Kedai sudah mulai rapi, Lia yang baru datang kaget melihat
kondisi kedai. Janik, Moli, dan Han duduk di meja no 10 tepat menghadap bagian kedai yang hancur. Lia pun segera bergabung
dengan mereka.
“Kedainya kok
begini?” tanya Lia
Han menarik napas dan mulai menceritakan kembali kronologi
kejadiannya. Lia tertegun dan geleng-geleng kepala.
“Ini aneh enggak sih?
Selama ini kedai aman-aman saja kenapa sekarang kayak diteror begini? Bu Bos
sudah dikabari?” ujar Lia
“Iya ini memang aneh, janggal mengapa semua terjadi dengan
mendadak atau kedai memang sudah jadi target tapi kita tak menyadarinya” jawab Janik
“Ibu juga tidak bisa dihubungi” tambahnya.
“Selain itu tak ada satu pun benda berharga di kedai yang
hilang” Han ikut berkomentar.
Sedangkan Moli hanya manggut-manggut saja tanda berpikir yang
sama.
Mereka berempat menarik napas panjang.
“Lalu bagaimana sekarang, karyawan yang lain belum tahu
kondisi kedai?” tanya Han.
“Ah kamu benar, hampir tak terpikir olehku, bagaimana kalau
kita tunggu sampai mereka datang dan berembuk bersama” usul Janik, ketiga
temannya mengangguk tanda setuju.
“Omong-omong kita belum sarapan, perut Moli mulai lapar nih” rajuk Moli
Han pun tersenyum “Ayo kita ke dapur” ajaknya.
Moli langsung tersenyum dan mengekor Han di belakang disusul
Lia.
Tinggalah Janik seorang diri, yang masih berkutat dengan
pikirannya. Dia teringat pada buku catatan itu lalu berpindah tempat duduk ke
meja no 13 tempat kesukaan pria-pria pemiik buku catatan itu.
Salah satunya milik si pria tambun yang belum bertemu
dengannya. Janik sedikit bingung buku catatan mana yang akan terlebih dahulu ia
buka dan baca. Milik si pria tambun atau buku yang tersembunyi di lemari ibu?.
Namun akhirnya ia buka salah satu dari buku itu. Cover buku
bewarna burgundy nyaris gelap
itu bergambar bunga. Halaman pertama buku itu hanya tertulis angka 4. Halaman kedua
kosong, ketiga kosong, keempat terdapat sepasang rusa lengkap dengan tanduknya.
Halaman demi halaman kosong lagi hingga halaman dua puluh ada
gambar boneka salju. Setelah itu kosong lagi, hingga halaman ke 34 baru ada
tulisan di sana. Janik mulai membacanya dengan perlahan.
Sepasang rusa berbahagia
menyusuri hutan cemara, pinus, dan birch. Mereka senang berpetualang bersama
apalagi ketika cuaca membeku.
Hingga suatu saat si rusa kehilangan tanduknya,
namun rusa yang satu menjaganya hingga miliknya hilang juga.
Mereka berharap agar
tanduknya tak pernah hilang, karena tanduknya seperti mahkota bagi mereka
penguasa belantara cemara, pinus, dan birch.
Harapan mereka berubah
menjadi mimpi besar yang tak berhenti dikejarnya walau mata telah berubah dari
biru menuju emas begitu pun sebaliknya. Tak pernah lelah mengejar impian.
Hingga mereka mendengar
dongeng yang dihembuskan angin dingin tentang bunga sihir di sebuah hutan
terang dan daunnya berguguran nun jauh di sana.
Impian harus dikejar
dan diwujudkan begitulah sepasang rusa itu berpikiran, meski harus menerjang
badai dan panas.
Proses tak pernah
berkhianat kepada mimpi, terkadang yang menjalani proseslah yang membelokan
mimpi.
Bagi si rusa tanduk
yang abadi bukanlah mimpinya lagi setelah menemukan bunga sihir. Ia menemukan
mimpi yang lebih besar hingga bertarung beradu tanduk dengan kawannya.
Kawannya mengalah dan
pergi, si rusa sendirian dengan mimpi barunya, terlena dan terbuai hingga ia
lupa bunga itu tak berguna tanpa dua tanduk yang semula ada, dia lupa ada
mantra yang harus dibaca. Mantra itu terbagi dua, kini ia mengejar kawannya. Namun
tak ditemukannya, terlambat.
Si rusa menyesali
perbuatannya, namun warna matanya masih biru dan emas. Jika kau melihatnya
larilah jika kau mampu atau carilah Laplander.
Selesai membaca Janik membuka dua halaman terakhir dan
kosong. Janik tak mengerti dengan cerita yang ditulis di buku itu. Ceritanya seperti
dongeng pengantar tidur. Apa maksud dari cerita ini?
Apa hubungannya cerita
ini dengan kejadian yang menimpa rumah dan kedainya? Pikiran Janik mulai berpikir dengan
keras.
Tapi rasa lapar membuatnya memutuskan untuk beristirahat
makan ketika dilihatnya Moli, Han, dan Lia keluar dari dapur dan membawa
makanan ke meja no 10.
Semoga setelah makan ia bisa berpikir lagi dan memecahkan
keruwetan pikirannya.
Bersambung.
#onepostoneday
#odopbatch5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar