Diana terbangun setelah mobil berhenti di sebuah rumah. Bara
segera turun dan mengeluarkan barang dari bagasi. Diana yang masih setengah
ngantuk segera turun menyusul Bara.
Setelah semua barang dikeluarkan, Bara memijit bel rumah itu.
Tak lama keluar dua orang laki-laki dan perempuan. Keduanya membantu mereka
mengangkat koper milik Diana.
Bara masuk pertama, disusul dua orang yang membawa koper,
sedang Diana masih tertegun di depan pintu. Mencoba meraih kesadarannya, dan
menepis ngantuk yang terasa.
Bara yang sudah berjalan hampir ke tengah rumah, meminta dua
orang yang membawa koper itu untuk mengantarkan koper itu ke kamar atas. Dua
orang itu pun langsung bergegas menuruti permintaan Bara.
Tersadar Diana tak mengikutinya, Bara kembali ke depan pintu.
Benar saja Diana masih berdiri kaku di sana.
“ Masuklah ini sudah larut, berlama-lama di luar bisa masuk
angin “ ujar Bara meminta Diana untuk masuk.
Masih tersirat keraguan di wajah Diana yang lelah. Rumah ini
asing bagi Diana, dan diirnya merasa takut.
“ Dengar, aku tidak akan memakan kamu hidup-hidup, jadi
masuklah “ wajah Bara yang lelah membuat Diana menyerah dan mengekor Bara dari
belakang.
Sebuah kamar yang luas dengan tempat tidur besar menjadi
tempat Diana beristirahat malam ini. Dia sendiri di kamar itu karena Bara
memilih kamar lain.
Lega luar biasa dirasakan Diana. Segera ia mengunci pintunya,
lalu pergi menyeret kakinya ke kamar mandi untuk bersih=bersih sekedarnya. Tak
lama dibenamkannya wajah di bantal dan tertidur pulas.
Pagi menjelang, selepas shalat subuh Diana sudah berdiri di
dapur. Melihat-lihat sekiranya ada makanan yang bisa ia olah. Perutnya sudah
terasa lapar sepagi ini.
Diana tertolong dengan hadirnya wanita yang semalam
membawakan kopernya.
“ Wah, Mba sepagi ini sudah bangun, ada yang bisa saya bantu
?” tanya wanita itu ramah sambil meletakan belanjaannya di meja.
Diana tersenyum dan mendekati belanjaan yang di bawa wanita
itu.
“ Oh Mba mau memasak? Biar Bi Niur saja yang masak, Mba kan
pasti masih capek, bilang saja Mba ingin makan apa nanti Niur masakan “ pinta
wanita bernama Niur itu
“ Tidak apa-apa Bi Niur, saya suka memasak, kita masak
bersama saja “ jawab Diana
“ Wah, Mas Bara beruntung sekali punya istri seperti Mba…”
perkataan Bi Niur menggantung
“ Diana” pungkas Diana
“ Mba Diana, sudah cantik, suka memasak lagi “ puji Niur
“ Biasa saja Bi Niur, saya hanya suka makan jadi saya suka
masak untuk saya makan sendiri “ tutur Diana sambil tersenyum.
Diana dan Bi Niur mulai membedah belanjaan dan mulai memasak.
Menu pagi ini adalah ayam goreng bumbu lengkuas, sop tahus pedas, cak kangkung,
sambal tomat, dan bacem tempe.
“ Wah Mba Diana benar-benar pintar masak ya, Mas Bara pasti
senang Mba “
Diana hanya tersenyum dan meneruskan menata meja dengan
piring, gelas, dan tentu saja hidangannya.
“ Mba Diana, Mas Bara itu sangat suka dengan masakan rumah,
jadi hampir jarang melewatkan makan di rumah “
Diana cukup kaget mendengarnya, karena sepengetahuannya Bara
adalah pengusaha sukses dan mapan, masih suka masakan rumah? Wah langka, pikir Diana.
“ Tapi belum tentu rasanya seenak masakannya Bi Niur, Pak
Bara pasti lebih suka masakannya Bi Niur” ungkap Diana
Bi Niur tertawa geli mendengarnya, “ Mba ini lucu, Mana
mungkin lebih enak masakan saya, bumbunya saja tak sekomplit yang Mba pakai
kalau saya masak, saya malah harus belajar lagi “
“ Hmm, tapi bagaimana kalau Pak Bara tidak suka masakan saya
?” Diana mulai khawatir.
“ Wah, kalau itu kita tunggu nanti saja setelah Mas Bara
pulang dari olahraga “ jawab Bi Niur
Eh, Pak Bara sudah
pergi olahraga? Lewat mana? Diana tak melihatnya sepanjang pagi ini sejak keluar dari kamarnya.
“ Mba, kok panggil
Mas Bara dengan Pak? Manten baru biasanya panggil sayang begitu” goda Bi Niur.
Diana tersenyum bingung, bagaimana menjelaskannya kalau
dirinya mendadak menjadi istri Bara, karena calon istrinya Bara melarikan diri.
Melihat Diana yang bingung, Bi Niur jadi tak enak hati lalu
mengalihkan pertanyaan.
“ Mba, Mas Bara itu suka minum kopi kalau pagi-pagi, coba
saja Mba buatkan kopi sekalian “
“ Ah iya “ jawab Diana dan bergegas kembali ke dapur
membuatkan Bara kopi.
Diana membawa secangkir kopi ke meja makan, dan betapa
terkejutnya Diana, Bara sudah duduk di salah satu kursi makan.
Gugup Diana menyimpan kopi itu di depan Bara lalu duduk di
kursi yang lain. Diana mencari sosok Bi Niur yang entah menghilang kemana.
Apakah hanya akan sarapan berdua saja? Pikirnya.
Bara tampak tenang menyeruput kopinya, lalu mulai membalik
piring yang tertelungkup hendak makan. Diana langsung bangkit dan mengambil
piring dari tangan Bara, kemudian menuangkan nasi ke dalamnya. Bara agak kaget
namun akhirnya tersenyum simpul.
Diana menanti Bara memberitahunya lauk yang ingn dimakan
Bara. Seolah mengerti Bara pun langsung
berucap, “ Ayam, tempe, sambal, kangkung, sop tahunya dipisah ya “
Diana dengan cekatan memenuhi keinginan Bara lalu menyerahkan
kembali piring yang sudah terisi nasi dan lauk beserta manggkuk sup.
Sejak usia 9 tahun Diana memang sudah diajar ibunya, bagaimana seorang wanita bersikap di meja makan, bahkan kebiasaan ibu yang selalu melayani bapaknya ketika makan menempel dalam ingatan Diana.
Setelahnya Diana mengambil nasi dan lauk untuk dirinya
sendiri lalu duduk, ketika hendak berdoa, “ Mari kita berdoa dulu “ ajak Bara
lalu memimpin doa makan, Diana pun mengamini.
Diana melihat Bara makan dengan lahap seperti orang yang tak
makan berhari-hari. Ada rasa senang menyusup di hatinya,
Masakan hari ini disukai Bara. Paling tidak Bara menghabiskan makanannya, bahkan tambah porsi.
Bi Niur tiba-tiba datang membawa koran ke ruang makan.
“ Bi, resep baru ya, enak banget masakan bibi hari ini, terus
kayak gini ya Bi “ ujar Bara.
Diana hampir tersedak minuman mendengar itu, Bi Niur
tersenyum geli.
“ Hari ini saya hanya asisten
koki Mas, semua masakan ini Mba Diana yang masak, bumbunya juga resep Mba
Diana, termasuk kopi yang Mas minum “ ungkap Bi Niur.
Bara langsung menatap Diana, yang ditatapnya malah menundukan
pandangan dan beringsut ke dapur melarikan diri.
Bara dan Bi Niur tersenyum geli melihat cara Diana mengatasi
rasa malunya.
Diana, kenapa harus
kabur sih? Hanya karena pujiannya saja? Ingat baru semalam kamu ketakutan masuk
rumah ini ! Ingat dia itu dulunya calon kakak iparmu, kamu itu hanya infal! Rutuk Diana dalam hati.
Pagi-pagi yang menyenangkan bisa memasak tapi juga membuat
Diana tersipu malu karena sebuah pujian.
Diana kembali ke kamarnya dan duduk di sofa. Di dekat sofa ada
sebuah laci, seperti tempat menyimpan buku atau majalah jika di rumahnya.
Diana membuka laci itu, benar saja isinya buku dan
majalah. Dipilihnya sebuah buku cerita .
dibukanya halaman pertama buku cerita itu. Diana hampir tak mempercayai apa
yang dilihatnya.
Dalam buku itu tertulis nama yang dibubuhi tanda tangan
miliknya. Diana baru ingat buku cerita miliknya yang hilang ketika kelas tiga
SMP. Tapi bagaimana buku ini bisa ada di sini? Di rumah Bara?. Tanya pun
menyelimuti hati Diana.
Bersambung…
#onedayonepost
#ODOPbatch5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar