Rabu, 24 Januari 2018

Pria di Kedai Teh





Manjanik masih sibuk melayani para pelanggan yang memadati kedai siang ini.Pelanggan yang datang siang ini cukup beragam, mulai dari pekerja kantoran, pelajar, hingga rombongan keluarga.

Mereka terlihat asyik dan tenggelam dalam percakapan mereka sendiri. Sebagian  membahas soal bos nya yang galak dan mata keranjang, mereka yang pelajar sibuk menentukan tempat bimbingan belajar yang murah tapi hebat.

Pelanggan yang membawa serta keluarganya berdiskusi sedikit serius mengenai rumah yang akan mereka beli.

Di tengah keramaian kedai siang ini, ada satu sosok yang membuat Manjanik sedikit penasaran. Seorang pria yang bisa dikatakan tidak muda lagi, tapi belum begitu tua, mungkin pria itu seumur dengan pamannya.

Pria itu belakangan ini, mungkin sekitar seminggu, selalu datang ke kedai. Ia selalu datang sendirian dan memilih meja dekat jendela yang menghadap ke bagian luar taman kedai.

Sebenarnya, jarang ada pelanggan yang duduk di meja itu, karena letaknya berada di sudut kedai, terpisah dengan meja lainnya, hanya dari arah meja kasir saja meja itu terlihat jelas.Meja bernomor 13 itu seperti ruangan pribadi yang terpisah dari kedai.

Biasanya yang duduk disitu adalah pelanggan yang sedang sedih, yang tak jarang menangis di sana. Pelanggan yang sedang kesal pun memilih tempat duduk itu, sekedar mengumpat atau merobek-robek kertas sebagai pelampiasan.

Namun tidak dengan pria itu, raut wajahnya terlihat cerah dan bahagia, bahkan sesekali ia melempar senyumnya yang kharismatik pada pramusaji kedai. Itulah mengapa Manjanik sedikit tertarik padanya.

Wajar saja sebenarnya jika Manjanik tertarik pada pria matang itu. Sejak kedatangannya di kedai, di hari yang berhujan, sudah menjadi perbincangan para pengunjung  dan para pramusaji kedai.

Perawakannya yang jangkung dan tegap, wajah ovalnya, garis rahangnya yang tegas, hidung mancung, mata tajam dengan alis yang lebat namun terukir indah membingkai wajahnya, membuat semua mata terpana.

Rambutnya sebahu bergelombang berwarna hitam legam, sedang kulitnya berwarna cerah dibalut setelan jas berwarna biru elekrtik menambah kharismanya. Siapa saja yang melihat akan berpandangan bahwa ia seorang pria matang yang mapan.

Manjanik berharap bisa mengenal pria itu, walau sedikit saja. Hari ini, dimana kedai penuh di siang hari sepertinya keinginannya terwujud.

Pria matang yang duduk di meja no 13 itu meninggalkan bukunya di meja.  Bergegas Manjanik mengejar pria itu menuju parkiran.

“ Tunggu Pak! ” seru Manjanik, pria itu pun menghentikan langkahnya dan menengok ke arah Manjanik.

“ Buku anda tertinggal “ , Manjanik menyerahkan bukunya sambil tersenyum.
Pria itu pun tersenyum dan menerima bukunya

“ Terima kasih Manjanik “ ucapnya lembut, Manjanik pun mengagguk senang.

 Ia tak menyangka jika pria matang itu mengetahui namanya. Manjanik tetap berdiri di tempat parkir sampai pria itu pergi dengan mobil hitamnya. Senyum Manjanik mengembang, entah mengapa ia merasa begitu senang dan berharap besok pria itu akan kembali ke kedai. Bersambung.

#onepostoneday
#odopbatch5

2 komentar: