Jumat, 16 Maret 2018

Trio Aji-Aji Bagian 10

sumber gambar: B-one/google.
Nyi Ratu berubah air mukanya menjadi sangat geram, matanya menyalakan dendam yang membara. 

Ketika menyaksikan siapa yang datang bersama gemuruh menggelegar ke tempat ia duduk sekarang.

“Kau memang sangat suka memakan bangkai saudaramu sendiri, tak cukup hanya satu? keserakahanmu itu memang menjijikan Arya Pasangti!” Sinis Nyi Ratu berucap.

“Hahaha Nyi Ratu…Nyi Ratu… kamu itu polos betul apa cuma pura-pura polos?” Cela Arya Pasangti sambil berkacak pinggang di depan Nyi Ratu.

“Ya,kau benar, aku memang terlalu polos bagi manusia sepertimu, tapi tidak mengapa, lebih baik perang secara terbuka seperti sekarang.” Nyi Ratu memulai gerakan semedi dan siap melancarkan ajiannya pada Arya Pasangti.

Tak mau kalah, Arya Pasangti pun segera duduk semedi dan membaca aji-aji untuk melawan NYi Ratu.
SInar berwarna merah keluar dari tangan Nyi Ratu menyerang Arya Pasangti , namun musuh Nyi Ratu juga kuat dan menahan serangan Nyi Ratu, hingga ajian mereka terpental satu sama lain.

Nyi Ratu melakukan ajian melepas raga beitupun Arya Pasangti, arwah mereka lalu berduel dengan sengit di ruang kasat mata. Hanya raga mereka yang masih tinggal di ruang praktek Nyi Ratu.

“Semoga Nyi Ratu menang ya, pengkhianat itu memang keterlaluan.” Kesal si Ntil.

“Benar, ini mah sudah bukan pagar makan tanaman lagi namanya, ini mah pagar makan pagar.” Timpal si Hitam.

“Soal makan memakan memang buat bangsa Arya Pasangti sudah jadi kebiasaan, mulai dari makan pacar teman sendiri, anak sendiri, istri orang, bahkan sebuah Negara aja dimakan, korbannya ya anak-anak, kaum wanita, dan lansia, yang belum kelar sampai detik ini, ckckckck.” Ujar si Nyan.

 Obrolan mereka terhenti ketika Nyi Ratu dan Arya Pasangti batuk darah dan kembali sadar di ruang praktek.

“Cih, masih bertahan juga kau Nyi Ratu, di usiamu yang sudah senja ini menyerah sajalah, agar kau bisa langsung berkumpul dengan Kakang Pasang dan Kinanti di alam baka sana, hahahahaha”

“Jangan sebut nama putriku dengan mulut busukmu itu.” Nyi Ratu kesal tak tertahankan dan menyerang Arya Pasangti dengan selendangnya dan berhasil membuat Arya Pasangti terpelanting.

“Uhuk!...Tuan…Tuan tolong hamba Tuan…”Panggil Arya Pasangti dengan darah yang mengucur dari mulutnya.

Nyi Ratu mulai waspada melihat Arya Pasangti memanggil tuannya.

“Ah ada satu hal yang perlu kamu tahu Nyi, yang membuat Kakang Pasang jatuh ke tangan Dewi Panca adalah aku,aku juga yang menghasutnya supaya Kinanti jadi bagian perjanjian dengan Ki Ragadigdaya,ha..ha..ha, kakakku yang bodoh itu berhasil kukelabui, dia tak layak mendapat kesaktian dari Tuan, akulah yang layak…Aku!” Arya Pasangti mulai meracau dan berteriak.

Mendengar hal itu Nyi Ratu bak gunung merapi yang akan erupsi dan akan memuntahkan lavanya yang panas. Ia berdiri hendak menghabisi Arya Pasangti, alih-alih menghabisi Nyi Ratu menyiramkan darah ular ke tubuh Arya Pasangti.

“Apa yang kau lakukan NYi, apa ini?!” teriak Arya Pasangti.

Nyi Ratu tersenyum dan hendak menggambil bunga tujuh rupa akan tetapi gulungan asap tebal tiba-tiba datang menyelimuti ruang praktek Nyi Ratu.

“Aku datang menagih janji Nyi.” Sebuah suara yang taka sing bagi Nyi Ratu bahkan suara itu selama ini menjadi momok yang mengerikan baginya.

“Dimana Kinanti? Pengantinku Nyi?” tanya Ki Ragadigdaya, iblis yang bersekutu dengan suaminya dan membuat Nyi Ratu bersekutu dengannya pula.

“Tu..Tuan, tolong saya Tuan, selamatkan saya dari Nyi Ratu.” Arya Pasangti memegangi kaki Ki Ragadigdaya dan memohon.

Nyi Ratu menyaksikannya sambil terus waspada.

“Ah kau Aya Pasangti, sedang apa kau di sini? dan bau anyir ini! Cuh busuk!”

“Hamba di sini untuk membantu Tuan membawa Kinanti, Nyi Ratu telah menyembunyikan Kinanti selama ini Tuan.” Ungkap Arya Pasangti

Nyi Ratu mulai khawatir, ia menyesal tak segera menghabisi Arya Pasangti yang seorang penjilat.

“Hmm, apa benar begitu Nyi Ratu?” selidik Ki Ragadigdaya.

“Aki lebih percaya padaku atau padanya? Pilihlah terlebih dahulu baru aku akan menjawabnya.”

“Hmmm” Ki Ragadigadaya mulai memperhatikan NyI Ratu yang berdiri tegap tanpa keraguan dan 
Arya Pasangti yang masih bersimpuh di kakinya dengan penuh ketakutan dan pengharapan.

“Kau.” Ucap KI Ragadigdaya pada Nyi Ratu.

“Ti…Tidak…tidak Tuan, kau tidak boleh percaya pada wanita itu, dia mengelabuimu Tuan, pe…percayalah padaku. “ Ucap Arya Pasangti terbata-bata.

“Hmmm, sampai kapan kau mau meracau, aku mulai tidak tahan dengan bau busukmu itu, kau tahu aku sangat tidak suka ular.” Ki Ragadigdaya kemudian menendang Arya Pasangti hingga berguling dan tak sadarkan diri.

“Nah, dimana sekarang Kinanti Nyi?” seringai tak sabar tergambar jelas di wajah Ki Ragadigdaya.

“Dia tidak ada di sini Ki.” Jawab Nyi Ratu jujur.

“Hmmm, begitu rupanya, kalau begitu biar kupanggil dia kemari.”

Ki Ragadigdaya menyemburkan api ke langit-langit dan membubuhkan bunga ke atasnya hingga hangus terbakar. Kini terlihat dari api yang berkobar-kobar itu Kinanti yang sedang berjalan bersama Gito. Lalu Kinanti pingsang dan terbang sendirinya, diikuti Gito yang berlari mengejarnya.

Nyi Ratu spontan kaget luar biasa, padahal saat bertemu Kinanti ia telah melapisi Kinanti dengan ajian tamengraga.

“Kau belum cukup sakti Nyi untuk mengelabuiku, kau akan kubereskan setelah aku menikah dengan Kinanti.” Semburat marah dan dendam terpancar dari wajah tua itu.

Nyi Ratu saat ini hanya punya satu pilihan, melawan Ki Ragadigdaya, meskipun kemungkinannya untuk menang sangat tipis.

NYi Ratu mengeluarkan bambu kuning yang sudah disiapkannya di bawah meja. Sesaat Ki Ragadigdaya lengah karena berkonsentrasi melihat Kinanti, bambu itu menusuk perut Ki Ragadigdaya yang membuatnya meraung dan berubah ke dalam bentuk aslinya.

“Nyi Ratu, kau….berani benar kau menentangku Hah!” semburan api meluap melahap apapun yang ada di depannya, Nyi Ratu dengan sigap segera menghindar.

“Besar juga nyalimu ingin menghabisiku, dengar aku ini tidak bisa dihabisi, hahahaha…” jumawa makhluk bertanduk tiga tertawa.

Nyi Ratu kembali dalam posisi terduduk dan semedi, ia melafalkan ajian mantera yang terakhir diberikan Ki Galung padanya.

Tangan makhluk bersayap hitam legam dengan semburat urat yang tebal itu mulai mencengkram Nyi Ratu membuat Nyi Ratu tersengal, sesak, muntah darah akibat tusukan kuku tajam yang menusuk bagian luar leher Nyi Ratu.

Namun disaat genting begitu, kujang Ki Galung terbang kearah Nyi Ratu, dan menancap di tanduk patah bagian tengah makhluk keji itu, membuat Nyi Ratu dibanting ke tanah.

Makhluk itu berusaha kuat melepaskan kujang itu, meraung dan meronta, bahkan bersumpah serapah.

Aaaaaarrrghhhh, Nyi Ratu kau wanita sial…., kau akan terima balasannya, Kinantimu tak akan pernah bisa bangun lagi, aaaaarrrgggghhhhh!”

Ki Ragadigdaya menghilang dalam kepulan asap, menyisakan Nyi Ratu yang terluka, Arya Pasangti yang sudah tak bernyawa, dan rumah Nyi Ratu yang separuh terbakar. Nyi Ratu menatap semua itu dengan perasaan lega.

“Nyi Ratu… tolong…Nyi Ratu…” Suara teriakan Gito dari luar membuat Nyi Ratu bangkit menahan semua sakitnya.

Dilihatnya Kinanti terbujur di tanah tak sadarkan diri, Nyi Ratu segera menghampiri dan memeluknya.

Tak lama Gito memindahkan Kinanti ke rumah belakang tempat dirinya tinggal selama ini,karena hanya bangunan itu saja yang masih utuh.

Nyi Ratu mencoba menyembuhkan Kinanti dengan ajiannya namun gagal, Kinanti tak jua bangun. 

Sesak dan sakit dada Nyi Ratu menyaksikan putrinya menderita. Menagislah ia sejadi-jadinya.

Langit malam itu sangat kelam dan gelap,bahkan hujan lebat turun mengguyur bumi ditemani sambaran petir dan gemuruh. Suasana malam seperti ini berlanjut hingga seminggu, sama seperti kondisi Kinanti yang tak bangun-bangun.

Nyi ratu hanya bisa membelainya dan memegang erat tangannya. Kemudian ia pergi ke rumah depan yang sebagian telah hangus dan dirapikan Gito. Ruang prakteknya kini dibangun ulang oleh Gito menggunakan bamboo, termasuk mejanya. Gito masih saja menyiapkan sesaji dengan lengkap di sana bahkan dengan kemenyan yang sudah dibakar.

Nyi Ratu kemudian masuk ke kamarnya yang kini tak bersekat dengan ruang praktek, ia membuka lemari bajunya, dan mengambil sebuah bungkusan. Sambil terduduk di atas dipan jatinya, Nyi Ratu membuka bungkusan itu, sebuah mukena dan sajadah yang telah lama ia simpan dan tak pernah lagi ia gunakan.

“Apakah ini akan bisa membangunkanmu Nak?” Nyi Ratu bertanya sendiri. Ia teriangat akan perkataan Kinanti dulu bahwa doa seorang ibu bisa menyelamatkan atau mencelakakan anaknya.

Nyi Ratu kemudian merenungi pesan Ki Galung bahwa ia harus melihat kedalam dirinya dan dia harus menyadari siapa dia sejatinya. Tak terasa air matanya berlinang ia menyadari sesuatu di dasar hatinya.

Nyi ratu bangkit menuju meja sesajinya, duduk semedi, dan pelan-pelan sinar berwarna merah keluar dari tubuh Nyi Ratu, lalu sinar berwarna hijau, biru, kuning, hitam, dan terakhir berwarna putih. Nyi Ratu kemudian terbaring lemah dengan keringat bercucuran, rasa sakit di dadanya semakin menjadi, masih ada sebagian racun yang bersarang di tubuhnya. Kini semua kesaktiannya telah hilang.

Tapi tekad Nyi Ratu sudah kuat, ia bangkit menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya dari ujung kepala hingga ujung rambut. Setelah selesai terdengar lamat-lamat suara adzan, sepertinya berasal dari gubuk di tengah hutan yang dijadikan surau oleh anak pesantren tempat Kinanti menimba ilmu.

Nyi Ratu pun mengambil wudlu sambil bercucuran air mata, wudlu pertama setelah sekian lama ditinggalkannya. Hamparan sajadah kini dihadapannya, mukena berwarna putih yang lama tersimpan dikenakannya.

“Allah hu Akbar.” Nyi Ratu memulai shalat ashar, shalat pertama setelah lama tak dikerjakannya. Air matanya tak berhenti mengalir sepanjang shalatnya bahkan hingga salam.

Diketengadahkannya kedua tangan dan berdoa ditemani derasnya air mata.

“Ya Allah yang Maha Welas Maha Asih, Maha Pengampun dan Maha Pemberi Pertolongan. Ampuni dosa hamba yang telah banyak ingkar dan lupa kepadaMu,bahkan mempersekutukanMu, melakukan banyak dosa besar, ampuni hamba ya Allah. Sungguh hamba telah melepaskan diri dari segala kesesatan dan memohon petunjuk dan memohon pertolongan. Sesungguhnya Engkau adalah tempat kembali yang hakiki dari semua makhluk di bumi ini, Engkau pula pemilik hidup dan mati semua makhluk di bumi ini, maka selamatkanlah Kinanti ya Allah, putrid hamba yang baik yang taat kepadamu, selamatkan ia dari kedzaliman iblis terkutuk yang sejatinya adalah makhluk yang lemah bagiMu. Kembalikan Kinanti ya Allah, slamatkanlah ia dan bahagiakan hidupnya, amin.”

Nyi Ratu tergugu, menangis di atas sajadah, hingga dadanya terasa nyeri dan batuk darah. Ia lemas dan tak sadarkan diri.

“Nyi Ratu sudah menemukan jawaban tentang siapa aku dari KI Galung.” Heboh si Ntil menyaksikan Nyi Ratu shalat dan berdoa.

“Benar, saya sampai speacless euy.” Timpal si Hitam

“Tenang, ane juga udah dapet laporan dari anak buah tentang siapa kita dari mbah google.”

“Jadi siapa kita?” tanya si Ntil dan si HItam berbarengan.

“Ayo ikut sama ane kita tinggalin tempat ini.”

Ketiga sekawan itu melepaskan aroma mereka dari bentuk fisik mereka, api kemenyan telah padam dan sirna asapnya, kembang kantil berubah menjadi layu, dan si hitam kini tinggal ampas saja.

Kinanti mulai membuka matanya dan hanya ada Gito yang dilihatnya, ia menanyakan dimana ibunya. Segera Gito mengantar Kinanti ke rumah depan.

“Nyi Ratu!” teriak Gito melihat Nyi ratu tergolek di atas sajadah.

“Ibu…Bu, bangun Bu, ini Kinanti pulang Bu.” Suara Kinanti mulai serak dan air mata mulai menetes di pipinya.

Namun Nyi Ratu tetap tak sadarkan diri, dan tak bergeming. Nyi Ratu telah kembali pada Sang Pemilik hakiki.

“Innalillahi wa inna illaihi roji’uun.” Kinanti pun memeluk jasad ibunya pertama dan terakhir kali.

Hari jumat selepas waktu ashar Nyi Ratu berkalang tanah dengan doa dari putrinya dan orang-orang shaleh disekelilingnya.

‘UmatKu (umat Muhammad) ibarat air hujan, tidak diketahui mana yang lebih baik awalnya atau akhirnya. (HR. Mashobih Assunnah)’

TAMAT

#TANTANGANCERBUNG
#ONEDAYONEPOST
#ODOPBATCH5
#FINISH
#BISMILLAH LULUS.

2 komentar: