sumber gambar: Pixabay (google)
Muak hati ini, ingin kujambak saja rambut mereka semua sambil
kusumpal mulutnya yang busuk pakai tisu toilet.
Aku tak dapat lagi menunggu kapan waktunya, sekarang saja. Pertama kujambak rambut si pirang. Setelah puas, mulutnya yang mulai
mengoceh dan teriak kusumpal tisu toilet satu golong.
Si rambut cokelat selanjutnya, tadi dia menghalauku saat
menjambak si pirang, rasakan tiba giliranmu. Tisu toilet yang basah kini menghiasi bibir merahmu. Biar kau rasa bagaimana rasanya tak berdaya, masih untung hanya
kujambak dan kusumpal!. Biasanya kau injak aku dengan sepatu baumu itu.
Selanjutnya giliran si keriting yang mulutnya tak kalah
keriting. Apa kau bilang? Aku seperti monyet? Rupanya kau yang harus beli cermin
sebesar rumah dan berkaca siapa yang monyet!
Kupelintir rambut keritingnya, kutarik hingga kebawah. Jeritannya
melengking di udara. Satu golong tisu mendarat masuk ke dalam mulut yang sering
mengeluarkan kata-kata monyet itu.
Kini mereka bertiga tersungkur, tapi kilatan mata mereka
masih menyala-nyala. Mereka mencoba bangkit dan melawan lalu mulai memegangiku
seperti biasa.
Apa? Menyerah? Tidak! Aku akan melawan kali ini. Tak
akan kubiarkan kalian menindasku kali ini.
Tak akan kubiarkan kalian tertawa dengan apa yang kalian
lakukan padaku seperti biasanya. Mendorong, menampar, meludahi, menginjak
perut, mengatai monyet, mempermainkan kepala, bahkan saat kalian jengkel tembok
pun kau jadikan sasaran gebuk
kepalaku.
Dasar kalian ratu drama! Layaknya sebuah upacara, sebagai penutupan satu ember
air dingin menyiramiku dari kepala hingga ujung kaki. Dingin dan ngilu
menyentuh luka yang bertambah basah. Kaki ini terpaksa diseret pulang menahan
perih dan malu, namun semua orang bisu.
Mengingat itu, dalam pertarungan kali ini aku tak akan
menyerah, kutendang si cokelat ke tembok hingga tersungkur. Si keriting
terhempas ke lantai setelah satu tinjuan mendarat di perutnya.
Si pirang yang berdiri tepat berhadapan masih mengeluarkan
aura singa betina yang kelaparan. Kau memang selalu kelaparan tak pernah
kenyang, rupanya orang tuamu terlampau pelit memberimu makanan, atau terlalu miskin
hanya untuk sekedar memberimu makan.
Dia mulai mengambil ancang-ancang, aku tahu ancang-ancang itu untuk apa. Biasanya si cokelat-lah yang akan melakukan itu, tedangan
ke perut. Hah! Umpatku. Tidak kali
ini, aku sudah belajar bagaimana caranya menghindar bahkan cara menjatuhkanmu.
Kutangkap kakimu dan kupelintir ke kanan, kau mulai menjerit,
tapi ini bukan akhir tapi awal dari gerakan masterku.
Tendangan di pinggang merobohkanmu. Akulah premannya sekarang, berani apa kau! Ujarku
sambil mengelus hidung dengan jempol khas seorang jagoan di film action.
Oh! Rupanya mereka musuh yang tangguh, mereka mulai bangkit dan
menyerang bersamaan. Tapi aku juga tak sendiri. Bersama amarah, rasa sakit,
penderitaan, dan dendam yang membara di hati, kulayani kalian semua dengan
senang hati.
Kami berguling dan bergulat, saling cakar dan jambak. Kaki dan
tangan saling berseliweran kadang tepat sasaran kadang hampa. Bergulung di
lantai bertumpang tindih, kadang berteriak dan meraung.
Kami sudah seperti
pegulat pro yang mengguncang arena.
Samar-samar kudengar suara riuh orang-orang dari sekitar
arena tempat kami bergulat.
“Tolong-tolong, ada orang yang akan tenggelam tolong!”
Suara itu menggema jelas di tellinga, namun siapa yang akan
tenggelam? Bukan aku, mereka bertigalah yang harus tenggelam. Kalaupun aku yang
harus tenggelam maka mereka bertiga ikut bersamaku, biarlah kami mati bersama,
hingga mereka tak bisa lagi merasa jumawa.
Kakiku mulai berat, sepertinya karena tertindih mereka. Mataku
mulai gelap dan kepalaku melayang, sepertinya mati menjemput kami dengan cepat.
Kalian tak akan kulepaskan, kaki kalian akan ku pegang hingga maut turut bersama kita.
Suara gemericik air lamat-lamat terdengar dan menjauh. Tubuhku
terangkat, tangan besar mengapit badanku. Aku baru tahu jika maut bertangan
besar dan mampu merengkuhku dalam satu rengkuhan.
Akhirnya mataku terbuka, putih semua terlihat putih, inikah alam lain selanjutnya yang
harus kutempuh?. Kutatap sekeliling mecari ketiga orang yang bergulat bersamaku
dan kubawa mati.
Tapi sayang tak kudapati, hanya ada seorang wanita dengan
wajah lelah yang menangis di sampingku. Mengusap rambutku sambil mengusap air
matanya dan mengukirkan senyum.
“Bunga, kamu sudah sadar Nak? Kamu mau minum?” tawarnya
padaku.
Kutatap wajahnya lekat-lekat, ah ibu… Kesadaranku mulai
kembali sepertinya aku mengalami episodeku lagi.
Aku mengangguk, lalu dibantunya aku bangkit dan minum. Wajah ibu
terlihat takut dan cemas, ini sudah kesekian kalinya wajah ibu membiru, sejak
aku dinyatakan sakit dan butuh perawatan.
Ibu bercerita bahwa episodeku kambuh hari ini di sungai di
dekat jembatan menuju ke rumah. Aku nyaris tenggelam, jika saja tak ada orang
yang melintas di sana sore ini. Hingga aku dilarikan ke rumah sakit.
Aku hanya tertegun menyimaknya, ibu tahu perjuangannya masih
panjang untuk melihatku sembuh dan melawan episodeku. Melawan trauma bully dan rasa sakit di jiwa.
Pasien dengan skizofrenia telah tersemat padaku.
#tantangan VI
#onedayonepost
#Odopbatch5
Aku merinding bacanya mba
BalasHapusIni ide liar yg masuk semalam, gegara sering dapet berita dan video soal bully, makasih mba udah mampir
HapusAku merinding bacanya mba
BalasHapusKorban bully.
HapusSeparah inikah?
Korban bully bahkan ada yg sampai bunuh diri mas π
HapusYa ampun sedih ya kasiaann π© jago ih mbak jyeritainnyaπ
BalasHapusMakasih mba herissa sudah mampir
BalasHapusKereeen πππ Ikutan ngeri&merinding... kirain tokohnya bukan manusia π
BalasHapusMakasih mba izza sudah mampir
HapusEpisode itu apa seperti epilepsi? Jadi penasaran malah
BalasHapusEpisode di sini sebutan bagi kumatnya penyakit skizofrenia seperti halusinasi dan delusi, klo di epilepsi itu kejang, klo di skizofrenia dia melihat halusinasi atau delusi yg seakan akan nyata, klo di cerpen dia berhalusinasi lihat teman2 nya yg ngebully dia trus marah sendiri berkelahi sm halusinasinya, yg buat dia itu nyata.
HapusMantap euy. Bisa ngolah emosi pembaca
BalasHapusMakasih sudah mampir
HapusPuk puk puk jgn nangis mba Nia sayang.π
BalasHapus