Jumat, 16 Februari 2018

Pria di Kedai Teh Part 5




Petang mulai menjelang, si pria tambun pemilik buku belum menampakan dirinya. Janik mulai meresa lelah, pengunjung hari ini ramai sekali. Kedai pun penuh sesak.

Lamat –lamat mulai terdengar adzan magrib, Janik meminta Nia yang baru lagi tiba untuk bergantian menjadi kasir, sementara ia pergi ke mushola depan kedai bersama Moli.

Janik dan Moli dengan khusyuk shalat mengikuti imam, bahkan air mata Moli sampai menetes. Selesai shalat mereka memanjatkan doa untuk Kak Lulu dan keselamatan mereka sendiri.

Jalanan masih saja ramai seusai shalat, membuat Janik dan Moli harus bersabar ketika akan menyebrang. 

Namun tiba-tiba sebuah motor dengan kecepatan tinggi menghampiri mereka, dan hampir menyermpet. 
Beruntung Janik memiliki gerak reflex yang baik hingga terhindar dari serempetan motor itu.

Sebagai gantinya sikut dan lengan mereka lecet terjatuh ke halaman mushala. Mereka berdua ditolong orang-orang yang berada di halaman mushala. Makian pun keluar dari para orang itu kepada si pengendara motor. Janik dan Moli kaget bukan kepalang.

Setelah tenang mereka dibantu menyebrang oleh beberapa orang yang hendak menyebrang pula. Di dalam kedai Janik dan Moli langsung membasuh sikut dan tangan mereka di dapur, membubuhinya dengan anti septik. Nia menghampiri mereka, menawarkan bantuan.

“Udah enggak apa-apa kok Nia makasih, kalau kamu mau shalat aku udah bisa jaga kasir lagi”  ujar Janik.

Nia pun mengangguk dan bergegas pergi. Janik dan Moli berusaha kuat dan kembali mengerjakan tugas mereka hingga kedai tutup.

Jam 9 malam kedai mulai sepi karena sudah masuk jam tutup. Janik yang sudah bersiap akan pulang mengunci laci kasir, dan pergi ke kamar ganti. Moli ternyata sudah lebuh dahulu disana.

“Janik, aku nginep tempat kamu boleh?” pinta Moli

“Boleh, kenapa enggak? Lagi pula ibu lagi keluar kota kan urusan investor kedai” jawab Janik

Akhirnya mereka pulang ke rumah Janik berboncengan sepeda. Rumah Janik memang tak jauh dari kedai, hanya terpaut 3 blok saja. Janik selalu memilih untuk naik sepeda selain menghindari macet, sehat juga.

Selang beberapa menit mereka sudah sampai. Rumah Janik masih gelap, tanda tak berpenghuni. Janik membuka pagar dan memarkirkan sepedanya di halaman. Lalu mulai membuka pintu utama dan menyalakan lampu.

Mata Janik dan Moli terbelalak begitu lampu menyala.  Rumah Janik sangat berantakan, barang-barang berceceran dan isi lemari keluar semua, mirip habis dirampok.

Moli mulai ketakutan pun Janik, namun mereka mencoba mengatasinya dan mulai memeriksa ruangan yang lain. Ruang makan dan dapur yang mereka periksa pertama kali, bukan tanpa alasan tapi di sana banyak benda yang bisa dijadikan senjata.

Anehnya daerah dapur masih rapi tak satupun benda tercecer di sana, lagi pula memang tak ada benda berharga di dapur.

Berbekal palu dan wajan Janik diikuti Moli dari belakang mulai merangsek ke lantai dua tempat kamar-kamar berada. Alarm kewaspadaan mereka tingkatkan, mengingat apapun bisa terjadi di rumah ini sekarang.

Pertama mereka memeriksa kamar Janik, pelan-pelan mereka membuka pintu. Adrenalin mereka berpacu kencang, lalu dinyalakannya lampu kamar, pemandangan yang terlihat sudah seperti kota yang kena bom, lalu mereka beranjak ke kamar mandi, di sana rapi hampir tak ada yang berubah. Tak ada satu pun orang disana.

Janik dan Moli belum bisa bernapas lega, masih ada satu kamar tersisa kamar ibu. Perlahan –lahan mereka menuju kamar ibu yang terletak di sebelah barat kamar Janik.

Lampu  lorong yang gelap Janik nyalakan dan jadilah terang. Begitu sampai di depan pintu kamar ibu, Janik dan Moli mengatur napas mereka yang habis karena tegang. Perlahan pintu dibuka, lalu mereka mulai melangkah masuk. Tangan Janik segera menyelasar dinding untuk mencari knot agar lampu menyala.

Pyar! Lampu menyala, kamar ibu tak jauh kondisinya dari kamar Janik, kamar mandinya pun rapi tak ada yang berubah.

Janik dan Moli terduduk di kasur, lelah karena tegang. Mereka pun mulai berpikir.

“Ini aneh Janik, kalau perampokan pasti ada barang berharga yang hilang sepanjang ini, TV LED, kulkas, bahkan perhiasan ibumu malah tercecer di depan lemari. Sebenarnya apa yang dicari dari rumah ini? Atau ini terror?” ungkap Moli.

Janik membenarkan pikiran Moli, ia juga memikirkan hal yang sama. Tapi selama ini baik dirinya ataupun ibu tak pernah punya musuh. Mungkin saja ada yang ia tidak ketahui selama ini.

Akhirnya mereka berdua mulai membereskan kamar ibu terlebih dahulu. Moli mengambil handphonenya untuk memesan makanan via delivery order ketegangan membuatnya merasa lapar. Lalu kembali membantu Janik.

Ketika sedang memasukan kotak perhiasan ke dalam lemari, Janik melihat ada sebuah kotak kayu yang terselip diantara ruang penyimpanan perhiasan, sekilas memang terlihat seperti bagian lemari yang tak bisa dibuka, namun jika diperhatikan bentuknya mirip laci yang sengaja menyatu dalam dinding.

Penasaran Janik menyentuh kotak itu hendak dikeluarkannya, dan ternyata berhasil. Janik duduk di atas kasur sambil membawa kotak itu. Moli ikut duduk dan merasa penasaran, namun suara bel membuat Moli turun ke bawah, karena itu pasti D.O yang ia pesan.

Tinggalah Janik yang takut-takut membuka kotak itu. Kotak yang berwarna serupa lemar ibu, cuklat tua. Ukurannya tidak terlalu besar dan tak terlalu kecil.  Tak ada kunci ataupun alat untuk membuka kotak itu. 

Bagaimana cara membukanya? Pikir Janik

Janik lalu menggeser papan bagian atas dari kotak itu, dan papan itu bergeser kotak itu berhasi ia buka. Ada sebuah bungkusan kecil di dalamnya. Lalu Janik segera membuka bungkusan itu. Sebuah buku catatan tersimpan di sana.

Janik memperhatikan buku catatan itu sepertinya tak asing baginya. Dimana ia pernah melihatnya?

Tunggu dulu buku catatan ini mirip dengan…. Ah buku catatan si pria ganteng sejagat, si pria masak, dan terakhir milik si pria tambun yang belum ditemuinya. Semua pria itu duduk di meja no 13 di kedai dan buku catatan mereka sama-sama tertinggal atau memang sengaja ditinggalkan?  Pikiran Janik penuh tanya.

Apa hubungan buku catatan ini dengan ibu? Mengapa ibu memilikinya juga? Siapa ketiga pria di kedai itu? Apa hubungan mereka dengan buku catatan ini dan ibu?
Bersambung

#onedayonepost
#odopbatch5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar