Bunga beracun? Memang
ada? Kalau ada buat apa ditanam? Atau … Janik masih sibuk
memikirkan bunga-bunga indah nan beracun yang jadi hiasan di lorong
rahasia itu.
Entah mendapat wangsit
darimana, tiba-tiba saja Janik berdiri dan kembali ke lorong itu. Ditinggalkannya
Moli yang tertidur di sofa karena lemas dan lelah.
Lorong yang gelap itu langsung menjadi terang ketika Jnaik
tiba di sana, teknologi penerangan dengan sensor gerakan memang menakjubkan.
Janik berpikir itu tidak sungguhan hanya ada di film saja, tapi nyatanya ia
mengalaminya sekarang.
Janik mengeluarkan handphone dari tas selempangnya yang
berwarna cokelat. Jepretan demi jepretan ia layangkan pada bunga-bunga
yang menghiasi dinding.
Warna-warninya memang tampak semarak dan meneduhkan, orang yang
tidak tahu mungkin akan mengira bunga-bunga itu tak mengandung racun, padahal
sebaliknya.
Janik sendiri tak tahu seberapa mematikannya racun pada
bunga-bunga itu. Ia hanya
berpikir dibalik keindahan dan tampilan yang tampak
lebih rapuh dari makhluk yang lainnya ternyata menyimpan racun yang bisa saja
mematikan.
Merasa sudah cukup mengambil gambar Janik kembali ke ruangan
tempat Moli tertidur. Tapi kini sudah bangun dan sedang bercengkrama hangat
dengan Alan.
Moli melambaikan tangannya pada Janik memintanya untuk segera
bergabung. Ukh! Menyengat sekali wangi
parfum Alan, dasar lelaki ! Umpat Janik dalam hati begitu menuju ke sofa.
“Ayo makan dan minum Nik, enggak beracun kok, aku dan Alan
sudah mencicipinya.” Ujar Monik sambil memberikan cangkir teh.
Janik menerimanya tapi kemudian diletakannya kembali di meja.
Alan yang melihatnya hanya tersenyum saja.
“Jadi apa hubunganmu dengan Samantha?” tanya Janik pada Alan.
"Hahaha, wah, kamu luar biasa ya, tak tergoyahkan bahkan setelah apa
yang kita alami di kedai, masih menanyakan hal yang sama.” Alan malah bertepuk
tangan sambil geleng-geleng kepala dan menahan tawa.
Ekspresi wajah Janik tak berubah tetap lurus dan serius, senang sekali sih dia tertawa! hati Janik mulai kesal. Moli
yang melihatnya mengalihkan rasa tegangnya dengan memakan kue.
“Baiklah, karena kamu begitu penasaran akan kujawab. Kami adalah
pasangan yang batal menikah. Cukup?” tantang Alan.
Janik tertegun, kaget dan bingung, jika ibunya dan Alan adalah
pasangan yang batal menikah, berarti…
“Kenapa diam? Kamu penasaran kenapa kami batal menikah?”
Janik masih terdiam, ingin dijawabnya ya pertanyaan Alan. Tapi
entah mengapa kepalanya mulai pening, apa karena lapar? Atau karena hari ini
PMS hari pertama?
“Baiklah akan kuceritakan mengapa kami batal menikah.”
Janik begitu ingin mengetahuinya namun suara Alan hanya
samar-samar saja, yang terlihat hanya gerak bibirnya saja yang berkata-kata
tapi tak dapat ditangkap maknanya.
Bruk! Semua menjadi gelap bagi Janik, ia ambruk.
Alan memanggil seseorang dari bagian ruangan lain di kamar
itu, memindahkan Janik dan Moli yang sudah tak sadarkan diri.
Gelap semuanya terasa gelap bagi Janik, ia hanya bisa melihat
samar-samar saja sebuah jendela. Dipaksa matanya untuk terbuka dan ia
terperanjat memaksa tubuhnya bangkit.
Ia memeriksa sekeliling, Moli masih terbaring di sampingnya. Mereka
berada di kamar Moli tanpa mereka sadari.
“Pengecut!” Umpat Janik kesal, namun kekesalan itu
ditundanya, ia bergegas meraih tas selempang cokelat yang berada di atas meja.
Diperiksa dengan teliti isi tasnya dan semua buku catatannya
masih ada, bahkan buku catatan milik Alan.
Apa maksud Alan
melakukan semua ini? Apa yang harus dilakukan selanjutnya?
Hati Janik bertanya-tanya, dirinya berharap dari Alan ia akan
menemukan petunjuk lainnya yang akan membawanya bertemu ibu. Hingga Janik
melihat sesuatu yang tersembul dari buku catatan milik Alan.
Surat?
Bersambung
#onedayonepost
#odopbatch5
Wuah ... makin dibuat penasaran.
BalasHapusLanjut.
Keren banget sih bun, mastahnya ini ^_^
belum mastah mba Nia masih receh yang kececer, hehehe
HapusLanjuttt bun 😆
BalasHapusalhamdulillah ada yang mampir, siap dilanjut
BalasHapus