sumber gambar: B-one/google
Budak
leutik bisa ngapung
Babakung
ngapungna peuting
Nguriling
kakalayangan neangan nu amis-amis
Sarupaning
bubuahan, naon bae nu kapanggih.*(1)
Suara nyayian
berasal dari dalam hutan menghentikan langkah Nyi ratu yang semula bergegas
untuk tiba di rumah. Ditelusurinya hutan dekat rumahnya untuk mencari sumber
suara dengan menenteng bungkusan berisiskan kembang kantil.
Mau
kemana Nyi ratu ini, mengapa tidak langsung pulang? Si Ntil bertanya sendiri.
Tiba di tengah
hutan Nyi ratu melihat seorang gadis muda nan rupawan berkerudung putih
duduk-duduk di sebuah gubuk bersama beberapa anak kecil.
Nyi Ratu
memperhatikan gadis muda itu dari jarak yang cukup dekat dari balik pohon.
Lama sekali Nyi
ratu memperhatikannya, sampai gadis itu hanya sendiri ditinggalkan anak-anak
kecil yang bersamanya pamit pulang. Gadis itu melayangkan pandangannya
kesekeliling, takut ketahuan Nyi Ratu pun segera pergi.
Namun sayang
ketika hendak pergi, kaki Nyi ratu tersandung dan membunyikan suara gemerisik
yang terdengar jelas oleh gadis muda itu.
“Siapa di situ?”
tanya si gadis sambil menghampiri Nyi Ratu yang jatuh tersimpuh.
Melihat itu, Nyi
Ratu segera dibantu bangkit oleh gadis muda itu.
“Ibu tidak
apa-apa? Adakah yang luka Bu?” dengan teliti gadis itu melihat kaki dan tangan
serta wajah Nyi Ratu.
“Saya tidak
apa-apa Neng.” Ujar Nyi Ratu pelan.
“Alhamdulillah kalau
begitu.” Jawab gadis itu sambil tersenyum.
Senyumannya
mengingatkan Nyi Ratu pada seseorang, kini dari jarak yang sangat dekat Nyi
ratu dapat melihat wajah gadis muda itu dengan lebih jelas.
Matanya yang bulat
berwarna cokelat terang, alisnya yang datar memanjang dan hitam, bulu matanya
yang lentik, hidung mancung, dan bibir tipisnya yang merah membuat Nyi Ratu
seperti melihat bayangannya sewaktu muda kecuali mata bulatnya yang mirip
seseorang.
Nyi Ratu lama
terpana menatap gadis muda itu hingga yang ditatap merasa heran.
“Bu, apa Ibu
baik-baik saja?”
Pertanyaannya
mengejutkan Nyi Ratu, “Ah, maaf, saya tidak apa-apa hanya sedikit pusing saja.”
Nyi Ratu berbohong.
“Kalau begitu mari
istirahat dulu saja di gubuk itu.” Ajak gadis itu, Nyi Ratu pun mengangguk
mengikutinya.
“Ini silahkan
diminum airnya Bu.” Gadis itu menyodorkan segelas air.
“Terimakasih
Neng.”
“Panggil saya
Kinanti saja Bu.” Gadis itu memperkenalkan namanya, mendengar namanya Nyi ratu
tak sengaja menumpahkan air dalam gelas ynag sudah dipegangnya terjatuh.
Tangannya gemetar.
Kinanti yang
melihatnya menjadi khawatir, segera membetulkan gelas yang tumpah, dan
memegangi tangan Nyi Ratu.
Pikiran dan
perasaan Nyi Ratu berkecamuk, antara bahagia, sedih, takut, khawatir dan
bingung harus bagaimana. Matanya kini mulai berkaca-kaca, kerinduan yang
terpendam selama duapuluh satu tahun seakan tumpah bersama air matanya.
Kinanti tiba-tiba
memeluk Nyi Ratu dari samping seraya berkata, “ Apa Ibu sakit? Kenapa Ibu
menangis?”
Nyi Ratu yang
mendapat pelukan Kinanti malah bertambah deras air matanya, ia tergugu dan
tersengguk-sengguk di pundak Kinanti.
Dengan sabar dan
penuh kelembutan Kinanti membelai punggung Nyi Ratu hingga menyelesaikan tangis dan rindunya.
“Ah, maafkan ibu,
Kinanti, kerudungmu jadi basah.” Ucap Nyi ratu setelah tenang.
“Tidak apa Bu,
saya malah senang bisa memeluk ibu, entah mengapa tapi rasanya bahagia sekali,
mungkin begini nanti rasanya ketika saya bertemu ibu saya.” Kinanti pun
mengurai senyum.
Nyi Ratu merasa
perih hatinya mendengar kalimat itu dari Kinanti.
“Memangnya ibu
Kinanti kemana?” Tanya Nyi Ratu hati-hati.
“Ibu saya sedang
berjuang Bu, itulah yang selalu Kyai saya bilang di pesantren. Beliau mengetahui
itu dari kakek yang menitipkan saya sejak bayi kepada beliau. Setiap pertemuan
dengan Kyai, beliau selalu menceritakan tentang ibu, bahwa ibu mengorbankan
jiwa dan raga untuk menyelamatkan saya dari kejahatan seseorang, tapi kakek
sudah tidak muncul lagi sejak tujuh tahun yang lalu, pesannya terakhir kali
hanya saya baru bisa betemu ibu ketika berumur duapuluh dua tahun di bulan ke
Sembilan, itu berarti bulan depan.” Tutur Kinanti dengan wajah penuh harapan.
Nyi Ratu hampir
jatuh terisak lagi mendengar cerita Kinanti, namun emosi yang membuncah itu
segera ditahannya.
“Semoga Kinanti
bisa segera bertemu dengan ibu Kinanti.” Doa Nyi ratu
“Amin, saya sangat
berharap ibu saya juga bisa mendoakan seperti yang ibu lakukan, karena doa ibu
kepada anaknya adalah keberkahan yang luar biasa. Kyai saya selalu bilang bahwa
setiap ibu itu punya senjata sakti dan ampuh yang bisa menyelamatkan atau
mencelakakan anaknya yaitu ucapan dan doanya.”
Nyi Ratu
terbelalak mendengarnya, ia jadi ingat perkataan Ki Galung mengenai kesaktian
yang dimilikinya namun selama ini tak disadari, apa ini maksudnya?
“Kamu anak yang
baik Kinanti, ibumu pasti sangat beruntung memiliki anak sepertimu.”
Kinanti pun
tersenyum mendengarnya.
“Lalu ibu sendiri
mengapa menangis?” tanya Kinanti kemudian, Nyi ratu agak terkesiap
mendengarnnya.
“Ada satu
persoalan yang ibu belum bisa menemukan jawabannya sampai sekarang, ibu merasa
lelah dan hampir putus asa.” Terang Nyi Ratu.
“Semoga Allah
membantu Ibu menyelesaikan masalahnya ya Bu, maaf saya baru bisa bantu mendoakan saja atau kalau memang ada yang saya bisa bantu Bu?.”
Ucap Kinanti.
Nyi ratu merasa
mendapat energi baru dan yakin bisa menyelamatkan Kinanti.
“Maaf kalau boleh
Ibu bertanya, apakah Kinanti pernah mendengar ucapan *'Buta yang paling buruk
adalah buta hati’?” Tanya Nyi ratu.
“Ah iya saya pernah mendengarnya dari Kyai di pesantren
saat mengajar, itu adalah kalimat hadist yang
berarti bahwa manusia yang tidak mengenal Allah dan jati dirinya sebagai
makhluk Allah maka hatinya disebut buta karena tidak bisa melihat dan menyadari
hal itu, kira-kira seperti itu penjelasannya.”
Nyi Ratu merasa
seperti terkena ajian paling sakti yang pernah diterimanya selama ini, menusuk
dan membuat hatinya nyeri tak terperi merobohkan seluruh raganya.
“Kinanti ayo
pulang!” Sebuah suara membuyarkan pikiran Nyi Ratu.
“Oh Pak Kosim
sudah datang, iya Pak sebentar.” Jawab Kinanti
Kinanti pun segera
berbenah, semua barang miliknya dimasukan ke dalam kotak.
“Ibu mohon maaf
saya sudah harus kembali ke pesantren, teman-teman saya sudah menjemput,
insyaAllah mudah-mudahan kita bisa berjumpa lagi, kalau saya ngajar nagji lagi
ke desa ini.” Pamit Kinanti
“Iya silahkan,
semoga selamat sampai ke pesantren.”
“Amin.” Lalu
Kinanti mencium tangan Nyi Ratu dengan takjim, mereka berjalan keluar hutan
hingga ke jalan bersama.
Di sana terlihat
kendaraan pesantren yang sudah penuh dengan santrinya. Ada perasaan enggan
diantara mereka untuk berpisah. Namun akhirnya Kinanti dibawa pergi dan makin
menjauh.
Nyi Ratu bergegas
kembali ke rumah, banyak yang harus dipersiapkan, bulan darah tinggal
menghitung hari, itu berarti pertarungan besar telah menantinya dan Kinanti
adalah taruhannya.
Sementara itu di
kediaman Nyi Ratu, si Nyan dan si Hitam sedang asyik bercengkrama.
“Nyan gimana
perkembangan anak buahmu bertemu mbah google sudah ada kabar belum?”
“Kabar
terakhir dia bilang baru nyampe kota, tapi warnetnya penuh sama yang nge game
online yang mainnya berjam-jam bahkan sampe lupa sama kewajiban dari
anak-anak sampe orang dewasa. Jadi ya
antrinya lama, kita sabar dulu sajalah.”
“Euleuh, geuningan
Mbah google teh punya game? Sakti bener ari kitu mah atuh. Pantesan
pengikutnya miliaran, tapi saya teh jadi bingung juga sama mbah google, kenapa
nyediain permainan bukannya hidup ini juga permainan? Bukannya orang datang ke
Nyi Ratu dan Mbah google itu buat keluar dari kejamnya permainan?”
“Ah kalau itu sih
gampang, mereka itu termasuk pemain yang sukanya main-main dalam permainan,
mereka tidak sadar kalau main-mainnya mereka berbalik mainin mereka, jadi lupa waktu sama kewajiban, ckckckc.”
“Euleuh,kalau begitu mah, saya maen
karet apa enggrang saja, biar tidak dipermainkan, betul apa betul?”
Mereka pun tertawa
terbahak bersama meski hanya berdua karena si Ntil belum tiba.
Bersambung
*(1) Pupuh Kinanti.
*(1) Pupuh Kinanti.
* HR Asysyhaab.
#tantangancerbung
#onedayonepost
#odopbatch5
#bismillahlulus.
Sungguh ketahuilah betapa istimewanya dirimu Ibu...
BalasHapus