Kamis, 01 Februari 2018

Sendiri Aku



Malam –malam sepiku semakin senyap saja dengan kepulangan Mantra ke kampungnya. Jendela kamar yang masih terbuka kubiarkan saja, setidaknya ada angin malam yang menemani dalam sepi.
Pikiranku melayang malam ini, takut akan ditinggalkan sendiri dan berteman sepi. Akankah sepanjang hidup sendiri ? hati ini mulai bertanya-tanya.

Mantra satu-saunya teman yang masih sendiri, mungkin setelah pulang kampung hari ini akan segera dipingit. Mengingat ia pulang untuk bertemu pria pilihan ibunya. Dadaku entah mengapa  rasanya sesak, atau baru sadar kalau selama ini memang sudah asma.

Banyak alasan bagiku memilih sendiri hingga kini. Salah satu faktor terbesar adalah perceraian ibuku yang tak hanya sekali. Namun ibu sepertinya tak merasa jera, tapi tidak bagiku.

Berganti-ganti ayah, dari yang kandung hingga yang sambung, membuatku tak nyaman. Aku harus beradaptasi dengan orang yang berbeda, aku jengah dengan itu. Karena semuanya selalu berjalan singkat, sampai kuputuskan untuk hidup terpisah dari ibu.

Awalnya berat meninggalkan ibu sendirian, karena aku putri semata wayangnya. Namun tekadku sudah bulat, sepertinya ibu pun lebih bahagia bila ada seorang pria yang mendampinginya. 

Kadang aku menebak apa alasannya ibu tak pernah jengah menikah lalu bercerai hingga  lima kali. Apa memang ibu tak merasa itu sebuah masalah atau ini bentuk sebuah balas dendam?.

Dendam yang lahir dari sebuah pengkhianatan besar yang dilakukan bapak yang berselingkuh dengan adik kandung ibu sendiri.

Suara telepon selularku menyadarkanku. Terlihat nama ibu muncul di layar. Segera kuangkat teleponnya.

“ Assalamu’alaikum Bu”

“Wa’alaikumsalam, Ning gimana kabarmu?”

“ Alhamdulillah sehat Bu, Ibu sehat ?”

“ Alhamdulillah sehat Ning, ini Ibu mau kasih kabar baik” nada suara ibu terdengar gembira
Aku bukannya tak bahagia tapi rasa cemas itu menggantung di hati.

“ Kabar baik apa Bu?” tanyaku

“ Besok hari sabtu, Ibu mau nikah lagi Ning”

Kecemasanku berubah menjadi nyata, setiap ibu bilang ada kabar baik pasti pasti itu tentang pernikahannya.

Satu pertanyaan besar yang selalu hinggap dikepalaku, kini mendesak untuk dikeluarkan. Dengan sedikit keberanian aku pun mulai bertanya pada ibu.

“ Bu, Ning boleh tanya sesuatu?” tanyaku pelan.

“ Ada apa Ning?” jawab ibu datar.
Aku sedikit takut akan menyinggung perasaan ibu

 “ Apa alasan Ibu menikah lagi?” tanyaku lirih

“ Walah Ning, Ibu pikir kamu mau tanya apa” jawab ibu santai, sedang aku masih terdiam menanti jawaban.

“ Awalnya Ibu menikah agar kamu tidak kehilangann sosok seorang ayah. Tapi Ibu selalu gagal dan dari situ Ibu melihat ternyata kamu seorang anak yang kuat dan sosok ayah sepertinya bukan hal terlalu kamu butuhkan. Lagipula kamu tahu sendiri apa alasan Ibu bercerai dengan suami-suami Ibu yang dulu “ papar ibu.

Ya, aku memang tahu betul apa alasan ibu bercerai dari semua suaminya dulu. Pertama bapak, yang bercerai karena perselingkuhan. Kedua, suami ibu menipu ibu dengan mengaku perjaka tua ternyata sudah punya istri tiga. Ketiga , suami ibu banyak hutangnya dan membuat ibu yang menanggung hutang itu akibat investasi bodongnya. Keempat, suami ibu ini hampir saja menjualku karena terlibat sindikat penjualan anak. Kelima , karena kasus KDRT, tabiat buruk suami ibu baru muncul setelah tiga bulan pernikahan.

“ Lalu yang sekarang ini alasannya apa Bu?”

“ Ibu ingin bahagia Ning dengan yang sekarang. Ibu merasa bersama dengannya Ibu bisa membangun kebahagiaan ”

Sebuah jawaban yang tak kuduga akan kudengar dari ibu.

“ Apa yang membuat Ibu yakin dengan hal itu ?”

“ Dia melamar ibu dan berkata kalau dia mencintai ibu karena Allah Ning, dan dia pun bilang bahwa dia akan menyayangimu sebagai amanah yang berharga dari Allah” tutur ibu sedikit bergetar.

Ada rasa haru menyeruak di dalam hatiku. Tanpa terasa mata ini basah oleh deraian air mata. Bukan tangisan kesedihan tapi keharuan yang lahir dari rasa bahagia di dada.

“ Ning, kamu bisa hadirkan?” tanya ibu kemudian setelah agak lama aku mendiamkannya.

“ I..iya Bu, Ning pasti datang “ jawabku tergesa sambil mengusap air mata.

“ Alhamdulillah, ya sudah kalau begitu, Ibu mau kabari teman-teman Ibu dulu, kamu jaga kesehatan ya, asslamua’laikum” tutup ibu

“ Wa’alaikumsalam “  

Kututup ponsel selularku, dan kembali duduk menghadap jendela yang masih terbuka.

Sendiri, ya aku sendiri sekarang, mungkin salah satunya karena aku masih merasa bahagia dalam kesendirian ini. Seperti ibu yang berharap kebahagiannya pada pernikahannya yang keenam ini.

Jikalau suatu saat aku memutuskan untuk menikah, maka harus ada alasan yang kuat mengapa harus menikah. Karena hidup tak selalu berjalan sesuai harapan dan bahagia itu dibangun bukan terjadi begitu saja.

Bahagia atau tidaknya seseorang bergantung  pada caranya memandang kehidupan ini.
Semoga dalam kesendirian ini aku bisa menemukan hakikat kebahagianku, semoga.

#onedayonepost
#odopbatch5

4 komentar:

  1. Bunda, menitik air mata ini
    membacanya. T_T
    Terimakasih bun, sungguh cerpennya amat menggugah, seolah melihat diri yang masih merasa bahagia dengan kesendirian.

    BalasHapus
  2. waduh...
    masama Nia
    Bahagia selalu ya Nia sayang,semoga Allah senantiasa melindungi dan memberi kebahagian dunia dan akhirat kepada Nia, amin
    semangat !!!

    BalasHapus