Jumat, 09 Februari 2018

Bara Diana



Diana terlihat cantik dan lugu mengenakan baju pengantin kakak perempuannya. Meskipun dengan tambahan kerudung yang menjuntai menutupi hampir setengah gaunnya. Perasaannya tak karuan, cemas, gugup, dan takut bercampur menjadi satu. Ini mimpi indah ataukah mimpi buruk?

Diana duduk terpekur di dalam kamar seorang diri, hatinya masih penuh tanya kenapa ia harus mengalami ini? Mengapa kakak perempuannya harus kabur di hari pernikahannya? Mengapa pula dirinya yang harus menggantikan kakak perempuannya menikah?

Lamunan Diana terbuyarkan ketika ibunya masuk ke dalam kamar. Masih terlihat sembab di wajah ibunya, riasannya sedikit berantakan karena air mata. Pilu hati Diana melihatnya.

“ Kamu sudah siap Nak?” tanya ibunya lirih, Diana hanya mengangguk pelan. Dipaksakannya senyum terukir di wajah.

Ibunya membelai wajah dan punggung Diana, lalu dipeluk anak gadis bungsunya itu, tangis haru pun membuncah tak kuasa lagi dibendung. Diana hanya bisa menahan tangis sambil memeluk ibunya.

“ Maafkan ibu ya Di, ibu yang salah menjodohkan kakakmu Riana padahal dia tak menyukainya, dan kini kamu yang harus menanggungnya” ucap ibunya penuh sesal.

Diana tak bisa berkata-kata, hanya tersenyum dan memeluk ibunya. Mereka kembali berpelukan.

Namun kesedihan mereka harus terpenggal, ketika tante Diana masuk.

“ Ijabnya sudah selesai Mbak, Diana diminta untuk keluar “ ujar tantenya.

Diana dan ibunya merapikan penampilan mereka, tatapan getir terpancar dari mata mereka, tante Diana pun tak mampu mencegah air mata yang menetes dipipinya. Langkah berat ketiga perempuan itu  mengantarkan mereka ke pelaminan.

Disana sudah duduk Bara sang mempelai pria yang kini sudah menjadi suami Diana. Usia mereka terpaut  18 tahun, maklum Diana adalah gadis muda yang baru saja merayakan kelulusan SMU nya sebulan yang lalu.
Diana duduk berdampingan dengan Bara di meja pelaminan. Menandatangani sejumlah dokumen dan surat nikah. Tangan Diana terlihat gemetar, namun tetap dituntaskannya semua dokumen itu.

Setelah itu acara sungkeman dimulai, Diana banjir air mata pun kedua orang tua dan kerabatnya. Acara sungkeman selesai dilanjutkan makan-makan sebelum mereka dipajang di panggung pelaminan. Diana dan Bara tak saling bicara sedikit pun, mereka hanya mengikuti aturan main saja. Kaku, kikuk, dan tak nyaman bercampur jadi satu.

Sepanajang acara pernikahan hanya beberapa orang saja yang Diana kenal, karena kebanyakan yang datang adalah kerabat,  sahabat, dan rekan bisnis dari Bara dan Reina sang pengantin wanita yang melarikan diri.
Diana merasa bagaikan menequin yang dipajang di mall-mall yang jadi pusat pandangan pengunjung. 

Hampir 4 jam Diana berdiri dan menyalami tamu undangan dan akhirnya selesai juga.

Diana kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Akhirnya dirinya bisa bernafas setelah lama sesak walau hanya sekejap. Dilihatnya 2 koper sudah tersaji di dekat tempat tidur. Ah ya dirinya harus meningalkan rumah malam ini. Diana menjadi takut membayangkan apa yang akan dialaminya begitu keluar dari rumah.

Lagi-lagi Diana hanya bisa pasrah, kini dia sudah jadi istri seseorang. Diana segera mengganti pakaiannya. Sebelum pergi dilihatnya sekeliling kamar. ia pasti akan sangat merindukan kamar ini. Lagi –lagi langkah berat menyeretnya pergi meninggalkan kamarnya dan turun ke depan rumah.

Disana semua keluarga sudah berkumpul menantinya. Begitu Diana bergabung dengan mereka pelukan dan tangis membanjirinya. Ibunya sudah tak bisa berkata apa-apa selain berharap Diana bahagia dan sehat selalu.

Mobil pengantin berwarna hitam sudah ada di depan mata. Bara yang juga sudah berpamitan langsung masuk dan duduk dibelakang kemudi. Tak lama Diana pun turut masuk duduk disamping Bara.

Mesin pun mulai dihidupkan, lamat-lamat lambaian tangan seluruh anggota keluarga Diana sudah tak terlihat. Tinggalah Bara dan Diana berdua di dalam mobil, hening dan sepi. Diana tak tahu kemana ia akan di bawa. Irama jantungnya terus saja berdegup kencang. bersambung...

#onedayonepost
#odopbatch5
 sumber gambar google.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar