Senin, 05 Februari 2018

Salah Sambung



Mali merasa sangat lelah hari ini, tubuhnya dirasa remuk-remuk dan kepala terasa berat. Hari ini memang super sekali. Dari pagi hingga ke hampir tengah malam Mali bergelut dengan pekerjaan yang seakan tak ada habisnya.

Pulang ke rumah sudah hampir tengah malam, Mali sudah kehabisan tenaga ingin segera mandi dan tidur. Begitu tiba di rumah Mali langsung mengeksekusi keinginannya untuk mandi .

Setelah merasa cukup segar, ia sengaja membunyikan radio untuk menemaninya menjemput mimpi. Sekedar untuk mengendurkan otot-otot kepalanya yang berat.

Begitu radio berbunyi lagu  to make you feel my love dari Adele sedang terlantun. Langsung saja ia merebahkan diri diatas kasur. Lagu yang pas sebagai pengantar tidur pikir Mali.

Sambil  menutup mata, bibir Mali komat kamit membaca doa sebelum tidur. Pikirannya dibuat setenang mungkin agar bisa tidur lelap. Begitu lagunya selesai Mali hampir saja tertidur, namun suara dering telepon memaksanya untuk bangun.

Ah, tengah malam begini siapa yang telepon sih gerutu Mali dalam hati.

“ Hallo “ jawab Mali dengan malas dan mata hampir terbenam.

“ Hallo ayah, tolong Nay ayah, Nay takut” suara seorang perempuan bergetar di balik telepon membuat Mali terperangah dan kembali focus.

“ Ha..Hallo ini Nay…Nay dimana sekarang?” tanya Mali spontan

“ Nay di gudang  belakang sekolah ayah, cepat kesini, Nay takut ayah…disini gelap dan sepi…hiks” gadis bernama Nay itu mulai terdengar menangis.

“ Oke Nay, tenang ya, sekarang coba Nay beritahu ayah dimana sekolah Nay “ tanya Mali lagi.

“ Sudah Nay duga, sejak ayah meninggalkan rumah satu tahun lalu, ayah pasti tidak tahu dimana Nay bersekolah, apa karena Nay bukan anak yang baik?” suara Nay terdengar lirih kali ini membuat hati Mali terenyuh.

“ Bukan seperti itu Nay tapi ayah betul-betul…ah…sekarang cepat Nay bilang sekolah Nay dimana?” tegas Mali yang mulai bingung takut terjadi apa-apa pada gadis bernama Nay itu.

“ Ayah betul tidak tahu dimana Nay bersekolah? Maafkan Nay ayah, ayah jadi begitu tidak peduli pada Nay pasti karena kesalahan yang Nay buat “ gadis itu kembali menyalahkan diri.

“ Nay tidak pernah berbuat salah pada ayah, kalau pun pernah ayah sudah pasti memaafkan Nay sejak lama “ jawab Mali bijak bercampur cemas.

 “ Benarkah? Ayah sudah tidak marah dan benci lagi kepada Nay?” tanya gadis itu polos

“ Iya benar, Nay percaya sama ayah kan?” bujuk Mali

“ Ta..tapi malam itu Nay sudah dengar semuanya…Nay…Nay…bu…bukan anak kandung ayah …” gadis itu menangis perih.

Mali tertegun mendengarnya, ia merasa gadis itu pasti sangat terluka sekarang, dan ketakutan. Mali bertambah cemas melihat tingkat emosional gadis itu meningkat.

“ Nay…Nay…jawab ayah sayang…Nay!” teriak Mali saat disadari suara tangisnya mulai pelan nyaris hilang. Adrenalin Mali semakin meningkat.

“ Ayah…” suara Nay yang parau kembali terdengar, lega menyeruak dihati Mali

“ Ya Nay!” seru Mali

“ Ayah, maafkan Nay, seandainya Nay tidak lahir kedunia ini, bunda dan ayah tidak mungkin berpisah, tapi karena Nay ada, Nay sudah jadi duri diantara bunda dan ayah, Nay sudah buat ayah menderita dengan menyayangi Nay selama ini. Nay…Nay sudah tidak tahu diri bermanja-manja pada ayah padahal Nay adalah luka terbesar dalam hidup ayah, maafkan Nay ayah,sudah ceroboh karena menyayangi ayah dan meminta ayah menyayangi Nay seperti anak-anak yang lainnya, Nay…” gadis itu mulai tak kuasa menahan tangisannya.

Mali yang mulai merasa kalut, terenyuh hatinya seolah ia tahu apa yang dirasakan gadis diseberang telepon itu. Namun Mali segera memutar otaknya untuk bisa menemukan lokasi gadis itu.

“ Nay sayang, dengarkan ayah Nay, ayah tulus menyayangi Nay. Seorang anak tidak ada sangkut paut nya dengan persoalan orang tua, dan yang perlu kamu tahu Nay, semua yang terjadi pada ayah dan bunda sepenuhnya bukan kesalahanmu, percayalah” Mali mencoba menguatkan Nay sambil meraih ponsel lain miliknya.

Terdengar Nay menangis sesenggukan.

“ Benarkah ayah, tapi Nay merasa Nay lebih baik pergi sehingga ayah tak perlu melihat Nay dan merasa terluka, Nay juga sakit ayah, lebih sakit, mengapa Nay harus terlahir sebagai pembuat luka bagi orang yang sangat Nay sayangi dan banggakan, orang yang melindungi Nay” ucapan Nay kini lebih emosional terlihat nada getir didalamnya lalu menangis lagi.

Mali bergegas keluar rumah dan menghidupkan mobil. Dilihatnya pesan dari ponsel lain miliknya. Lalu bergegas Mali melajukan mobilnya menuju lokasi yang tertulis di ponsel itu.

“ Nay…Nay jawab ayah sayang” ujar Mali setengah takut dan memaksa.

“ I..iya ayah” jawab Nay masih tersendat.

“ Nay, ayah akan buktikan kalau ayah benar-benar tulus menyayangi Nay, kita akan pergi berlibur bersama lagi oke?” bujuk Mali sambil menambah kecepatan mobinya.

“ Ber…libur seperti dulu…kedesa lagi ayah, tidak!...tidak ayah kalau  kita kembali kesana itu hanya akan membuat ayah makin sakit hati karena dia… dia ada disana orang itu ada disana ayah…” tolaknya tegas dan histeris.

Aduh kenapa salah pilih topik sih! gerutu Mali dalam hati.

“ Oh oke, kalau begitu kita pergi ke tempat yang Nay mau pergi oke?” tawar Mali kemudian

“ Nay mau pergi seorang diri saja ayah, Nay tidak mau berlibur bersama ayah lagi karena Nay tidak layak ayah sayangi” lirih Nay

“ Tidak! Jangan! Jangan begitu Nay, ayah akan benar-benar marah pada Nay jika pergi sendirian” tegas Mali sambil memarkirkan mobilnya, lalu turun memasuki sebuah sekolah yang sudah gelap.

Nay tertegun kaget mendengar Mali berteriak. Baru kali ini didapati ayahnya berteriak seperti itu.

Mali lalu memanjat pagar sekolah dengan susah payah, lalu berlari mencari dimana gudang sekolah.

“Nay dengar, Ayah menyayangi Nay dengan tulus, jadi berikan kesempatan kepada ayah untuk membuktikannya” ucap Mali serius

“ Terimakasih Ayah, karena sudah mau menyayangi Nay dengan tulus, Nay pamit ayah, Nay juga sangat menyayangi Ayah. Terimakasih karena sudah menyayangi Nay selama ini”

“tuutt..” sambungan telepon pun terputus.

Jantung Mali hampir saja terhenti jika saja ia tidak menemukan sebuah ruangan bertuliskan gudang di belakang sekolah itu.

Berbekal lampu senter dari gawainya, Mali bergegas menuju gudang itu. Beruntung gudang itu tidak dikunci, Mali langsung menerobos masuk kedalamnya.

“Nay…Nay.!.” teriak Mali, tak ada jawaban yang terdengar, gelap sekali kondisi didalam gudang.

Mali mulai menyinari setiap sudut ruangan dengan lampu gawainya, betapa kagetnya Mali mendapati sesosok gadis berseragam putih abu yang terkapar dilantai.

