Manjanik masih bertanya-tanya, apakah rumahnya diobrak-abrik seperti ini karena buku
catatan yang disimpan ibunya?.
Sungguh mengherankan, kalau memang iya, seharusnya sudah
sejak lama rumahnya jadi incaran. Tapi kenapa baru sekarang?
Jangan-jangan…. Sebelum Janik menuntaskan
pemikirannya, suara Moli memecah konsentrasinya. “ Janik makan dulu”.
Perut yang keroncongan membuatnya turun menemui Moli.
Ruang tamu sudah rapi, Moli yang merapikannya. Mereka berdua
lalu duduk di sofa dan mulai membuka makanannya. Ayam penyet Lamongan dan es
teh menu mereka malam ini.
“Janik, apa enggak sebaiknya kita lapor polisi?” ujar Moli
“Iya kamu benar, aku memang sudah memikirkannya, sehabis
makan kita buat laporan ke kantor polisi”
Makan malam mereka tuntaskan dengan cepat.
Kantor polisi terdekat mereka datangi, setelah membuat
laporan beberapa polisi ikut bersama mereka ke rumah. Setelah urusan dengan
polisi selesai, Janik dan Moli beristirahat di kamar. Dua polisi menemani
mereka berjaga di depan rumah.
Pikiran Janik masih menerawang memikirkan buku catatan itu,
ibunya belum pesan hingga detik ini.
Dilihatnya Moli sudah terlelap tidur, Janik memilih bangun
dan duduk di depan meja belajarnya.
Dikeluarkannya buku catatan ibunya dan
catatan si pria tambun yang sengaja dibawanya pulang. Entah mengapa Janik hanya
ingin membawa buku catatan si pria tambun yang tertinggal.
Jika diperhatikan lebih detai cover depan buku catatan
berwarna burgundy nyaris gelap jika tak dilihat dengan lampu yang terang
terdapat sebuah gambar serupa bunga. Namun bunga apa ini? Pikir Janik sambil
terus mengamati.
“Itu gambar bunga Dahlia Nik “ suara Moli membuat Janik
terperanjat dan hampir kena serangan jantung.
Moli yang dikiranya sudah tidur kini berdiri tepat di
belakangnya.
“Moli bikin kaget saja, aku pikir kamu tidur”
“Aku sebenarnya masih takut dan cemas jadi belum bisa tidur
nyenyak. Ngomong-ngomong itu buku catatan siapa?” tanya Moli yang sekarang
sudah duduk di kasur.
“Ini milik pria tambun pengunjung kedai hari ini, dia
mmeninggalkannya di kedai”
“Lalu yang satunnya?” tanya Moli penasaran.
“Aku belum tahu ini milik siapa, tapi buku ini ada di rumah
ini” jawab Janik sedikit misterius.
“Lalu kenapa cuma dilihat saja, enggak dibaca sekalian?” ujar
Moli dengan posisi siap tidur kembali.
Janik tertegun, sebenarnya sejak menemukan buku catatan itu, ingin sekali membacanya.
Namun mentalnya belum siap untuk mengetahui isinya.
Akhirnya Janik kembali memasukan kedua buku catatan itu di
tas, dilirik ponselnya sebelum tidur, namun pesan ibu tak kunjung tiba.
Pagi yang cerah tiba, Janik dan Moli bergegas ke kedai,
polisi yang menjaga rumah semalam pun sudah pulang berpamitan.
Hari ini Janik memilih naik motor, alasannya dia lemas kurang
tidur. Kedai sudah ramai padahal belum jam buka, tapi bukan ramai oleh
penunjung melainkan masyarakat sekitar yang berkerumun di sana.
Janik dan Moli berusaha menembus kerumunan orang-orang untuk
sampai ke depan kedai.
Janik dan Moli hanya bisa ternganga melihat kondisi keca
depan kedai yang tercerai berai. Han yang bertugas pagi ini terduduk di depan
kedai penuh luka. Beberapa orang mencoba menolong Han dan mengobatinya.
Janik dan Moli langsung menghampiri Han yang lecet di sana
sini.
“Han, kita ke rumah sakit saja” tawar Janik begitu di samping
Han
“Enggak perlu Janik, lagi pula hanya lecet-lecet dan memar
sedikit tak parah” pria keturunan jepang manado itu menolak untuk dibawa ke
rumah sakit.
“Han kok bisa kedai
jadi hancur badai begini?” tanya Moli kemudian
“Aku datang sekitar 1 jam yang lalu karena terima pesan
pemasok teh akan kirim pasokannya pagi ini, tapi setibanya di sini, aku lihat
ada orang masuk ke kedai sekitar 4 orang, begitu aku berteriak maling mereka
malah balik menyerang dan kabur setelah menghancurkan kaca depan pakai motor.” Tutur
Han sedikit meringis.
Janik tertegun mendengar cerita Han, mengapa semua begitu
tiba-tiba kejadiannya dan hampir bersamaan.
Kemarin malam rumahnya, pagi ini kedai, sebenarnya apa yang sedang terjadi saat
ini? Pikiran Janik diliputi tanya.
Tak lama polisi datang dan meminta keterangan, dengan
terpaksa hari ini kedai tutup. Janik berusaha menghubungi ibunya sebagai
pemilik kedai, namun tak ada jawaban. Sambungannya pun di luar jangkauan.
Masih dengan pikiran yang penuh dengan tanya, Janik ditemani
Moli dan Han membereskan kedai sebisa mereka.
Mungkin ini waktunya
membuka dua buku catatan itu, setidaknya jika memang buku ini ada kaitannya
dengan peristiwa dadakan ini. Aku bisa menentukan sikap selanjutnya.
Ujar Janik dalam hati.
Bersambung.
#onedayonepos
#odopbatch5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar