Surat tanpa nama itu terus saja kubolak balik, tanpa kubuka, milik siapa gerangan dan kepada siapa surat ini ditujukan. Ah ya! surat ini terjatuh dari novel yang dipinjam Sarah, mungkin ini milik Sarah. Segera kuambil telepon selulerku dan kukirim pesan whats apps pada Sarah bahwa aku ingin bertemu dengannya.
Tak lama balasan pun datang "oke".Rasa penasaran terhadap surat itu pun mulai menyelinap, karena ini pertama kalinya aku mendapati surat tanpa nama. Biasanya aku hanya menerima surat ijin sakit atau ijin karena kepentingan keluarga milik seorang teman yang dititipkan padaku.
Itu pun ketika di sekolah menengah atas.
Mengingat itu aku jadi bertambah penasaran apa isi surat itu, apakah surat pengakuan cinta? atau penolakan cinta? surat ancamankah? ah! rasanya tidak mungkin jika ini surat ancaman warnanya saja indah, menurutku. Ataukah ini surat perpisahan?.
Apakah Sarah dalam suatu hubungan spesial saat ini? sedang aku tidak mengetahuinya? atau surat ini hanya surat biasa saja yang tak punya arti khusus?. Ah!! tak tahulah aku! makin kutebak-tebak makin bertambah rasa penasaranku, kan kutanyakan pada Sarah ketika aku berjumpa dengannya nanti.
Semoga saja dia mau berbagi isi suratnya, mengingat kami sudah bersahabat lebih dari sewindu.
Entah mengapa, aku masih sangat penasaran dengan isi surat yang kertasnya berwarna biru laut itu. Surat ini hanya dilipat sederhana dan direkatkan dengan kertas perekat berwarna biru muda berbentuk bundar, mungkin si pengirim atau si penerima menyukai warna biru pikirku.
Tapi jika si penerima adalah Sarah maka biru bukanlah warna favorite miliknya, Sarah penyuka warna pink dan merah, ah... mungkin saja si pengirim yang menyukai warna biru. Akhirnya kembali kuselipkan surat itu ke dalam novel yang Sarah pinjam kemarin, meski rasa penasaran masih bertahan di hati.
Hari menjelang petang, aku masih sibuk berkutat dengan tugas kantor yang dikejar deadline sambil sesekali kulirik novel yang surat biru itu terselip didalamnya.Sejenak kulakukan peregangan agar badan lebih terasa ringan, namun suara keroncongan di perut muncul tiba-tiba.
Ah...aku melewatkan makan siang karena pekerjaan dan rasa penasaran terhadap surat biru itu yang masih saja berkelebat di kepala. Akhirnya kuputuskan untuk istirahat sejenak, bergegas menuju dapur berharap ada kudapan yang bisa dimakan untuk menghentikan suara keroncongan di perut yang volumenya makin nyaring saja.
Beruntung aku mendapati kue tart sisa semalam yang masih tersimpan di box makanan, dan tentunya masih layak makan. Segera kuambil box itu dan tak lupa segelas besar air putih kubawa menuju ruang kerjaku.
Sarah sudah duduk manis di ruang kerjaku begitu aku tiba disana, ia tersenyum dan melambaikan tangannya, aku pun membalas senyumannya dan segera menghampirinya.
Setelah kusimpan box berisi kue tart dan gelas berisi air putih di meja, segera kuambil novel yang berisi surat biru itu dan kuberikan pada Sarah sambil berharap rasa penasaran ini akan segera terobati.
Namun, ibarat panggang jauh dari api, yang kudapati adalah Sarah yang terlihat kebingungan dan menatapku dengan heran.Sarah lalu mengeluarkan novel yang sama seperti novel yang berisi surat biru itu.
Aku terkejut dan sedikit bingung melihat dua novel yang sama dipangkuan Sarah. Sarah pun menjelaskan jika ia lupa mengembalikan novelku kemarin ketika kami bertemu di taman .
Jadi sarah berpikir bahwa aku mengirimnya pesan untuk bertemu hari ini adalah untuk mengembalikan novel milikku.
Kubuka kembali ingatan tentang hari kemarin.Seingatku kemarin Sarah pergi meninggalkan taman ketika aku sedang ke toilet, ia beralasan ada pertemuan penting yang harus dihadirinya begitu tulisnya dalam Whats app.
Sekembalinya dari toilet novel itu tergeletak dibangku taman yang kami duduki, yang aku pikir sengaja ditinggalkan sarah untukku.
Kalau begini, ada dua novel, lalu novel siapa yang kubawa ini?. Lalu surat biru itu bisa jadi hal yang penting bagi pemiliknya, ya ampun bagaimana aku harus mengembalikannya?.
Sarah yang menangkap ekspresi bingungku, menepuk pundakku dan seolah dia mengerti apa yang ada dipikiranku.Sarah kemudian membuka halaman pertama novel yang berisi surat biru itu. Disitu tertulis Segara ,09 September 09.
Sarah dan aku saling bertatap mata, dan menghela napas panjang.Segara,09 september 09, bisakah menolong kami mengembalikan novel ini?
Petang sudah hilang berganti malam, aku keluar dari kantor dengan lunglai, Sarah yang menemaniku bekerja memberi semangat dengan memijit-mijit pundakku, kemudian kami pulang bersama-sama.
Setibanya di rumah, sebelum berpisah Sarah dan aku membuat janji, kami akan kembali ke taman itu lagi besok, untuk menemukan pemiliknya.Semburat kelegaan terpancar di wajahku dan Sarah melihatnya, lalu ia pun pulang dengan senyuman.
Lega bercampur penasaran membuat mata yang lelah masih bertahan terbuka. Masih terpikirkan dalam benakku surat biru itu dengan kata Segara 09 September 09.
Ah... Pantas saja kertasnya berwarna biru mungkin si pemilik atau si penerima suka lautan jika dikaitkan dengan kata Segara. Aku mencoba mengaitkan surat biru itu dengan kata Segara.
Hmm..., tapi bisa juga si pemilik menulis kata Segara karena ia membaca novelnya ketika bepergian pakai kapal laut, atau bisa juga si pemilik novel bukanlah si pengirim surat, atau si pemilik novel adalah si penerima surat?. Aaahhhh! kenapa aku jadi begitu penasaran hanya karena sebuah surat?.
Hari esok cepatlah tiba, semoga bisa menemukan si pemilik novel, gumamku, hmmm..,mata ini akhirnya kalah oleh lelah.
Esok telah tiba, di taman yang sama, bangku yang sama, hanya pakaian aku dan Sarah yang berbeda dari hari sebelumnya kami bertemu disini.
Kami mulai memperhatikan satu demi satu orang yang datang ke taman itu, siapa tahu ada yang akan datang mencari novelnya yang hilang. Satu jam berlalu, kami pun meningkatkan usaha kami demi menemukan si pemilik novel dengan bertanya pada orang-orang yang datang ke taman.
Dua jam berlalu kami pun mulai kelelahan bertanya, akhirnya kembali duduk di bangku kami, yang kebetulan masih kosong walau kami tinggal berkeliling.Cuaca pun mulai terasa panas karena matahari mulai terik mendekati waktu dzuhur.
Kami mengambil bekal minum dan langsung meneguknya. Aku dan Sarah saling tatap karena hingga detik ini usaha kami masih nihil.
Sempat terlintas dipikiranku untuk membuka surat yang terselip itu, siapa tahu ada informasi yang bisa membantu kami menemukan pemiliknya.
Tapi ku-urungkan niatku, bagaimanapun surat itu adalah privasi orang lain, dan aku tak mau melanggar itu meskipun itu berarti kami harus mengeluarkan usaha lebih untuk menemukan sang pemilik novel beserta surat birunya.
Ditengah kegundahan ini, lamat-lamat terdengar suara adzan dzuhur terdengar, akhirnya aku dan Sarah memutuskan untuk shalat dzuhur terlebih dulu.
Air wudlu menyegarkanku, shalat dzuhur berjamaah membuat hati ini merasa tenang.Tak lupa kupanjatkan doa agar Allah mempertemukanku dengan sang pemilik novel, atau memberikan jalan agar novel ini bisa kembali pada pemiliknya beserta surat biru miliknya.
Selesai shalat dan berdoa, aku dan Sarah duduk-duduk di serambi masjid sejenak menghindari teriknya matahari menuju tempat parkir. Kulayangkan pandangan ke seluruh area masjid yang bisa dipandang dari tempat kami duduk, hingga fokusku terhenti pada papan pengumuman yang letaknya tak jauh dari sini
Aku langsung berdiri dan bergegas menuju papan pengumuman itu. Disana tertulis Telah Hilang sebuah Novel dengan keterangan Segara 09 September 09, barang siapa yang menemukannya harap menghubungi takmir masjid.
Alhamdulillah doaku terkabul! pekik ku dalam hati.
Kuhampiri Sarah dengan tergesa dan kutunjukan padanya apa yang tertera di papan pengumuman masjid. Tanpa menunggu lama kami pun langsung menuju kesekretariatan masjid untuk menemui takmir masjid dan tentunya mengantarkan novel dengan surat biru yang terselip itu.
Selepas bertemu pak takmir , aku harus berpisah dengan novel dan surat biru itu. Perpisahanku dengan novel dan surat biru itu, menyisakan secuil rasa sedih di hati.Mungkin sedih ini karena rasa penasaranku terhadap isi surat itu tidak terpenuhi. .
Astagfirullahaladzim, kenapa pula aku begitu jadi terobsesi pada sebuah surat tanpa nama?. Apa karna warnanya biru sehingga memikat mata dan hatiku? ah entahlah, lagipula yang terpenting novel dan suratnya sedang menuju ke pemiliknya.
Siang berganti malam, dan malam pun berganti siang, 3 minggu sudah berlalu sejak aku mengembalikan novel beserta surat biru yang terselip didalamnya. Surat yang sangat ingin kuketahui isinya.
Namun, keajaiban apa ini?. Novel beserta surat biru yang terselip itu tergeletak di meja kamarku, novel besera suratnya ditujukan untukku. Kebetulan macam apa ini?!!! Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kualami.
Tak lama balasan pun datang "oke".Rasa penasaran terhadap surat itu pun mulai menyelinap, karena ini pertama kalinya aku mendapati surat tanpa nama. Biasanya aku hanya menerima surat ijin sakit atau ijin karena kepentingan keluarga milik seorang teman yang dititipkan padaku.
Itu pun ketika di sekolah menengah atas.
Mengingat itu aku jadi bertambah penasaran apa isi surat itu, apakah surat pengakuan cinta? atau penolakan cinta? surat ancamankah? ah! rasanya tidak mungkin jika ini surat ancaman warnanya saja indah, menurutku. Ataukah ini surat perpisahan?.
Apakah Sarah dalam suatu hubungan spesial saat ini? sedang aku tidak mengetahuinya? atau surat ini hanya surat biasa saja yang tak punya arti khusus?. Ah!! tak tahulah aku! makin kutebak-tebak makin bertambah rasa penasaranku, kan kutanyakan pada Sarah ketika aku berjumpa dengannya nanti.
Semoga saja dia mau berbagi isi suratnya, mengingat kami sudah bersahabat lebih dari sewindu.
Entah mengapa, aku masih sangat penasaran dengan isi surat yang kertasnya berwarna biru laut itu. Surat ini hanya dilipat sederhana dan direkatkan dengan kertas perekat berwarna biru muda berbentuk bundar, mungkin si pengirim atau si penerima menyukai warna biru pikirku.
Tapi jika si penerima adalah Sarah maka biru bukanlah warna favorite miliknya, Sarah penyuka warna pink dan merah, ah... mungkin saja si pengirim yang menyukai warna biru. Akhirnya kembali kuselipkan surat itu ke dalam novel yang Sarah pinjam kemarin, meski rasa penasaran masih bertahan di hati.
Hari menjelang petang, aku masih sibuk berkutat dengan tugas kantor yang dikejar deadline sambil sesekali kulirik novel yang surat biru itu terselip didalamnya.Sejenak kulakukan peregangan agar badan lebih terasa ringan, namun suara keroncongan di perut muncul tiba-tiba.
Ah...aku melewatkan makan siang karena pekerjaan dan rasa penasaran terhadap surat biru itu yang masih saja berkelebat di kepala. Akhirnya kuputuskan untuk istirahat sejenak, bergegas menuju dapur berharap ada kudapan yang bisa dimakan untuk menghentikan suara keroncongan di perut yang volumenya makin nyaring saja.
Beruntung aku mendapati kue tart sisa semalam yang masih tersimpan di box makanan, dan tentunya masih layak makan. Segera kuambil box itu dan tak lupa segelas besar air putih kubawa menuju ruang kerjaku.
Sarah sudah duduk manis di ruang kerjaku begitu aku tiba disana, ia tersenyum dan melambaikan tangannya, aku pun membalas senyumannya dan segera menghampirinya.