Mali panik sepanik-paniknya, segera dihampirinya gadis itu. Diguncang-guncangkan badan gadis itu, namun tak ada reaksi . 

Diperiksanya seluruh badan gadis itu. Betapa Mali hampir terkena serangan jantung melihat darah terkucur dari pergelangannya.

Disobeknya baju Mali dan dililitkan ke pergelangan tangan gadis itu.Tanpa pikir panjang lagi segera diangkatnya gadis itu keluar gudang.

Beruntung Hamdan kawan Mali yang seorang polisi dan beberapa anak buahnya, juga petugas piket sekolah yang baru datang sehabis membeli makan sudah ada di depan sekolah, segera membantu Mali mengangkat gadis itu kedalam mobil.

Tak jauh dari sekolah itu terdapat sebuah rumah sakit daerah, mereka langsung menuju Unit Gawat Darurat dan memasukan gadis itu kesana.

Diluar UGD nampak Hamdan menelepon salah satu pihak sekolah untuk datang ke rumah sakit.

Sedangkan Mali tampak pucat pasi terduduk dibangku tepat disamping UGD. Hamdan pun menghampirinya.

“ Masih kaget ya?” seloroh Hamdan

Mali hanya mengangguk pelan, Hamdan hanya menghela napas panjang dan menepuk pundak Mali.

“ Terimaksih Dan, untung kamu bersedia menolongku melacak lokasi penelepon itu, kalau tidak mungkin anak itu…tak selamat” ujar Mali lirih.

“ Sama-sama Li, lagipula itu juga salah satu kewajibanku” jawab Hamdan

“ Hmmm, kamu memang selalu menjalankan kewajibanmu dengan baik,…bahkan waktu itu juga “ pikiran Mali melayang ke 20 tahun yang lalu saat usianya 16 tahun.

  Aku sudah yakin anak gadis itu akan mengakhiri hidupnya, karena dulu pun aku melakukan hal yang serupa “ ujar Mali

“ Ya, gadis itu juga beruntung salah menelepon padamu yang peka “ Hamdan menimpali.

“ Aku langsung merasa dia akan berbuat itu, karena dari kata-kata yang diucapkannya hampir mirip dengan apa yang kuucapkan dulu, bedanya dia menelepon ayahnya sedang aku menelepon ibu” Mali pun tertunduk memegang kepalanya dengan kedua kepalanya.

“ Ya aku ingat, karena dulu kamu pun salah sambung malah menelepon ibuku “ lanjut Hamdan.

“ Iya, ibumu yang penyayang dan peka itu, tetap meladeniku meski tahu itu hanya telepon salah sambung “

“ Iya, ibuku memang peka, kau tahu pertama kali yang ditanya ibuku saat kau menutup teleponmu adalah dia bertanya apa aku punya teman dengan nomor telepon  yang meneleponnya, dari situlah kami bisa menemukanmu, ini juga berkat kasih sayang Allah padamu “

“ Kamu benar Hamdan, pantaslah Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Aku beruntung salah memijit nomor telepon, terselamatkan dan  bisa menata hidupku kembali bahkan kedua orang tuaku meski akhirnya berpisah tapi aku tidak kehilangan keduanya, bahkan ibuku masih menyayangiku hingga kini meski aku bukan darah dagingnya” tutur Mali

Hamdan hanya tersenyum dan menepuk pundak Mali dua kali. Mereka pun tersenyum.

Tak lama pihak dari sekolah tempat gadis itu ditemukan tiba dirumah sakit. 

Dari pihak sekolah itu kami tahu gadis itu bernama Naysila, pihak sekolah pun berusaha menelepon kedua orang tua Nay.

Mali memilih untuk pulang setelah melihat kondisi Nay yang sudah ditangani dengan baik, meski belum sadar. 

Ia memilih untuk kembali lagi besok.

Kini tak hanya raganya yang lelah jiwanya pun lelah. Lelah teramat lelah.

Direbahkan tubuhnya diatas kasur yang empuk, mata Mali sudah tak kuasa untuk terbuka.

Mali pun terlelap dalam tidurnya.

#onedayonepost
#odopbatch5



4 komentar: