Kamis, 01 Maret 2018

Pria di Kedai Teh part 16








Apa kurobek saja surat ini? Ujar janik dalam hati sambil memegang surat yang kemungkinan besar dari Alan. Bagaimana jika suratnya mengandung racun dan tak tahu apa yang akan terjadi padanya? Janik tak mau tertipu kedua kali.

Dibolak-baliknya surat itu untuk melihat apakah ada yang mencurigakan atau tidak. Janik masih berpikir bagaimana ia bisa pingsan, padahal tak satu pun makanan atau minuman yang masuk ke tubuhnya. Apa gerangan yang membuatnya pingsan.

Ah entahlah… apa yang telah membuatku kehilangan kesadaran, surat ini kubuka atau tidak ya? Timbangnya dalam hati.

Akhirnya Janik menghitung jumlah cicak di dinding kamar “Buka..robek…buka…robek…bu…ka..”   
Wajah Janik sedikit  ragu, dan merutuki cicak yang berjumlah 5, tapi ia hanya punya dua pilihan merobeknya atau membukanya. Dua-duanya beresiko.

Setelah memantapkan hati, dibukanya surat dengan amplop berwarna merah itu. Amplopnya hanya dilem,dan Janik merobek ujungnya. Dalam amplop itu terdapat surat yang dilipat sederhana hingga mudah dibuka, lalu Janik pun membacanya.

Dear : Manjanik
Maafkan atas tindakan pengecutku mengirimkanmu pulang  tanpa sepengetahuanmu. Itu kuanggap tindakan terbaik yang bisa kulakukan saat ini.

Samantha pasti sangat berarti buatmu dan masih buatku. Maka aku akan berusaha menemukannya lebih dulu. Kamu boleh percaya atau tidak padaku, tapi ikuti saja kehendak hatimu.

Jika Samantha memberitahumu soal lelucon arsenik, maka pilihanmu jatuh pada Rapier, pria yang menusukku tempo hari, kau boleh menghindari pria dengan empat pisaunya itu, satu  diantaranya mengandung arsenic,atau kau buat pilihan lain padanya. Semua tergantung keputusanmu. Dia adalah penggemar kopi hitam dan bara api, hahahahaha.

Buku catatan itu kini telah memasuki masa perburuan sesuai dengan ramalan yang mulanya tak kupercaya. Berdasarkan ramalan buku catatan itu berjumlah 4.

Awalnya aku berpikir,bagaimana bisa kupercaya jika ramalan itu datang dari kelompok penggila bunga dan tumbuhan. Tapi sepertinya mereka telah menjelma menjadi penyihir daripada peri dan membuat ramalan itu menjadi nyata.Hahahahaha, kamu tahu aku suka tertawa

Maaf karena aku terlambat mempercayai ramalan itu hingga meyusahkanmu. Misteri tentang buku catatan itu harus kamu pecahkan sendiri. Kamu pemberani Manjanik, dan itu telah kusaksikan sendiri.

Hanya satu saran dariku, ingatlah bunga-bunga yang kamu lihat di lorong rahasia dan pastikan menjebak musuhmu di keramaian. Mereka sangat banyak, hahahahahaha

Salam hangat

Alan.

Janik bersandar lemas ke dinding dekat tempat tidur, rasa lelah menderanya. Kepalanya pusing memikirkan apa yang harus dilakukannya. Matanya pun terpejam beberapa saat mencoba mencerna isi surat Alan.

Begitu matanya terbuka, kepala Janik terkantuk ke tembok, terkejut melihat wajah Moli di hadapan wajahnya.

“Aduh!” Janik mengusap kepalanya.

“Nik, kapan kita pulang?” Tanya Moli polos

“Entah, aku pun tak tahu” masih mengusap kepalanya

“Moli lapar, mau masak nasi goreng, turun yuk!” Ajak Moli dijawab anggukan cepat Janik dan mereka segera berhamburan menuju dapur.

Moli memang pandai memasak, nasi goreng ayam campur udang tersaji hangat di meja  tak berapa lama.

Janik yang memang sangat kelaparan tak membiarkan nasi goreng itu berlama-lama di piring. Hanya butuh waktu sebentar saja sepiring nasi goreng dan segelas air putih tandas dilahapnya. Ia butuh tenaga banyak untuk menguras otak malam ini memecahkan teka-teki.

Setelah perut kenyang, Janik membersihkan diri dengan mandi air hangat agar otot badannya tidak tegang.

Bersih dan kenyang membuat Janik bersiap mengurai satu per satu misteri yang menutut jawab di kepalanya.

Buku catatan milik Alan, ia letakan di atas meja, warna sampulnya sama, gambar bunga pun terukir di sana.

Ketika Janik hendak mebuka bukunya, terdengar bunyi gaduh dari lantai bawah. Janik langsung 
waspada dengan memasukan buku catatan Alan ke dalam tas.

Moli yang baru saja keluar dari kamar mandi dibekamnya agar tak bersuara. Mereka bercakap lewat mata bahwa harus waspada.

Janik pun mematikan lampu dan mengunci kamar mereka, kemudian berjalan cepat ke arah jendela. Dilihatnya dua mobil hitam terparkir di depan rumah.

Janik dan Moli takut, bingung dan tegang tak karuan, namun adrenalin memaksa mereka berpikir cepat.

Lompat! 

Isyarat Janik pada Moli yang menatap ngeri ke bawah, membayangkan kakinya akan patah.

Namun ketukan keras di pintu kamar memburu mereka hingga…

Brak!!! Sebuah suara memecah hening dalam gelap gulita.

Bersambung

#onedayonepost
#odopbatch5



6 komentar: