Minggu, 11 Maret 2018

Trio Aji-Aji Bagian 6


sumber gambar: B-one/google

Tanduk patah yang panjang di tengah menambah seram seringai wajahnya jika itu bisa disebut wajah. 

Matanya menyala-nyala bagai bara api, dari mulutnya keluar asap hitam yang mengepul menyesakan jiwa mencekik kedalam sukma.

Sayap besar nan megah berwarna hitam legam dengan semburat urat yang kekar bagai akar pohon ribuan tahun. Kuku-kuku tajam menjulang menembus hingga ke tanah mengoyak apa saja yang ada di sana. Hancur, hangus, tak bersisa.

Seorang pria meronta-ronta kesakitan, aura hidupnya sedang dihirup diganti dengan derita yang tak terperi sebagai balasan atas ingkari janji.

Pria malang itu meronta dan memohon belas kasihan, mengucap janji yang tak semestinya diucap, gegabah teramat gegabah. Namun apa daya janjinya telah dibayar dengan darah tak berdosa, membelenggu insan yang tak berdaya untuk patuh dan tunduk meski akhirnya si pria lenyap tak bernyawa

Namun darah telah tertoreh dalam naskah perjanjian hingga saatnya tiba, ingkar berarti berperang, tepati berarti mati, sama saja hasil akhirnya.

Suara tangisan pun pecah, membangunkan Nyi Ratu dari mimpinya yang seram.

Masih pukul tiga pagi, Nyi Ratu bangun dan duduk dipembaringannya. Bertahun-tahun ia selalu bermimpi yang sama, menyimpan gelisah yang sama, tanpa tahu kapan ujung dan akhirnya.

Nyi Ratu meminum air dalam kendi perlahan, tubuhnya basah karena keringat membuatnya haus.  

Kinanti haruskah aku menemuimu?    

Tak lama ayam jantan berkokok, pelan sekali terdengar adzan subuh dari kota kecil yang tak jauh dari kampung Nyi Ratu.

Gito bergegas ke dapur untuk merajang air, dan menyiapkan sarapan. Namun dihubungkannya begitu ia melihat seekor ular besar sedang melingkar di atas meja.

Gito terperanjat hingga jatuh, si ular yang mendengar suaranya terjatuh melihat ke arah Giro dan bergerak mendekat.

Gito terus bergerak mundur sedang si ular terus bergerak maju “Nyi Ratu!” teriaknya.

Mendengar teriakan Giro, Nyi Ratu langsung menghampirinya. Si ular sudah mulai melilit kaki Giro dan berniat membunuhnya.

Gerakan tangan Nyi Ratu yang cepat memegang kepala ular itu menyelamatkan Giro yang hampir pingsan.

Di tangan Nyi Ratu ular itu berontak dan meminta dilepaskan. Nyi Ratu kemudian membawanya keluar dan melemparkan ular itu ke pohon bambu.

Percikan cahaya hijau keluar saat tubuh ular menghantam pohon bambu kuning dan menjelma menjadi sesosok wanita.

“Aduh, Nyi Ratu masih tidak berubah saja dari dulu, kejam dan tegas, apa aku tak dirimu kenali!” Wanita jadi-jadian itu berdiri sambil memegangi pinggangnya yang sakit.

“Wajar saja kau aku buang, orang baik jika bertamu tidak akan mengendap-endap masuk bahkan menakuti penghuninya.”        

“Nyi Ratu kan tahu ular selalu datang mengendap-endap dalam sunyi agar tak tertangkap.” Ucap wanita itu sambil menyeringai, lidahnya yang bercabang dua sesekali terjulur keluar.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Nyi Ratu tanpa basa-basi.

“Kujang Ki Galung, aku datang untuk itu.” Jawabnya tanpa bertele-tele.

“Besar juga nyaliku datang untuk mengambilnya dariku.” Senyuman sinis kini tersungging di bibir Nyi Ratu.

“Hah! Aku sudah banyak berubah dan kesaksianku juga sudah meningkat berkat pertapaan panjangku, lagi pula aku ini lebih cerdas dari dugaanmu, dulu saja suamimu tertipu olehku hingga kau tak bisa menyaksikannya lagi, hahahahaha.”

Nyi Ratu sangat geram mendengarnya mungkin inilah saatnya memberi wanita ular penyebab kutukan dalam hidupnya.

Tanpa basa basi Nyi Ratu langsung menyerangnya bertubi-tubi hingga si ular terjatuh lagi di tanah. 

Namun ia bangkit dan kembali melawan Nyi Ratu.

Mereka saling mencengkram leher dan terbang di udara, Nyi Ratu segera mengucap mantra lain dan mengeluarkan api biru dari tangannya membakar lengan si ular yang kemudian memedang perut Nyi 

Ratu hingga mereka jatuh ke tanah bersamaan.

Kujang Ki Galung selalu menampkan dirinya ketika ada yang menginginkannya, kini kujang itu berada di tengah-tengah mereka dengan posisi lurus tegak ke atas.

“Ah... benar rupanya kabar yang menyatakan bahwa kujang Ki Galung akan memilih pemiliknya sendiri.” Ujar si Wanita ular begitu melihat kujang

Nyi Ratu langsung duduk bersila dan bermeditasi begitupun si wanita ular, mereka sama-sama mengeluarkannya ajian dan mantra yang membuat kujang itu tarik menarik ke arah Nyi Ratu dan wanita ular itu.

Lama kujang itu tertarik kesana dan kesini, Nyi Ratu hampir kewalahan mengingat tubuhnya yang terluka akibat serangan Ki Guntur belum sembuh benar.

Tapi, Nyi Ratu teringan garam yang disimpannya di balik ikat selendang, ia selalu menyiapkannya jika bertemu dengan wanita ular itu untuk membalas dendam dan sepertinya inilah saatnya.

Diambilnya garam yang sudah diberi ajian dengan tangan kiri lalu dicemarkannya ke arah wanita ular itu. Terpelanting dan terkapar di tanah lalu tubuhnya mulai menggelepar-gelepar.

“Nyi Ratu kau... kau... kau curang.” Ucapnya dengan sengit namun lemah kesakitan memandang Nyi Ratu dengan amarah.

Nyi Ratu bangkit dan kujang itu menghampirinya, dengan tangan kanan kujang itu diambil Nyi Ratu dan berjalan menuju wanita ular itu.

“Kau tahu barang siapa menebar garam ia akan menuai badai, garam yang kau dulu tebarkan pada suamiku dan keluargaku, sekaranglah badai yang harus kau tuai.” Ujar Nyi Ratu lalu memotong ujung lidah wanita ular ini.

“Tidak! Kau tidak boleh melakukan ini padaku, tidakkkk!” teriak wanita ular itu yang kembali berwujud menjadi ular.

Nyi Ratu memegangi ekornya lalu memutusnya sedikit, sebelum memanggil Gito untuk membawakannya keranjang.

Gito yang baru selesai menyiapkan ruang praktek lengkap dengan sesajinya langsung melaksanakan perintah Nyi Ratu membawa sebuah keranjang.

Gito hampir saja muntah mencium aroma darah segar dan anyir dari ekor ular yang hampir memakannya. Namun Nyi Ratu segera memasukan ular itu kedalam keranjang yang kemudian diberi aji-aji hingga tampak perisai menutupi keranjang itu.

“Nah, Dewi Panca Sekar Taji, kau tidak bisa kemana-mana, dalam waktu seratus hari kau akan kehilangan semua kesaktianmu, kau akan jadi bukan siapa-siapa.” Ucap Nyi Ratu sambil tersenyum lalu menempatkan  keranjangnya di sudut rumah.

*Gito, siram darah ini dengan air dari sumur yang diberi garam dan bunga hanjuang, siram sebanyak 14 kali.”

“Baik Nyi Ratu.”

Sementara itu di ruang praktek Si Hitam yang masih mengumpul mulai memanggil kawan-kawannya.

“Nyan, Ntik, aya naon ieu?  Kita pagi sekali sudah nongkrong di sini?”

“Nyi Ratu kedatangan tamu tak diundang subuh tadi, saya dengar dari Gito yang ngomong sendiri di dapur.” Jawab si Ntal

“Nyi Ratu naga-naganya mulai capek, ini udah ke empat puluh harinya ia didatangi tamu tak diundang.” Si Nyan mulai cemas.

“Iya, pasien malah jarang yang datang, saya jadi tak mengerti arah dan tujuan kalau begini.” Keluh si Ntil.

“Memangnya kamu mau kemana harus mengerti arah dan tujuan sagala rupa?” tanya si Hitam

“Ish, ya nasib kita dong, kalau Nyi Ratu tiba-tiba kalah atau mati, kita gimana? Ganti juragan baru?” si Ntil mulai emosional.

“Sepertinya pertanyaan ‘siapa kamu’ nya Ki Galung juga berlaku buat kita.” Jawab si Nyan.

“Maksudnya? Berat pisan mikir na.” Protes si Hitam

“Enggak usah berat Tam, yang berat biar Dilan aja.” Canda si Ntil yang kemudian disusul tawa mereka yang renyah.

“Saya teh bingung kalau harus tanya siapa diri saya, aku mah apa atuh?” jujur si Hitam

“Tenang-tenang, kita tinggal tanya mbah google.” Jawab si Nyan

“Memangnya mbah google lebih sakti dari Nyi Ratu?” Tanya si Ntil penasaran.

“Jelas, pengikutnya saja miliaran di seluruh dunia, mau tanya apa saja dia punya jawabannya.” Jawab si Nyan.

“Ya sudah kalau begitu, kamu saja yang tanya mbah google siapa kita ini, setuju?” ujar si Hitam yang disertai persetujuan si Ntik.

“Okelah kalau begitu, nanti saya kirim anak buah saya buat tanya ke mbah google.” Tandas si Nyan sepakat.
 “Anak buahnya penjaga amanah apa pelaksana amanah?” Sindir si Ntik

 “Tenang saja, anak buah ane aman terpercaya, amanah dari kita dijamin enggak bakal Cuma dijagain doang tapi dilaksanakan.”

“Semoga ucapanmu seperti merpati ya Nyan.” Doa si Ntik

“Kok merpati? Melow amat.” Protes si Nyan


“Karena merpati tak penah ingkat janji Nyan, heuheuy”

“Ah jangan salah, merpati juga banyak yang suka ingkar janji,” si Nyan ngeles

“Merpati apaan Nyan?”

“Merpati enggak tahu diri! Udah tahu merpati mimpi jadi elang bondol,” Jawab si Nyan santai

“Barakatak!” si Hitam pun bersorak.

Kali ini suara tawa mereka pecah lebih besar, hingga seseorang tiba-tiba muncul dari kepulan asap, membuat perhatian ketiga sekawan itu tertuju padanya.

Bersambung.

#tantangancerbung.
#onedayonepost
#odopbatch5
#bismillahlulus.

4 komentar:

  1. Trio Aji-Aji... makin ku cinta deh :D

    BalasHapus
  2. hehehe, makasih mba Nia, si Hitam pengen kenalan katanya, hihihi.

    BalasHapus
  3. Asyik, kenalan sama nenk geulis yang pandai menulis 😍

    BalasHapus