Mali merasa sangat lelah hari ini, tubuhnya dirasa
remuk-remuk dan kepala terasa berat. Hari ini memang super sekali. Dari pagi
hingga ke hampir tengah malam Mali bergelut dengan pekerjaan yang seakan tak
ada habisnya.
Pulang ke rumah sudah hampir tengah malam, Mali sudah
kehabisan tenaga ingin segera mandi dan tidur. Begitu tiba di rumah Mali
langsung mengeksekusi keinginannya untuk mandi .
Setelah merasa cukup segar, ia sengaja membunyikan radio
untuk menemaninya menjemput mimpi. Sekedar untuk mengendurkan otot-otot
kepalanya yang berat.
Begitu radio berbunyi lagu
to make you feel my love dari
Adele sedang terlantun. Langsung saja ia merebahkan diri diatas kasur. Lagu yang pas sebagai pengantar tidur
pikir Mali.
Sambil menutup mata,
bibir Mali komat kamit membaca doa sebelum tidur. Pikirannya dibuat setenang
mungkin agar bisa tidur lelap. Begitu lagunya selesai Mali hampir saja
tertidur, namun suara dering telepon memaksanya untuk bangun.
Ah, tengah malam begini
siapa yang telepon sih gerutu Mali dalam hati.
“ Hallo “ jawab Mali dengan malas dan mata hampir terbenam.
“ Hallo ayah, tolong Nay ayah, Nay takut” suara seorang
perempuan bergetar di balik telepon membuat Mali terperangah dan kembali focus.
“ Ha..Hallo ini Nay…Nay dimana sekarang?” tanya Mali spontan
“ Nay di gudang belakang sekolah ayah, cepat kesini, Nay takut
ayah…disini gelap dan sepi…hiks” gadis bernama Nay itu mulai terdengar
menangis.
“ Oke Nay, tenang ya, sekarang coba Nay beritahu ayah dimana
sekolah Nay “ tanya Mali lagi.
“ Sudah Nay duga, sejak ayah meninggalkan rumah satu tahun lalu, ayah pasti tidak tahu dimana Nay
bersekolah, apa karena Nay bukan anak yang baik?” suara Nay terdengar lirih
kali ini membuat hati Mali terenyuh.
“ Bukan seperti itu Nay tapi ayah betul-betul…ah…sekarang
cepat Nay bilang sekolah Nay dimana?” tegas Mali yang mulai bingung takut
terjadi apa-apa pada gadis bernama Nay itu.
“ Ayah betul tidak tahu dimana Nay bersekolah? Maafkan Nay
ayah, ayah jadi begitu tidak peduli pada Nay pasti karena kesalahan yang Nay
buat “ gadis itu kembali menyalahkan diri.
“ Nay tidak pernah berbuat salah pada ayah, kalau pun pernah
ayah sudah pasti memaafkan Nay sejak lama “ jawab Mali bijak bercampur cemas.
“ Benarkah? Ayah sudah tidak marah dan benci lagi kepada
Nay?” tanya gadis itu polos
“ Iya benar, Nay percaya sama ayah kan?” bujuk Mali
“ Ta..tapi malam itu Nay sudah dengar
semuanya…Nay…Nay…bu…bukan anak kandung ayah …” gadis itu menangis perih.
Mali tertegun mendengarnya, ia merasa gadis itu pasti sangat
terluka sekarang, dan ketakutan. Mali bertambah cemas melihat tingkat emosional
gadis itu meningkat.
“ Nay…Nay…jawab ayah sayang…Nay!” teriak Mali saat disadari
suara tangisnya mulai pelan nyaris hilang. Adrenalin Mali semakin meningkat.
“ Ayah…” suara Nay yang parau kembali terdengar, lega
menyeruak dihati Mali
“ Ya Nay!” seru Mali
“ Ayah, maafkan Nay, seandainya Nay tidak lahir kedunia ini,
bunda dan ayah tidak mungkin berpisah, tapi karena Nay ada, Nay sudah jadi duri
diantara bunda dan ayah, Nay sudah buat ayah menderita dengan menyayangi Nay
selama ini. Nay…Nay sudah tidak tahu diri bermanja-manja pada ayah padahal Nay
adalah luka terbesar dalam hidup ayah, maafkan Nay ayah,sudah ceroboh karena
menyayangi ayah dan meminta ayah menyayangi Nay seperti anak-anak yang lainnya,
Nay…” gadis itu mulai tak kuasa menahan tangisannya.
Mali yang mulai merasa kalut, terenyuh hatinya seolah ia tahu
apa yang dirasakan gadis diseberang telepon itu. Namun Mali segera memutar
otaknya untuk bisa menemukan lokasi gadis itu.
“ Nay sayang, dengarkan ayah Nay, ayah tulus menyayangi Nay.
Seorang anak tidak ada sangkut paut nya dengan persoalan orang tua, dan yang
perlu kamu tahu Nay, semua yang terjadi pada ayah dan bunda sepenuhnya bukan
kesalahanmu, percayalah” Mali mencoba menguatkan Nay sambil meraih ponsel lain
miliknya.
Terdengar Nay menangis sesenggukan.
“ Benarkah ayah, tapi Nay merasa Nay lebih baik pergi
sehingga ayah tak perlu melihat Nay dan merasa terluka, Nay juga sakit ayah,
lebih sakit, mengapa Nay harus terlahir sebagai pembuat luka bagi orang yang
sangat Nay sayangi dan banggakan, orang yang melindungi Nay” ucapan Nay kini
lebih emosional terlihat nada getir didalamnya lalu menangis lagi.
Mali bergegas keluar rumah dan menghidupkan mobil. Dilihatnya
pesan dari ponsel lain miliknya. Lalu bergegas Mali melajukan mobilnya menuju
lokasi yang tertulis di ponsel itu.
“ Nay…Nay jawab ayah sayang” ujar Mali setengah takut dan memaksa.
“ I..iya ayah” jawab Nay masih tersendat.
“ Nay, ayah akan buktikan kalau ayah benar-benar tulus
menyayangi Nay, kita akan pergi berlibur bersama lagi oke?” bujuk Mali sambil
menambah kecepatan mobinya.
“ Ber…libur seperti dulu…kedesa lagi ayah, tidak!...tidak
ayah kalau kita kembali kesana itu hanya
akan membuat ayah makin sakit hati karena dia… dia ada disana orang itu ada
disana ayah…” tolaknya tegas dan histeris.
Aduh kenapa salah pilih
topik sih! gerutu
Mali dalam hati.
“ Oh oke, kalau begitu kita pergi ke tempat yang Nay mau
pergi oke?” tawar Mali kemudian
“ Nay mau pergi seorang diri saja ayah, Nay tidak mau
berlibur bersama ayah lagi karena Nay tidak layak ayah sayangi” lirih Nay
“ Tidak! Jangan! Jangan begitu Nay, ayah akan benar-benar
marah pada Nay jika pergi sendirian” tegas Mali sambil memarkirkan mobilnya,
lalu turun memasuki sebuah sekolah yang sudah gelap.
Nay tertegun kaget mendengar Mali berteriak. Baru kali ini
didapati ayahnya berteriak seperti itu.
Mali lalu memanjat pagar sekolah dengan susah payah, lalu
berlari mencari dimana gudang sekolah.
“Nay dengar, Ayah menyayangi Nay dengan tulus, jadi berikan
kesempatan kepada ayah untuk membuktikannya” ucap Mali serius
“ Terimakasih Ayah, karena sudah mau menyayangi Nay dengan
tulus, Nay pamit ayah, Nay juga sangat menyayangi Ayah. Terimakasih karena
sudah menyayangi Nay selama ini”
“tuutt..” sambungan telepon pun terputus.
Jantung Mali hampir saja terhenti jika saja ia tidak menemukan
sebuah ruangan bertuliskan gudang di belakang sekolah itu.
Berbekal lampu senter dari gawainya, Mali bergegas menuju
gudang itu. Beruntung gudang itu tidak dikunci, Mali langsung menerobos masuk
kedalamnya.
“Nay…Nay.!.” teriak Mali, tak ada jawaban yang terdengar,
gelap sekali kondisi didalam gudang.
Mali mulai menyinari setiap sudut ruangan dengan lampu
gawainya, betapa kagetnya Mali mendapati sesosok gadis berseragam putih abu
yang terkapar dilantai.
Mali panik sepanik-paniknya, segera dihampirinya gadis itu. Diguncang-guncangkan
badan gadis itu, namun tak ada reaksi .
Diperiksanya seluruh badan gadis itu. Betapa
Mali hampir terkena serangan jantung melihat darah terkucur dari
pergelangannya.
Disobeknya baju Mali dan dililitkan ke pergelangan tangan
gadis itu.Tanpa pikir panjang lagi segera diangkatnya gadis itu keluar gudang.
Beruntung Hamdan kawan Mali yang seorang polisi dan beberapa
anak buahnya, juga petugas piket sekolah yang baru datang sehabis membeli makan
sudah ada di depan sekolah, segera membantu Mali mengangkat gadis itu kedalam
mobil.
Tak jauh dari sekolah itu terdapat sebuah rumah sakit daerah,
mereka langsung menuju Unit Gawat Darurat dan memasukan gadis itu kesana.
Diluar UGD nampak Hamdan menelepon salah satu pihak sekolah
untuk datang ke rumah sakit.
Sedangkan Mali tampak pucat pasi terduduk dibangku tepat
disamping UGD. Hamdan pun menghampirinya.
“ Masih kaget ya?” seloroh Hamdan
Mali hanya mengangguk pelan, Hamdan hanya menghela napas
panjang dan menepuk pundak Mali.
“ Terimaksih Dan, untung kamu bersedia menolongku melacak
lokasi penelepon itu, kalau tidak mungkin anak itu…tak selamat” ujar Mali
lirih.
“ Sama-sama Li, lagipula itu juga salah satu kewajibanku”
jawab Hamdan
“ Hmmm, kamu memang selalu menjalankan kewajibanmu dengan
baik,…bahkan waktu itu juga “ pikiran Mali melayang ke 20 tahun yang lalu saat usianya
16 tahun.
“ Aku sudah yakin anak
gadis itu akan mengakhiri hidupnya, karena dulu pun aku melakukan hal yang
serupa “ ujar Mali
“ Ya, gadis itu juga beruntung salah menelepon padamu yang
peka “ Hamdan menimpali.
“ Aku langsung merasa dia akan berbuat itu, karena dari
kata-kata yang diucapkannya hampir mirip dengan apa yang kuucapkan dulu, bedanya
dia menelepon ayahnya sedang aku menelepon ibu” Mali pun tertunduk memegang
kepalanya dengan kedua kepalanya.
“ Ya aku ingat, karena dulu kamu pun salah sambung malah
menelepon ibuku “ lanjut Hamdan.
“ Iya, ibumu yang penyayang dan peka itu, tetap meladeniku
meski tahu itu hanya telepon salah sambung “
“ Iya, ibuku memang peka, kau tahu pertama kali yang ditanya
ibuku saat kau menutup teleponmu adalah dia bertanya apa aku punya teman dengan
nomor telepon yang meneleponnya, dari
situlah kami bisa menemukanmu, ini juga berkat kasih sayang Allah padamu “
“ Kamu benar Hamdan, pantaslah Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Aku beruntung salah memijit nomor telepon, terselamatkan dan bisa menata hidupku kembali bahkan kedua
orang tuaku meski akhirnya berpisah tapi aku tidak kehilangan keduanya, bahkan
ibuku masih menyayangiku hingga kini meski aku bukan darah dagingnya” tutur
Mali
Hamdan hanya tersenyum dan menepuk pundak Mali dua kali. Mereka
pun tersenyum.
Tak lama pihak dari sekolah tempat gadis itu ditemukan tiba
dirumah sakit.
Dari pihak sekolah itu kami tahu gadis itu bernama Naysila,
pihak sekolah pun berusaha menelepon kedua orang tua Nay.
Mali memilih untuk pulang setelah melihat kondisi Nay yang
sudah ditangani dengan baik, meski belum sadar.
Ia memilih untuk kembali lagi
besok.
Kini tak hanya raganya yang lelah jiwanya pun lelah. Lelah teramat
lelah.
Direbahkan tubuhnya diatas kasur yang empuk, mata Mali sudah
tak kuasa untuk terbuka.
Mali pun terlelap dalam tidurnya.
#onedayonepost
#odopbatch5
Kasihan si Nay...
BalasHapusBagus ceritanya...:)
terima kasih mba
Hapus🖒🖒🖒
BalasHapusterimakasih sudah berkunjung
BalasHapus