Nyaris mati,itulah yang dirasakan Alan beberapa menit
kebelakang. Bertemu dengan Rapier adalah mimpi buruk di siang hari.
Pening dan berkunang-kunang dirasakan Alan setelah
mendapat pukulan kedua dan nyaris pingsan.
Darah terus mengalir dari otot bisep lengannya. Ia pun
terbatuk, “Uhuk!”, terasa perih mulutnya yang sudutnya sedikit robek.
“Keluarlah, mereka sudah pergi, kalian aman sekarang!” Teriak
Alan.
Janik dan Moli yang mendengarnya, manguatkan diri mereka dan
memanjat jendela untuk kembali masuk ke kedai.
Susah payah mereka menaiki jendela karena lemas dan kaki yang
masih bergemetaran. Mereka berdua menghampiri Alan di meja no 13 dalam kondisi
yang mencemaskan.
Janik tak berani mendekati Alan yang lengannya berlumuran
darah, kepalanya tiba-tiba saja berdenyut sakit, perutnya mual, dan kehilangan
keseimbangan. Bruk! Janik terduduk lemas di lantai dan memalingkan wajahnya
dari Alan..
Moli cemas melihat kondisi Janik, tapi ia sudah tahu
penyebabnya apa. Maka, dengan sigap Moli mengambil serbet di dapur lalu
melilitkannya ke lengan Alan setelah membuka ikatannya. Alan yang kini telah
terbebas menghampiri Janik.
“Are you okay?” Alan berjongkok di depan Janik.
Janik mengangguk lemah dengan wajah yang masih berpaling.
“Janik, lengannya udah aku balut, jadi darahnya udah enggak
ngalir lagi.” Ujar Moli.
Alan yang mulai paham mengapa Janik lemas, berdiri menjauhi
Janik.
“Kalian sudah mulai tidak aman, tamu tak diundang itu akan
mulai mencari kalian di tempat lain, kalian tidak punya pilihan selain ikut
bersamaku.”
Janik dan Moli saling tatap, bersepakat dalam senyap, hingga
akhirnya mengangguk bersamaan.
Moli membantu Janik bangkit dan mengekor Alan ke tempat
parkir menuju mobil hitamnya. Alan meminta salah satu dari mereka menyetir
menggantikannya. Moli-lah yang menjadi sukarelawan kali ini.
“Kemana kita akan pergi?” Tanya Moli setelah mereka semua
masuk mobil.
“Kampung Bule.” Jawab Alan.
Moli menstater mobil
lalu mengemudi ke tujuan. Jalanan menuju Kampung Bule memang biasa padat, dan
lumayan jauh dari kedai butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di sana.
Setelah masuk ke kawasan Kampung Bule, Alan memintanya untuk
memasuki salah satu jalan yang tak terlalu luas. Mereka berhenti di salah satu
hotel, dan masuk ke dalamnya.
Janik dan Moli tetap setia mengikuti Alan masuk ke hotel
hingga ke dalam sebuah kamar. 1013 adalah nomor kamarnya. Ruangan kamarnya
biasa saja, namun Alan tak berhenti berjalan hingga mereka tiba di depan sebuah
lemari penuh buku.
Alan mengambil salah satu buku dari lemari itu dan rak itu
bergeser kesamping hingga terlihat sebuah pintu. Janik dan Moli terkesima, ia
merasa sedang bermain di film mata-mata yang banyak ruang rahasianya.
Alan membuka pintu itu dan masuk diikuti Moli dan
Janik. Lorong yang tadinya gelap berubah menjadi terang begitu mereka tiba di dalam. Interior lorong terlihat indah dan natural, dindingnya dari batu
berhiaskan tanaman-tanaman indah yang berkilau tersorot cahaya lampu.
Warnanya merah, ungu, putih, dan ada daun hijaunya. Semarak terlihat
semua tanaman ini.
Janik dan Moli ingin sekali menyentuh tanaman itu saking
indahnya, hingga jari-jari mereka mulai mendekat untuk menyentuhya.
“Jangan sentuh tanaman yang ada di dinding mereka semua
beracun.” Ujar Alan yang seolah mengerti apa yang akan dilakukan Janik dan
Moli.
Mendengar itu, Janik dan Moli segera menarik kedua tangannya,
memasukannya ke dalam saku celana mereka.
Bagian lantai tak kalah menawan, terbuat dari kaca yang transparan
sehingga kolam yang berisikan ikan-ikan yang berwarna-warni nampak jelas terlihat.
Di ujung lorong Alan berbelok ke kanan, sebuah tirai dari manik-manik yang disusun apik tergerai di sana, terdapat sebuah ruangan yang
megah dan mewah di baliknya. Rupanya kamar president suit
tersembunyi di sana.
“Kalian isirahatlah dulu di sini, aku akan mengobati lenganku
dulu.” Alan pun segera pergi menuju ruangan yang lain dari kamar itu.
Janik dan Moli duduk di sofa besar bermotif mawar yang megah
dan elegan. Kepala mereka sandarkan
ke sofa yang empuk itu untuk meredakan ketegangan.
Tak lama munculah seorang pria membawakan minuman dan makanan
ke tengah-tengah mereka, lalu meletakannya di meja.
Tampak sangat lezat makanan itu, kue-kue yang lezat,
buah-buahan yang segar dan secangkir teh yang hangat masih mengepul di
cangkirnya membuat air liur menetes.
Namun godaan itu harus kuat-kuat ditahan Janik, karena ia
teringat tanaman beracun di lorong. Dirinya tak mau ambil resiko dengan gegabah
memakan sesuatu yang mungkin saja beracun.
Moli yang hampir memasukan kue ke mulutnya, ditahan Janik
dengan satu pelototan di matanya.
Moli pun tersenyum getir dan mengembalikan kue lezat itu.
Aku belum tahu siapa Alan sebenarnya, apakah dia baik atau
jahat, bisa di percaya atau tidak. Mengikutinya hanya untuk mecari petunjuk
selanjutnya yang mungkin dimiliki Alan. Mengingat buku catatan Alan ada
bersamaku sekarang.
Akankah kutemukan petunjuk lainnya?
Bersambung
#onedayonepost
#Odopbatch5
Widiiww...thriller neng???
BalasHapusKeren nihhhh
Asyik kiko nyasar ke sini, sering2 ya,hihihi, dih ngarep,hehehe, makasih kiko udah mampir,love u
BalasHapusAkankah?
BalasHapusKeren. Lanjut bun ^_^
akankah?semoga hehehe
Hapusmakasih mba Nia ^_^
Ditungguuu petunjuk berikutnyaaa wkwkw
BalasHapusWait lanjutannya ah 😆
BalasHapusKereeeennnn.
BalasHapusSukaaaa 😆😍
BalasHapus