Setelah kusimpan box berisi kue tart dan gelas berisi air putih di meja, segera kuambil novel yang berisi surat biru itu dan kuberikan pada Sarah sambil berharap rasa penasaran ini akan segera terobati.
Namun, ibarat panggang jauh dari api, yang kudapati adalah Sarah yang terlihat kebingungan dan menatapku dengan heran.Sarah lalu mengeluarkan novel yang sama seperti novel yang berisi surat biru itu.
Aku terkejut dan sedikit bingung melihat dua novel yang sama dipangkuan Sarah. Sarah pun menjelaskan jika ia lupa mengembalikan novelku kemarin ketika kami bertemu di taman .
Jadi sarah berpikir bahwa aku mengirimnya pesan untuk bertemu hari ini adalah untuk mengembalikan novel milikku.
Kubuka kembali ingatan tentang hari kemarin.Seingatku kemarin Sarah pergi meninggalkan taman ketika aku sedang ke toilet, ia beralasan ada pertemuan penting yang harus dihadirinya begitu tulisnya dalam Whats app.
Sekembalinya dari toilet novel itu tergeletak dibangku taman yang kami duduki, yang aku pikir sengaja ditinggalkan sarah untukku.
Kalau begini, ada dua novel, lalu novel siapa yang kubawa ini?. Lalu surat biru itu bisa jadi hal yang penting bagi pemiliknya, ya ampun bagaimana aku harus mengembalikannya?.
Sarah yang menangkap ekspresi bingungku, menepuk pundakku dan seolah dia mengerti apa yang ada dipikiranku.Sarah kemudian membuka halaman pertama novel yang berisi surat biru itu. Disitu tertulis Segara ,09 September 09.
Sarah dan aku saling bertatap mata, dan menghela napas panjang.Segara,09 september 09, bisakah menolong kami mengembalikan novel ini?
Petang sudah hilang berganti malam, aku keluar dari kantor dengan lunglai, Sarah yang menemaniku bekerja memberi semangat dengan memijit-mijit pundakku, kemudian kami pulang bersama-sama.
Setibanya di rumah, sebelum berpisah Sarah dan aku membuat janji, kami akan kembali ke taman itu lagi besok, untuk menemukan pemiliknya.Semburat kelegaan terpancar di wajahku dan Sarah melihatnya, lalu ia pun pulang dengan senyuman.
Lega bercampur penasaran membuat mata yang lelah masih bertahan terbuka. Masih terpikirkan dalam benakku surat biru itu dengan kata Segara 09 September 09.
Ah... Pantas saja kertasnya berwarna biru mungkin si pemilik atau si penerima suka lautan jika dikaitkan dengan kata Segara. Aku mencoba mengaitkan surat biru itu dengan kata Segara.
Hmm..., tapi bisa juga si pemilik menulis kata Segara karena ia membaca novelnya ketika bepergian pakai kapal laut, atau bisa juga si pemilik novel bukanlah si pengirim surat, atau si pemilik novel adalah si penerima surat?. Aaahhhh! kenapa aku jadi begitu penasaran hanya karena sebuah surat?.
Hari esok cepatlah tiba, semoga bisa menemukan si pemilik novel, gumamku, hmmm..,mata ini akhirnya kalah oleh lelah.
Esok telah tiba, di taman yang sama, bangku yang sama, hanya pakaian aku dan Sarah yang berbeda dari hari sebelumnya kami bertemu disini.
Kami mulai memperhatikan satu demi satu orang yang datang ke taman itu, siapa tahu ada yang akan datang mencari novelnya yang hilang. Satu jam berlalu, kami pun meningkatkan usaha kami demi menemukan si pemilik novel dengan bertanya pada orang-orang yang datang ke taman.
Dua jam berlalu kami pun mulai kelelahan bertanya, akhirnya kembali duduk di bangku kami, yang kebetulan masih kosong walau kami tinggal berkeliling.Cuaca pun mulai terasa panas karena matahari mulai terik mendekati waktu dzuhur.
Kami mengambil bekal minum dan langsung meneguknya. Aku dan Sarah saling tatap karena hingga detik ini usaha kami masih nihil.
Sempat terlintas dipikiranku untuk membuka surat yang terselip itu, siapa tahu ada informasi yang bisa membantu kami menemukan pemiliknya.
Tapi ku-urungkan niatku, bagaimanapun surat itu adalah privasi orang lain, dan aku tak mau melanggar itu meskipun itu berarti kami harus mengeluarkan usaha lebih untuk menemukan sang pemilik novel beserta surat birunya.
Ditengah kegundahan ini, lamat-lamat terdengar suara adzan dzuhur terdengar, akhirnya aku dan Sarah memutuskan untuk shalat dzuhur terlebih dulu.
Air wudlu menyegarkanku, shalat dzuhur berjamaah membuat hati ini merasa tenang.Tak lupa kupanjatkan doa agar Allah mempertemukanku dengan sang pemilik novel, atau memberikan jalan agar novel ini bisa kembali pada pemiliknya beserta surat biru miliknya.
Selesai shalat dan berdoa, aku dan Sarah duduk-duduk di serambi masjid sejenak menghindari teriknya matahari menuju tempat parkir. Kulayangkan pandangan ke seluruh area masjid yang bisa dipandang dari tempat kami duduk, hingga fokusku terhenti pada papan pengumuman yang letaknya tak jauh dari sini
Aku langsung berdiri dan bergegas menuju papan pengumuman itu. Disana tertulis Telah Hilang sebuah Novel dengan keterangan Segara 09 September 09, barang siapa yang menemukannya harap menghubungi takmir masjid.
Alhamdulillah doaku terkabul! pekik ku dalam hati.
Kuhampiri Sarah dengan tergesa dan kutunjukan padanya apa yang tertera di papan pengumuman masjid. Tanpa menunggu lama kami pun langsung menuju kesekretariatan masjid untuk menemui takmir masjid dan tentunya mengantarkan novel dengan surat biru yang terselip itu.
Selepas bertemu pak takmir , aku harus berpisah dengan novel dan surat biru itu. Perpisahanku dengan novel dan surat biru itu, menyisakan secuil rasa sedih di hati.Mungkin sedih ini karena rasa penasaranku terhadap isi surat itu tidak terpenuhi. .
Astagfirullahaladzim, kenapa pula aku begitu jadi terobsesi pada sebuah surat tanpa nama?. Apa karna warnanya biru sehingga memikat mata dan hatiku? ah entahlah, lagipula yang terpenting novel dan suratnya sedang menuju ke pemiliknya.
Siang berganti malam, dan malam pun berganti siang, 3 minggu sudah berlalu sejak aku mengembalikan novel beserta surat biru yang terselip didalamnya. Surat yang sangat ingin kuketahui isinya.
Namun, keajaiban apa ini?. Novel beserta surat biru yang terselip itu tergeletak di meja kamarku, novel besera suratnya ditujukan untukku. Kebetulan macam apa ini?!!! Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kualami.
Pemilik novel ini bernama Samudra yang bahasa jawanya Segara,dan tanggal 09 September 09 adalah hari ini, tepat jam 9 pagi ini tanggal 9 september 2009, ia dan keluarganya datang melamarku.
Rupanya ia adalah anak lelaki sahabat ibu yang setuju dijodohkan denganku. Buku novel ini diberikan sebagai hadiah, tentu saja bukan hanya novelnya tapi surat biru itu juga. Kini aku bisa membuka suratnya dan tak penasaran lagi. Perlahan kubaca surat itu
Assalamua'laikum
Namaku Samudra, kata orang cintaku dingin dan biru seperti namaku, karena aku tak mau menyentuh yang belum dihalalkan Allah bagiku, namun samudra tidak hanya dingin dan biru, tetapi luas penerimaan, dimana air mengalir samudera_lah muaranya. Dia menerima air yang bersih maupun yang tidak, maka begitupun cintaku menerima kelebihan beserta kekurangan tanpa syarat. Aku tak pandai berjanji dan berkata ,hanya jika engkau ijinkan ku halal bagimu, maka akan kupastikan cinta biruku akan tetap biru dan dingin kepada selainmu, dan luasnya penerimaanku hanya untukmu.
Sampai jumpa di pelaminan.Salam.
Pipi ini terasa panas setelah membaca surat biru yang terselip dalam novel itu.Sungguh menyentuh bagiku yang bisu. Maka cinta heningku kupastikàn akan tetap hening pada selainmu, dan hati ini hanya akan gaduh olehmu saja, kita berjumpa di pelaminan.END.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar