Sabtu, 03 Maret 2018

Pria di Kedai Teh part 18



Membeku seketika dua sahabat itu masih di bawah jendela. Lamunan mereka di masa lalu terburai oleh suara deritan pintu yang terbuka.

Kiranya sang pemilik rumah sudah tiba. Janik dan Moli berpikir cepat dan tertuju pada kolong tempat tidur yang tertutup sprei hingga ke lantai.

Mereka segera bersembunyi di sana sebelum sang pemilik rumah masuk ke kamar. Klak! Benar saja tak lama lampu di kamar itu menyala, sebuah bayangan terlihat di lantai.

Janik dan Moli menahan napas mereka sesekali sambil terus mengintai bayangan itu. Rasa kantuk pun mulai menyerang, entah jam berapa sekarang.

Tiba-tiba Janik teringat handphone nya yang ada di tas, dirogohnya pelan-pelan isi tas mencari keberadaannya. Tangannya mendapati apa yang dicarinya. Janik mengeluarkan handphone itu dan ternyata dalam keadaan mati.

Benar saja mati sudah, seharian ini enggak di charge, ujar janik dalam hati.

Tempat tidur yang semula kosong kini ada yang menduduki. Untung saja tempat tidur ini terbuat dari kayu jati yang kokoh, hingga Janik dan Moli tak perlu takut tertimpa kasur di atasnya.

Tak lama suara dengkuran pun mulai terdengar sayup-sayup baik dari yang tidur di atas maupun yang di kolong, kantuk dan lelah membuat mereka terlelap bersamaan.

“Aku sudah kembali kesana, tapi aku tak menemukannya, bahkan seharian kemarin aku di sana hingga malam, tak satu pun orang muncul di sana.” Suara bariton terdengar nyaring membangunkan Janik dan Moli.

“Aku belum tahu dimana Alan berada sekarang  dari pertama kali aku tiba di sini.” Ucapnya lagi sambil membuka jendela.

Alan! Telinga Janik merasa peka mendengar nama itu, Ah tapi apa memang Alan yang itu? Sanggahnya sambil membersihkan mata dari kotoran yang membuatnya lengket.

Moli yang masih enggan membuka mata, asyik tertidur pulas tanpa suara. Janik tak membangunkannya karena kasihan.

“Apa? Kau bilang Rapier sudah lebih dahulu di sini? Ini Gila! Kenapa ular selalu lebih cepat menangkap informasi padahal mereka tak bertelinga, ah benar mereka punya sensor yang bagus.” Suara baritone itu kembali terdengar kali ini diiringi suara ketukan.

Rapier? Tunggu mungkinkah ini? Janik lebih menajamkan pendengarannya.

“Baiklah aku akan menemuimu hari ini, kirimkan saja lokasimu padaku, iya aku akan berangkat sekarang.” Si pemilik suara baritone itu pun keluar dari kamar.

Kelegaan menjalar ke seluruh badan Janik, dibagunkannya Moli perlahan hingga ia membuka matanya.

“Udah pagi ya Nik?”  Moli mengerejapkan matanya

“Iya Mol, kayaknya si pemilik rumah bakalan pergi jadi kita bisa aman.” Janik mulai menggeliat, melenturkan otot-ototnya yang pegal.

Suara derap langkah terdengar dari jauh, tiba-tiba si pemilik suara baritone itu kembali ke kamar membuat Janik dan Moli kembali siaga satu.

“Ah, di sini rupanya kau tertinggal dompet.” Ujarnya lalu pergi sambil menutup pintu kamar. Janik dan Moli menghela napas lega, lalu setelah menunggu beberapa saat, mereka mulai keluar dari kolong tempat tidur.

Terlihat dari jendela yang terbuka seorang pria tambun melenggang meninggalkan rumah. Rupanya pria itu memang sengaja membuka jendela setiap pergi meninggalkan rumah.

“Syukurlah dia pergi, kalau tidak bisa mati lemas kelaparan kita di kolong tempat tidur.” Ujar Janik sambil terduduk di kasur.

“Ayo kita buat sarapan Nik, mungkin saja ada makanan di sini.” Ajak Moli yang mulai keroncongan.

“Ah kamu benar, kita sementara bersembunyi di sini khawatir gerombolan si berat itu datang lagi ke rumahmu.”

Mereka berdua keluar kamar dan langsung menuju dapur, sepertiya memang mereka memiliki keberuntungan dalam hal makanan. Isi kulkas si pria tambun bersuara baritone itu penuh dengan makanan.

Mulai dari makanan olahan, sayuran, daging cincang, buah-buahan, susu, jus, selai, minuman ringan bersoda, keju, dan setumpuk makanan lainnya memadati isi kulkasnya.

“Surga Nik, kamu mau aku masakin apa ?” Moli mulai gatal ingin mengolah makanan dari isi kulkas itu.

“Apa saja Mol, yang penting enak, ohya biar aku tulis apa aja yang kita ambil dan gunakan untuk makan sekarang.” Janik segera mengambil pulpen dan blocknote dari dalam tasnya

“Buat apa Nik? Memangnya di kedai pake dicatat segala.” Moli pun mulai mengeluarkan bahan-bahan yang akan diolah.

“Kita jangan jadi pencuri Mol, kita tetap harus ganti makanan yang kita makan sama pemiliknya.”

“Ah iya kamu benar, masih ingat petuah ibu ya Nik.”

Janik hanya tersenyum sambil memamerkan sederet giginya yang putih.

Spaghety ayam bolognise, jus jeruk, susu, salad buah, kentang goreng dan sosis, tak lupa rebusan kentang, wortel dan buncis menjadi teman sarapan mereka.

Kelelahan semalam membuat mereka kelaparan dan makan porsi gorilla saat sarapan.

Masih mengunyah makanan Janik memikirkan percakapan si pemilik rumah pagi ini. Ia menyebut semua nama yang tak asing baginya.

Janik berpikir apa mungkin mereka orang sama? Janik mulai teringat pada si pria tambun pemilik salah satu buku catatan itu.

Si pemilik rumah juga lelaki tambun, aku hanya perlu memastikan wajahnya saja.

Semoga saja rumah ini adalah milik si pria tambun itu.

Bersambung

#onedayonepost
#Odopbatch5


3 komentar:

  1. Salfok sama makanannya :D
    Makin seruuu.... ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, sama mba itu lagi pengen makan menu itu soalnya, hehehe, makasih banyak Mba nia sudah ngikutin ceritanya terus, love u ^_^

      Hapus
    2. Buat Bun :D
      Love You Full bunda nabhan ^_^

      Hapus