Samui sebenarnya enggan untuk kembali ke rumah makan
tempat tadi ia makan siang. Selain jaraknya jauh dari rumah, sore ini hujan
deras.
Jika saja bukunya tidak tertinggal,
Samui tak akan kembali kesana. Ya, hujan pun diterjangnya hanya demi sebuah buku.
Samui memarkirkan motornya begitu ia
sampai di rumah makan. Beruntung hujan sudah mulai kecil, jadi Samui bisa
melepas jas hujan dan dipakainya untuk menutupi motor.
Tak lama ia menghampiri meja kasir dan
menjelaskan bahwa ia mencari bukunya yang tertinggal. Si penjaga kasir rupanya
sudah menyimpan buku itu di bawah mejanya supaya mudah mengembalikan bila
pemilik buku itu mencari.
Samui girang bukan main dan berterimakasih
kepada pejaga kasir yang telah menyimpan bukunya. Begitu akan melangkah keluar,
kakinya tertahan karena ia melihat sesuatu yang membuatnya urung pergi.
Sesuatu yang seharusnya tak pernah
dilihatnya, ia sendiri pun merutuk kenapa ia harus melihatnya.
Apa takdir Tuhan? Pikirnya.
Anjani, gadis yang sudah dikenalnya menggandeng
mesra seorang pria yang tak lain adalah sahabat karibnya, Ruslan.
Ya, Samui memang sudah mengenal
Anjani, bahkan dengan kedua orang tuanya. Karena mereka baru saja bertunangan
dua minggu lalu. Ruslan pun datang mengantar Samui dan keluarganya melamar.
Kini Samui mendapati mereka dengan
asyik saling suap makanan. Bahkan berbagi minuman layaknya pengantin baru.
Samui bisa saja menghampiri mereka,
melepaskan amarah,menuntut penjelasan atau mengamuk bak angin ribut. Tapi ia
urung melakukannya lalu memilih pergi dari rumah makan itu.
Ia berpikir tindakan emosional seperti itu hanya akan melukai harga diri mereka dan membuat aibnya sendiri dikonsumsi khalayak ramai. Samui memilih menahan rasa sakitnya.
Sepanjang perjalan menuju rumahnya,
pikiran dan Samui berterbangan
kemana-mana. Ia sadar kondisinya kini berbahaya jika berkendara.
Diputuskannya untuk berhenti disalah-satu
kedai teh dipinggir jalan.
Dipesannya teh tarik hangat untuk
sekedar menenangkan jiwanya yang goncang. Dua pengkhianatan sekaligus ia terima
sore ini, gamanglah dirinya.
Namun Samui berusaha untuk berpikir
jernih.
Samui menyadari bahwa perkenalannya
dengan Anjani berlangsung cepat karena keduanya dipertemukan melalui kesepakan
perjodohan kedua orang tuanya. Mereka hanya bertemu dan Itupun hanya tiga kali
kunjungan sebelum akhirnya mereka mmemutuskan untuk bertunangan.
Sepanjang kunjungan itu, Samui melihat
Anjani adalah gadis yang baik budi bahasanya, taat kepada agama dan kedua orang
tuanya, dan pemalu. Ia bukanlah gadis yang agresif, bahkan cenderung pemalu.
Apakah
penilaianku salah? Pikirnya
Anjani bahkan tidak pernah mau mengobrol
berdua saja dengan Samui.
Ah!
Apakah karena sudah ada Ruslan di hatinya jadi ia tak pernah mau mengorol
berdua saja? Tanya Samui
dalam hati.
Mengapa
ia tak jujur dari awal? Ah bisa jadi Anjani takut pada orang tuannya. Hati Samui
masih berdebat.
Ruslan,
bagaimana dia bisa tak bercerita padaku bahwa ia punya hubungan dengan Anjani? Apa
karena tak enak padaku?
Apa
yang harus aku lakukan kalau begini? Haruskah aku akhiri hubuganku dengan
Anjani ? Tapi bapak dan ibu bagaimana? Mereka sudah sangat suka dan
menyayanginya. Pikiran Samui bertambah kalut.
Tapi
jika kulanjutkan, bagaimana masa depan rumah tanggaku nanti? Kami tidak akan
pernah bahagia. Aku akan terus merasa dikhianati dan Anjani menderita karena
hidup bersama orang yang tak dicintainya. Pikir Samui.
Diteguknya teh tarik hangat sekedar
menjeda pikirannya yang terus bergumul.
