Selasa, 23 Januari 2018

Gajah



Malam ini Reyna merengek memintaku membacakan cerita pengantar tidurnya. Enggan  rasanya memenuhi permintaannya, namun raut wajahnya yang mengiba merontokan keenggananku. 

Seandainya saja bapak dan ibu tidak ke kondangan malam ini, pasti bapak yang akan membacakannya cerita pengantar tidur. Maklum saja Reyna anak kesayangan bapak, selelah apapun bapak sepulang dari bekerja, malam harinya pasti Reyna akan tertidur setelah bapak membacakan cerita pengantar tidur untuknya. 

Lain halnya dengan ibu yang tidak suka membacakan cerita sebagai pengantar tidur Reyna. Alasannya jelas ibu pasti akan terlelap lebih dulu sebelum ceritanya selesai dibaca, dan Reyna kerap ngambek saat itu terjadi. Akhirnya ibu lebih senang nembang untuk mengantarkan Reyna tidur, tembang ilir-ilir, sekalian melestarikan budaya jawa, kilah ibu yang memang kelahiran jawa.

 Adapun Bi Inah, asisten rumah tangga kami yang suka berganti tugas menemani Reyna tidur jika bapak dan ibu behalangan, pamit istirahat karena masuk angin. Jadilah aku pengganti  terakhir nya, kakak laki-laki Reyna semata wayang.

Reyna mulai sibuk memilah dan memilih buku cerita yang ingin ia dengar sebelum mimpinya menjelang.  Aku dengan pasrah duduk disamping tempat tidurnya,seperti patih yang mananti titah dari sang raja. 

Rasa malas masih bergelayut dihati, bahkan ketika Reyna sudah menyerahkan buku ceritanya untuk kubacakan. Kubaca judul ceritanya dengan suara datar saja “Gajah Abrahah, Memilih Kebenaran sebagai Jalan Hidupmu”. 

Rupanya Reyna memilih fabel sebagai pengantar tidurnya. Baru saja kubaca judulnya, Reyna yang sudah dalam posisi berbaring di kasurnya yang empuk protes karena suaraku tak ada dinamikanya, seperti suara bapak ketika membacakannya cerita. 

Setelah menghela napas panjang,  akhirnya kuputuskan untuk berdinamika seperti bapak dengan harapan Reyna akan segera terlelap.

Kubaca lembaran demi lembaran cerita dengan penuh penghayatan macam pemain teater. Reyna sangat senang melihatku bercerita, tampak dari deretan gigi yang keluar dari mulutnya yang kecil. Namun deretan gigi itu bisa lenyap seketika, ditutup nya dengan selimut,  saat alur ceritanya menegangkan.

“Lalu pasukan Abrahah memasuki kota Mekah dan bersiap menghancurkan Ka’bah” ucapku serius, Reyna mulai menutup mulutnya dengan selimut.

“Serbu!!!!!!” teriakku.

Seketika pandanganku menjadi kabur, seperti kemasukan debu. “Apa karena terlalu kencang berteriak “, pikirku dalam hati. 

Kuseka kedua mataku dengan tangan, dan berusaha membuka mataku. Namun apa yang kulihat, debu pasir berterbangan dan bergulung tak jauh di depan, disertai derapan langkah yang menggebu, berdentum-dentum. 

Suara –suara teriakan manusia saling bersahut-sahutan menggema di angkasa. “Dimana aku ini?!”, seruku mulai panik, melihat disekeliling hanya gundukan pasir yang luas dan panas. 

Waktu-ku untuk menyadari keberadaanku seperti lilin yang dibakar api besar. Debu pasir yang bergulung dengan suara dentuman itu kini tampak jelas dan mendekatiku. 

Panik dan takut, bahkan mungkin syok ! dengan apa yang kulihat . Pasukan gajah dalam jumlah besar berlari kencang menuju ke arahku. Ingin aku lari, namun kakiku entah mengapa sulit untuk kugerakan. 

Setelah membungkukkan setengah badanku dan menggoyangkan kaki berharap mereka mau begerak, namun usahaku nihil.

Kulihat pasukan gajah itu semakin mendekat dan mendekat saja. Aku semakin panik dan bingung karena tak bisa bergerak, aku pikir aku mungkin akan mati karena terlindas gajah. 

“Tidaaakkkkkk!!!!!!” teriakku sambil menutupi wajahku dengan kedua tanganku, ketika seekor gajah yang besar tepat berlari kencang dihadapanku. 

Tamat sudah!, aku pasti sudah habis! pikirku, namun kesadaranku kembali ketika aku mendengar suara gajah begitu kencang ditelingaku. 

Kulepas kedua tanganku yang menutupi pandanganku perlahan, dengan kaki yang bergemetar dengan hebat.Tampak sesosok tambun dan tinggi, berwarna abu gelap dengan garis-garis kulit yang tebal berdiri tepat didepanku. 

Aku terkaget melihat gajah sebesar itu, lebih besar dari yang kulihat dikebun binatang. Ia mengibaskan ekor dan belalainya ke atas dan ke bawah, lalu terdengar sebuah suara yang entah berasal dari mana menggema di udara.

“Pilihlah jalan kebenaran sebagai jalan hidupmu” ucap suara yang menggema dari langit.

Kebingungan masih menyelimutiku mencari asal suara yang menggema itu, namun sepertinya aku tak diberi waku untuk bingung. 

Tiba-tiba datanglah rombongan burung-burung dengan membawa bara api, dua di cakar dan satu di paruh mereka, lalu mereka melemparkan bara api itu kearah pasukan gajah yang terus melaju menuju sebuah tempat yang tak bisa kulihat. 

Layaknya kembang api yang jatuh di malam tahun baru, bara api itu menghantam pasukan gajah. Pasukan gajah itu luluh lantah seketika,hanya menyisakan aku dan si gajah di depanku. 

Api dan asap mengepul dimana-mana, aku seperi ada di lautan api. Menyaksikan kejadian ini membuatku takut, saking takutnya aku sampai terkencing dicelana.

“Gas!...Bagas!bangun!, kamu ngompol itu” suara bapak terdengar jelas di telingaku.

Aku langsung terbangun dan melihat sekelilingku, ”ah kamar Reyna!” pekikku dalam hati.

Kulihat juga bapak dan ibu melihatku sambil mengelengkan kepala mereka dan menunjuk kearah celanaku yang basah.

“haaah!aku ngompol” teriakku,lalu aku pun langsung berlari ke kamarku.

Sungguh mengerikan mimpi yang baru saja kualami, sampai-sampai aku mengompol, semoga saja tidak mimpi seperti itu lagi, harapku sebelum terlelap tidur.

Harapan hanya tinggal harapan, mimpi semalam ternyata membawaku kearah yang lebih mengerikan dari sekedar mimpi. Seharian ini aku terus berhalusinasi, gajah di mimpi itu mendatangiku, bahkan terkadang ia mengancamku akan memanggil si burung dengan bara apinya.

“Ini gilaa!” seruku dalam hati.

Hari ini, ketika aku hendak membolos jam pelajaran matematika si gajah tiba-tiba datang berlari ke arahku dan berkata “pilihlah kebenaran sebagai jalan hidupmu”. Kucoba mengabaikannya, karena kupikir itu mustahil, ini hanya halusinasi.

Eeeeeh, si gajah malah memanggil si burung dengan bara apinya untuk dilempar ke arahku. Semua tampak begitu nyata, hingga aku lari tunggang langgang kembali ke kelas hingga jam sekolah berakhir. 

Rumah yang kupikir jadi tempat yang aman dari si gajah,tapi ternyata aku salah!. Saat waktu ashar tiba, biasanya aku selalu bermalas-malasan dan menunda shalat, bahkan ajakan bapak untuk shalat ke masjid pun tak kuhiraukan. 

Tapi tidak ashar kali ini. Si gajah itu datang lagi, aku coba mengabaikannya lagi, namun ketika si gajah siap-siap akan memanggil si burung, aku dengan segera melesat ke masjid sebelum adzan berakhir hingga membuat bapak terheran. 

Di masjid, kucoba melihat keluar lewat jendela berharap si gajah sudah tiada, namun kenyataannya justru berbeda si gajah masih mengintaiku dari luar seperti agen mata-mata CIA atau FBI.

Setelah selesai shalat dan keluar dari masjid, kulihat gajah itu sudah hilang. Lega rasanya, namun saat magrib dan isya si gajah kembali beraksi.

Gajah berwarna abu-abu tua ini selalu saja mendatangiku yang juga masih berseragam putih abu-abu. Tiga bulan sudah kami seperti tom dan jerry yang tak lelah main kejar-kejaran. Terkadang aku merasa seperti di ajak berperang setiap kali si gajah datang. 

Berperang melawan semua kebiasaan burukku, yang kurasa sangat berat sekali. Meninggalkan bolos sekolah, menyontek saat ulangan, menggodai para siswi, menghapus semua game dan file juga video yang tak pantas dari komputerku.

Semua itu kulakukan karena takut pada si gajah, apalagi ketika ia mengancamku akan memanggil si burung dengan bara apinya. 

Tak sekedar sampai di situ saja, si gajah pun suka menggiringku tiba-tiba masuk ke forum kajian keislaman, saat kami sedang kejar-kejaran, hingga tanpa kusadari, dia telah banyak mengubahku. Gajah ini benar-benar menjungkir balikkan duniaku.

Temanku berganti menjadi teman-teman yang mengajak pada kebaikan. Prestasi belajarku membaik. Bapak dan ibu bertambah sayang padaku,bahkan hampir jarang mengomeliku. Reyna yang sering bertengkar denganku yang usianya terpaut 12 tahun denganku mendadak lengket padaku.

 “Aaah apa mungkin ini yang namanya petunjuk atau hidayah ya?”pikirku, mengingat salah satu isi kajian remaja islam di sekolah. Namun ada yang membuatku sedih, sudah tiga hari ini si gajah tak mendatangiku, ada apa ya?. Aku sedikit merindukannya.

Malam telah tiba, bapak dan ibu pamit pergi menghadiri kenduri di komplek sebelah, begitu pun Bi Inah ijin ikut arisan ikatan asisten rumah tangga sekomplek.

 Alhasil akulah yang akan membaca buku cerita untuk Reyna.Kali ini aku melakukannya dengan sukarela dan senang hati tentunya. Aku malah penasaran buku apa yang akan dipilih Reyna kali ini. 

Rasa penasaranku langsung terbayar, begitu kubaca judulnya “Anjing Ashabulkahfi”.

“Hmmm, apa ini alasan si gajah tak datang tiga hari ini? apa dia akan berganti tugas dengan anjing ini”gumamku dalam hati, jika ya berarti aku tak akan dikejar gajah lagi tapi dikejar anjing?!!!. END

#onedayonepost
#odopbatch5





Tidak ada komentar:

Posting Komentar