Senin, 22 Januari 2018

Sepenggal Saya dan Yogyakarta



Pertama kali, saya menginjakan kaki di kota Gudeg adalah saat liburan akhir semester kelas 1 SMU. Berlibur ke tempat kakak yang kebetulan sedang menimba ilmu disalah satu univesitas negeri tertua disana. 

Saat itu hanya tiga hari saja saya di Yogyakarta. Tak banyak tempat yang saya kunjungi, mengingat padatnya jadwal kuliah sang kakak. Saya hanya berkunjung ke masjid kampus tempat kakak menimba ilmu dan Malioboro yang terkenal itu, sekedar jajan di restoran cepat saji lalu pulang begitu saja

Dua tahun berselang, tepatnya tahun 2006,siapa yang menyangka, saya si anak dari Kota Tahu akan kembali ke kota dengan julukan kota seribu kampus ini. Terminal Jombor yang riuh dan padat di pagi hari menjadi saksi kembalinya saya ke kota ini. Bus kota jalur 7 menjadi angkutan umum yang mengantarkan saya menuju tujuan yaitu daerah Pogung.

Ada hal yang menarik dari bus jalur 7 ini yakni kecepatannya yang prima bahkan nyaris ugal-ugalan, maka berhati-hatilah saat turun melangkah, kaki kiri yang harus terlebih dahulu turun dan tentu saja harus sigap dan cepat karena si bus tak kan mau bersabar hingga kita benar-benar turun. Saat itu saya sempat mengumpat karena hampir terjatuh, namun selepas itu saya tertawa geli karena ini pengalaman pertama saya naik dan turun dari bus dengan sensasi seperti itu.

Lain dulu lain sekarang, jika sekarang kita ingin merasakan sensasi naik bus jalur seperti bus jalur 7 di dalam kota Yogya, mungkin akan sulit kita temui. Karena telah hadir sarana transportasi umum yang baru yaitu bus Transjogja dengan segala kenyamanannya. 

Bus yang ber-AC dan bertempat duduk nyaman lengkap dengan pramugara yang akan memandu kita selama perjalanan mengalihkan minat masyarakat dari bus jalur atau kopata ke bus Transjogja. 

Saya termasuk yang beralih. Bagi saya yang suka sekali jalan-jalan sangat terbantu dengan adanya bus Transjogja ini.Selain nyaman, harga ongkosnya pun murah meriah hanya 3500 rupiah. Anak lelaki semata wayang saya pun penggemar berat bus Transjogja, kami kerap menghabiskan waktu bersama berkeliling kota Yogyakarta dengan bus Transjogja.

Sebagai pendatang di kota berslogan Yogyakarta Berhati Nyaman ini, saya merasakan betul kenyamanannya.Terutama kulinernya yang merakyat. 

Maklum saja, sebagai anak rantau harus pandai berhemat agar tidak gigit jari di akhir bulan. Kenyamanan kuliner murah ini dapat kita rasakan di Angkringan, begitu orang Yogya menyebutnya. 

Warung jajan yang khas dengan gerobaknya dan ceret yang mengepul di atas anglo dengan gemercik bara api yang terkena sapuan kipas. Menu favorite saya kala itu adalah sego kucing yaitu nasi segenggam yang dengan sedikit lauk, biasanya oseng tempe, oseng teri atau oseng buncis, tinggal dipilih sesuai selera. 

Teh hangat atau dingin dan sedikit tambahan gorengan sebagai pelengkap sudah membuat perut saya kenyang tanpa membuat dompet berlubang. 

Pada saat ini angkringan masih menjadi tempat popular bagi masyarakat Yogya sebagai tempat makan dan berbincang, hingga angkringan di Yogya saat ini menjadi lebih variatif. Tak sedikit Angkringan yang dikemas seperti café dengan tata ruang yang lebih luas dan kekinian hadir di Yogya, tentunya tanpa menghilangkan unsur penting dari sebuah angkringan yaitu gerobak dan ceret.

Selain angkringan kita juga tidak bisa lepas dari gudeg yang merupakan makanan khas Yogyakarta. Awalnya,saya yang bedarah parahiyangan kurang menyukai makanan yang bercita rasa manis ini

Wajar saja yang saya cicip pertama kali adalah gudeg warung makan dekat kost-an kakak saya tinggal. Namun, setelah membeli gudeg di sentra jualan gudeg yaitu daerah Wijilan, mencicipi gudeg legendaris sekelas Yu Djum, alamak pantas saja orang yang datang ke Yogya tak akan melewatkan makanan yang satu ini, rasanya uenak tenan!. 

Bagi yang ingin menjadikannya buah tangan tersedia kemasan kendi atau kaleng yang tahan lama.

Masih ada makanan lainnya yang menjadi buruan setiap orang yang datang ke Yogya,yaitu Bakpia. Bakpia salah satu jenis makanan manis yang biasa dijadikan oleh-oleh, yang kini sudah makin ragam jenis, rasa dan bentuknya. 

Jika masih ingin mencoba jenis makanan lainnya dari Yogya cobalah ayam kampung ingkung dan bebek ingkung, rasanya maknyos luar biasa. Bagi pecinta kuliner seperti saya wajib mencobanya dan bisa dicicipi di daerah Pajangan Bantul.

Yogyakarta, kota indah dengan salah satu slogannya berbunyi Sego Segawe yang berarti sepeda kanggo sekolah, sepeda kanggo nyambut gawe. Sepeda menjadi transportasi untuk ke sekolah dan bekerja, ya-memang di Yogya akan kita jumpai orang-orang masih memakai sepeda untuk sekolah atau bekerja.

Saya termasuk yang pernah menggunakan sepeda ke kampus saat kuliah.Sehat, murah, dan menyenangkan tentunya.Termasuk saat pergi mengunjungi tempat-tempat wisata yang bisa saya tempuh dengan sepeda dari asrama saya yang terletak di Panggung Krapyak. Sebut saja Alun-alun Selatan, Taman Sari, Pasar Ngasem, Keraton Yogyakarta, Museum Kereta, Alun-alun utara dan masjid Gedhe Kauman. 

Sebenanya jarak antara Alun-alun Utara Kota Yogyakarta dengan pusat wisata belanja Malioboro dan tempat bermain anak yang sarat unsur edukasi-Taman Pintar, tak terlalu jauh, masih bisa ditempuh dengan sepeda seperti yang wisatawan mancanegara biasa lakukan  

Banyak yang berubah dari kota Yogyakarta, seperti yang terjadi di titik nol Malioboro yang mengalami perombakan jalan yang semula beraspal kini dibuat lebih tinggi dan hanya menggunakan paving block. 

Kawasan Malioboro pun tak luput dari perombakan, mulai dari pedestrian yang lebih indah, halte bus Transjogja yang dibuat lebih luas, lampu-lampu hias, karya seni yang sengaja dibuat untuk menghiasi jalan, dibuat lebih menarik. Kantong parkir tiga lantai di kawasan Abu Bakar Ali pun dibuat demi kenyamanan para pengununjung yang berjalan di sepanjang kawasan Malioboro.

Seperti Yogyakarta yang banyak berubah ke arah yang lebih baik, begitupun yang saya alami. Di kota ini saya mengalami banyak perubahan ke arah yang lebih baik tentunya

Salah satunya adalah mengenal islam lebih dalam, yang berdampak pada pola pikir dan pola sikap dalam menjalani kehidupan ini. Hingga saya berprinsip hidup bahagia dalam keberkahan, berusaha sekuat tenaga meraih ridha Allah SWT. 

Perubahan lain yang saya alami adalah ketika saya bertemu dengan pendamping hidup saya. Pria shaleh, insyaAllah, sederhana dan penyabar datang mempersunting saya. Setia, selama 8 tahun ini membersamai saya, inysaAllah sampai ke jannah, amin.

Yogyakarta banyak bermetamorfosa begitu pula dengan saya. Semoga perubahan yang saya alami senantiasa mendapat ridha dan keberkahan dari Allah SWT, begitu pun dengan kota Yogyakarta

Kota seribu makna bagi saya, semoga menjadi kota yang diberkahi Allah SWT dalam keistimewaannya, amin.Yogyakarta semoga senantiasa istimewa di hati saya dan di hati siapa saja yang tinggal atau bahkan hanya sekedar singgah disana.

#Tantangan ODOP1
#Onedayonepost
#ODOPbatch5






2 komentar:

  1. Boleh kasih masukan ya... perlu diperhatikan penulisan koma yang tepat, dan ada typo beberapa. Mungkin bisa diperbaiki biar pembaca lebih nyaman...

    BalasHapus