Selasa, 06 Februari 2018

PRASANGKA



Samui  sebenarnya enggan untuk kembali ke rumah makan tempat tadi ia makan siang. Selain jaraknya jauh dari rumah, sore ini hujan deras.

Jika saja bukunya tidak tertinggal, Samui tak akan kembali kesana. Ya, hujan pun diterjangnya hanya demi sebuah buku.

Samui memarkirkan motornya begitu ia sampai di rumah makan. Beruntung hujan sudah mulai kecil, jadi Samui bisa melepas jas hujan dan dipakainya untuk menutupi motor.

Tak lama ia menghampiri meja kasir dan menjelaskan bahwa ia mencari bukunya yang tertinggal. Si penjaga kasir rupanya sudah menyimpan buku itu di bawah mejanya supaya mudah mengembalikan bila pemilik buku itu mencari.

Samui girang bukan main dan berterimakasih kepada pejaga kasir yang telah menyimpan bukunya. Begitu akan melangkah keluar, kakinya tertahan karena ia melihat sesuatu yang membuatnya urung pergi.

Sesuatu yang seharusnya tak pernah dilihatnya, ia sendiri pun merutuk kenapa ia harus melihatnya. 

Apa takdir Tuhan?  Pikirnya.

Anjani, gadis yang sudah dikenalnya menggandeng mesra seorang pria yang tak lain adalah sahabat karibnya, Ruslan.

Ya, Samui memang sudah mengenal Anjani, bahkan dengan kedua orang tuanya. Karena mereka baru saja bertunangan dua minggu lalu. Ruslan pun datang mengantar Samui dan keluarganya melamar.

Kini Samui mendapati mereka dengan asyik saling suap makanan. Bahkan berbagi minuman layaknya pengantin baru.

Samui bisa saja menghampiri mereka, melepaskan amarah,menuntut penjelasan atau mengamuk bak angin ribut. Tapi ia urung melakukannya lalu memilih pergi dari rumah makan itu.

Ia  berpikir tindakan emosional seperti itu hanya akan melukai harga diri mereka dan membuat aibnya sendiri dikonsumsi khalayak ramai. Samui memilih menahan rasa sakitnya.

Sepanjang perjalan menuju rumahnya, pikiran dan  Samui berterbangan kemana-mana. Ia sadar kondisinya kini berbahaya jika berkendara.

Diputuskannya untuk berhenti disalah-satu kedai teh dipinggir jalan.

Dipesannya teh tarik hangat untuk sekedar menenangkan jiwanya yang goncang. Dua pengkhianatan sekaligus ia terima sore ini, gamanglah dirinya.

Namun Samui berusaha untuk berpikir jernih.

Samui menyadari bahwa perkenalannya dengan Anjani berlangsung cepat karena keduanya dipertemukan melalui kesepakan perjodohan kedua orang tuanya. Mereka hanya bertemu dan Itupun hanya tiga kali kunjungan sebelum akhirnya mereka mmemutuskan untuk bertunangan.

Sepanjang kunjungan itu, Samui melihat Anjani adalah gadis yang baik budi bahasanya, taat kepada agama dan kedua orang tuanya, dan pemalu. Ia bukanlah gadis yang agresif, bahkan cenderung pemalu.

Apakah penilaianku salah? Pikirnya

Anjani bahkan tidak pernah mau mengobrol berdua saja dengan Samui.

Ah! Apakah karena sudah ada Ruslan di hatinya jadi ia tak pernah mau mengorol berdua saja?  Tanya Samui dalam hati.

Mengapa ia tak jujur dari awal? Ah bisa jadi Anjani takut pada orang tuannya. Hati Samui masih berdebat.

Ruslan, bagaimana dia bisa tak bercerita padaku bahwa ia punya hubungan dengan Anjani? Apa karena tak enak padaku?

Apa yang harus aku lakukan kalau begini? Haruskah aku akhiri hubuganku dengan Anjani ? Tapi bapak dan ibu bagaimana? Mereka sudah sangat suka dan menyayanginya. Pikiran Samui bertambah kalut.

Tapi jika kulanjutkan, bagaimana masa depan rumah tanggaku nanti? Kami tidak akan pernah bahagia. Aku akan terus merasa dikhianati dan Anjani menderita karena hidup bersama orang yang tak dicintainya. Pikir Samui.

Diteguknya teh tarik hangat sekedar menjeda pikirannya yang terus bergumul.

Tapi aku ini lelaki harus punya sikap dan tegas mengambil keputusan. Jika Anjani tak bisa berbuat apa-apa maka akulah yang harus berani.

Aku tahu mungkin akan menyakitkan bagi bapak dan ibu, tapi akupun demikian. Paling tidak kami bisa saling menguatkan dan bangkit bersama-sama.

Aku juga tak bisa egois hanya memikirkan kebahagianku, bagaimanapun kami belum menikah. Meski yang dilakukan Anjani salah, aku tak boleh menghalangi kebahagiannya. Sekalipun kebahagiaanku yang tergadai .  Samui memilih pasrah menerima kenyataan.

Ia pun bangkit dari tempat duduknya dan membayar teh tariknya. Dipacu sepeda motornya dengan kecepatan cukup tinggi untuk mengimbangi adrenalinnya yang terkoyak.Rumah Anjanilah yang menjadi tujuannya.

Bagai tersambar petir Samui mendapati motor Ruslan sudah terparkir di halaman rumah Anjani.

Apa ini? Apa Anjani sudah jujur terlebih dahulu kepada orang tuanya? Atau ada rahasia lain yang akan terbongkar lagi?  Duga Samui.

Tak berlama-lama ia di halaman rumah, Samui pun mulai masuk ke dalam rumah yang pintunya terbuka lebar seraya menucap salam.

“Assalamua’alaikum”

“ Wa’alaikumsalam “ balasan salam rupanya datang dari calon ibu mertuanya.

“ Oh Samui kebetulan sekali kamu berkunjung hari ini, ada yang ingin ibu sampaikan “ tutur calon ibu mertuanya , lalu mempersilahkan Samui untuk duduk.

Pikiran Samui mulai berkecamuk.Apakah tenang Anjani dan Ruslan?. Rasanya seperti tahanan yang menunggu algojo menebaskan pedang ke lehernya. Samui pun hanya bisa tersenyum getir dan menelan ludahnya sambil terduduk di sofa.

Dalam hati Samui berdoa diberikan kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi situasi seburuk apapun. Ia meminta dilindungi dari rasa marah,hingga ia tak jadi kalap menerima kenyataan.

Tak lama setelah Samui dan ibu calon mertuanya duduk, munculah Anjani yang masih mengenakan kerudung dan pakaian yang sama seperti di rumah makan. Ia kemudian duduk di sebelah ibunya.

Anjani tersenyum padanya, Samui pun hanya mengangguk sopan. Mereka sempat terdiam sejenak hingga seorang gadis berkerudung biru dan membawa nampan berisi cangkir teh dan kue.

Setelah diletakanya cangkir teh dan kue dimeja dia duduk disamping Anjani.

Betapa Samui dibuat terperangah melihat Anjani ada dua orang. Yang mana sebetulnya Anjani? Yang dilihatnya di rumah makan bersama Ruslan atau gadis berkerudung biru yang membawa nampan?.

“ Kamu pasti bingung ya?” tanya ibu calon mertua Samui, seolah bisa melihat kebingungan di wajah Samui.
Samui hanya mengangguk pelan, dan mendapat tawa dari ketiga wanita yang duduk bersamanya.

“ Ini Anjana. Kembaran Anjani yang diasuh dan dibesarkan pamannya Anjani di kota sebelah” papar Ibu Anjani. Memperkenalkan gadis yang Samui lihat di rumah makan bersama Ruslan.

Gadis itu tersenyum, betapa lega hati Samui bahwa yang dilihatnya di rumah makan bukanlah Anjani melainkan kembarannya yang identik dengan nya.

Bersyukurlan Samui bisa menahan amarah dan mengendalikan dirinya  saat di rumah makane.

Mereka pun terlibat percakapan yang hangat, hingga Ruslan datang sehabis dari toilet. Ruslan menjelaskan bahwa dirinya pun baru tahu tunangannya punya saudara kembar saat ia melamar Anjana secara pribadi. Samui pun makin lega, kedua orang yang dipercayainya tak berkhianat.

Samui berpikir angin kencanglah yang akan ia dapati hari ini di rumah Anjani namun prasangkanya berakhir sebaliknya angin kesejukanlah yang di dapatnya. Bersyukur bahwa Anjani gadis yang akan dipinangnya memang sesuai dengan penilainnya.

#Onedayonepost
#odopbatch5


Tidak ada komentar:

Posting Komentar