Tapi
aku ini lelaki harus punya sikap dan tegas mengambil keputusan. Jika Anjani tak
bisa berbuat apa-apa maka akulah yang harus berani.
Aku
tahu mungkin akan menyakitkan bagi bapak dan ibu, tapi akupun demikian. Paling tidak
kami bisa saling menguatkan dan bangkit bersama-sama.
Aku
juga tak bisa egois hanya memikirkan kebahagianku, bagaimanapun kami belum
menikah. Meski yang dilakukan Anjani salah, aku tak boleh menghalangi
kebahagiannya. Sekalipun kebahagiaanku yang tergadai . Samui memilih pasrah menerima kenyataan.
Ia pun bangkit dari tempat duduknya
dan membayar teh tariknya. Dipacu sepeda motornya dengan kecepatan cukup tinggi
untuk mengimbangi adrenalinnya yang terkoyak.Rumah Anjanilah yang menjadi
tujuannya.
Bagai tersambar petir Samui mendapati
motor Ruslan sudah terparkir di halaman rumah Anjani.
Apa
ini? Apa Anjani sudah jujur terlebih dahulu kepada orang tuanya? Atau ada
rahasia lain yang akan terbongkar lagi? Duga Samui.
Tak berlama-lama ia di halaman rumah,
Samui pun mulai masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka lebar seraya menucap
salam.
“Assalamua’alaikum”
“ Wa’alaikumsalam “ balasan salam
rupanya datang dari calon ibu mertuanya.
“ Oh Samui kebetulan sekali kamu
berkunjung hari ini, ada yang ingin ibu sampaikan “ tutur calon ibu mertuanya ,
lalu mempersilahkan Samui untuk duduk.
Pikiran Samui mulai berkecamuk.Apakah tenang Anjani dan Ruslan?. Rasanya
seperti tahanan yang menunggu algojo menebaskan pedang ke lehernya. Samui pun
hanya bisa tersenyum getir dan menelan ludahnya sambil terduduk di sofa.
Dalam hati Samui berdoa diberikan
kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi situasi seburuk apapun. Ia meminta
dilindungi dari rasa marah,hingga ia tak jadi kalap menerima kenyataan.
Tak lama setelah Samui dan ibu calon
mertuanya duduk, munculah Anjani yang masih mengenakan kerudung dan pakaian
yang sama seperti di rumah makan. Ia kemudian duduk di sebelah ibunya.
Anjani tersenyum padanya, Samui pun
hanya mengangguk sopan. Mereka sempat terdiam sejenak hingga seorang gadis
berkerudung biru dan membawa nampan berisi cangkir teh dan kue.
Setelah diletakanya cangkir teh dan
kue dimeja dia duduk disamping Anjani.
Betapa Samui dibuat terperangah
melihat Anjani ada dua orang. Yang mana sebetulnya Anjani? Yang dilihatnya di
rumah makan bersama Ruslan atau gadis berkerudung biru yang membawa nampan?.
“ Kamu pasti bingung ya?” tanya ibu
calon mertua Samui, seolah bisa melihat kebingungan di wajah Samui.
Samui hanya mengangguk pelan, dan
mendapat tawa dari ketiga wanita yang duduk bersamanya.
“ Ini Anjana. Kembaran Anjani yang
diasuh dan dibesarkan pamannya Anjani di kota sebelah” papar Ibu Anjani. Memperkenalkan
gadis yang Samui lihat di rumah makan bersama Ruslan.
Gadis itu tersenyum, betapa lega hati
Samui bahwa yang dilihatnya di rumah makan bukanlah Anjani melainkan
kembarannya yang identik dengan nya.
Bersyukurlan Samui bisa menahan amarah
dan mengendalikan dirinya saat di rumah
makane.
Mereka pun terlibat percakapan yang
hangat, hingga Ruslan datang sehabis dari toilet. Ruslan menjelaskan bahwa dirinya pun baru tahu
tunangannya punya saudara kembar saat ia melamar Anjana secara pribadi. Samui pun makin lega, kedua orang yang dipercayainya tak berkhianat.
Samui berpikir angin kencanglah yang
akan ia dapati hari ini di rumah Anjani namun prasangkanya berakhir sebaliknya
angin kesejukanlah yang di dapatnya. Bersyukur bahwa Anjani gadis yang akan
dipinangnya memang sesuai dengan penilainnya.
#Onedayonepost
#odopbatch5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar