanggil Mirna dari arah pintu rumah. 

Suara itu tidak asing ditelinga Gani, bahkan Gani sangat mengenal suara ini. Suara yang dulu sering memanggilnya dan Gani sangat rindu akan suara itu.

Rasa rindunya membuat Gani kembali menoleh kearah suara itu berasal. Betapa tak kuasa ia membendung air matanya ketika ia melihat sosok dibalik suara itu adalah seorang wanita. 

Mirna mendatangi wanita itu dan memeluknya manja. Betapa Gani iri melihat Mirna bisa memeluk wanita yang ingin dipeluknya juga setelah dua puluh tahun lamanya. 

Namun wanita itu hanya sekilas melihat ke arah pintu gerbang dimana Gani berada lalu  menghilang masuk ke dalam rumah bersama Mirna.

Kini tinggalah Gani menahan sesak di dada dan air matanya yang terus mengalir tanpa diminta. Bagi Gani Ibu adalah sosok yang selalu dirindukannya selama dua puluh tahun ini, akhirnya ia bisa melihatnya meski dari jauh. 

Ibu yang meninggalkanya disebuah panti asuhan ketika ia masih berumur lima tahun. Ibu yang ingin ia lupakan sosok dan kenangannya karena tak kunjung menepati janjinya untuk kembali menjemput Gani bersamanya. 

Namun Gani tak bisa, Tuhan memberinya anugerah dapat mengingat setiap detil dimasa kecilnya. Meski waktu sudah berlalu selama dua puluh tahun, Gani masih bisa mengenali ibunya, terutama suaranya.

Gani tak meyangka kipas angin yang tertukar membawanya menemukan sang ibu yang telah lama hilang. 

Gani menyalakan kipas angin, ingin merasakan angin sejuk dari kipas angin yang telah ditukarnya di toko. 

Namun bukan angin semilir yang membawa kesejukan yang dirasakannya melainkan angin dingin yang menelusup ke dalam sanubarinya, mengorek perihnya luka yang kembali menganga. 
“ Ah apakah seharusnya kipas angin ini tak tertukar, apa ini semua sudah takdir Tuhan? ” tanya Gani dalam hati. Perlahan Gani menutup matanya yang basah, terasa sapuan angin di wajahnya dari kipas angin barunya. 

Ah lama-lama sejuk juga rupanya “, gumamnya dalam hati.

#onedayonepost
#odopbatch5